5. Be Bold

387 49 7
                                    

Dean Lewis — Be Alright
______

PANCURAN air membasuh sekujur tubuh Rere yang berdiri di bawah shower. Ia memejamkan matanya, merasakan ketenangan yang akhirnya menyelinap dibalik dada. Rere mengusap rambutnya dan ia mulai merenung.

Masih terngiang kejadian sore tadi, sepulang dari kampus— Akbar mendatanginya, hingga akhirnya pertemuan tadi berakhir dengan airmata.

Laki-laki itu menangis, namun ia itu tidak lagi membujuk Rere untuk bersama. Malah, sebelum meninggalkan rumah, ia mendoakan semoga Rere tak menyesali keputusannya, dan bahagia dengan pilihannya.

Rere mengalihkan kran air menjadi lebih sejuk.

Perempuan itu menggosok wajahnya, ditengah menikmati kucuran air, ia meratapi kisah cintanya. Seketika, memori tentang beberapa lelaki yang pernah mematahkan hatinya terbesit di benak.

Mulai dari Reza, satu-satunya mantan yang berbeda keyakinan dengannya. Rere ingat, jika dahulu dirinya ternyata dijadikan selingkuhan oleh sosok itu. Beruntung, hubungan tersebut hanya berlangsung dua bulan.

Lalu ada Bimo, sosok manipulatif yang hanya memanfaatkannya. Rere ingat betul, bagaimana laki-laki itu menjadikannya pelarian lantaran atas mantan kekasihnya terdahulu.

Rere ingat persis bagaimana hampir setiap hari Bimo membahas tentang mantannya. Seakan, masih ada yang belum selesai diantara mereka. Bahkan, Rere ingat persis bahwa, secara gamblang laki-laki itu mengumbar aib mantannya.

Hingga akhirnya setelah dua bulan, Rere tersadar bila Bimo tak pernah benar-benar mencintainya, perasaan laki-laki itu masih untuk mantannya.

Lalu Akbar.

Sosok yang ia kira benar-benar cerminan dari dirinya. Sosok yang selama ini menemani dikala suka dan dukanya. Sosok yang Rere kira akan bertahan untuknya.

Ternyata, juga pergi.

Padahal, selama bersama mereka Rere selalu berusaha untuk menjadi pendamping yang paling baik sebisanya. Rere memang jauh dari kata sempurna, banyak kurangnya. Namun, sebisa mungkin Rere memperlakukan mereka dengan baik agar mereka bertahan, tak kemana.

Karena, Rere sudah cukup merasa terluka oleh cinta pertamanya, yaitu ayahnya sendiri. Sudah cukup sakit baginya ditinggal sejak kecil. Maka, setiap kali ada laki-laki yang hadir di hidupnya, Rere selalu merasa beruntung. Dan, Rere tak ingin merasa beruntung sendirian. Sebisa mungkin, pasangannya merasakan hal yang sama.

Terlepas dari patah hatinya, Rere tidak bisa menyalahkan Tuhan meski sesungguhnya ia sangat kecewa. Ia berharap semua laki-laki di hidupnya, termasuk ayah—-tidak pernah melukainya. Namun lagi-lagi, harapan tinggallah harapan.

Lagipula, ini memang sudah menjadi bagian dari perjalanan hidup Rere.

Bahkan, Rere yakin banyak orang diluaran sana yang mungkin kisahnya jauh lebih tragis dibandingkan dirinya.

Rere mematikan kran, meraih handuk. Dan berjalan masuk ke kamar dengan handuk yang meliliti tubuh. Usai memakai kaos dan celana pendek, Rere mengeluarkan sekotak rokok dan korek api dari laci.

Tak butuh waktu lama baginya untuk membakar benda itu, tanpa pedulikan AC kamarnya yang masih menyala.

Melihat kepulan asap yang keluar dari hidungnya, Rere tersenyum. Sebetulnya ia hanya pernah menyentuh benda sekali, saat dicekoki teman-temannya di sekolah dulu. Tetapi ia ingat perjuangan membelinya tadi, secara sembunyi-sembunyi sendirian di minimarket kampus. Ia tak mau teman-temannya tahu. Terutama Luna.

Tetapi, cepat atau lambat Rere akan menceritakan hal ini.

Perempuan itu mengambil ponselnya yang tergeletak di kasur, Rere memejamkan mata, menyadari bahwa sejak kepulangan Akbar, tidak ada notifikasi apapun dari laki-laki itu. Bahkan hingga sekarang.

Real TalkWhere stories live. Discover now