15. Doubt

84 10 2
                                    

Lana Del Rey — West Coast
________

Realita Kusuma: gue kayaknya balik sama temen-temen gue deh, mau ngumpul dulu di rumah Azka hehe next aja ya

Mata Insan menyipit membaca pesannya yang baru saja dibalas Rere. Padahal, ia mengirimkan pesan semalam, namun baru dibalas sekarang— pukul empat sore. Tarikan napasnya berubah gusar. Dalam sekejap, perasaannya berubah gelisah. Otaknya mengingat segala hal yang terjadi beberapa hari yang lalu.

Mulai dari percakapan ringan hingga mendalam mereka, lalu kejutan tak terduga yang Rere berikan untuknya. Semua terasa begitu sempurna sampai-sampai Insan sempat mengira bahwa perempuan itu memiliki perasaan yang sama dengannya.

Lalu, kini tiba-tiba perempuan itu berubah tanpa sebab.

Seakan-akan... ia menjauh?

"Tapi masa sih?" gumamnya pada dirinya sendiri.

Entahlah. Itu yang Insan rasakan.

Insan bahkan ingat tadi pagi ia membuka-tutup kontak Rere, dan berusaha mati-matian mengurungkan niatnya untuk menghubungi perempuan itu. Ia tak mau mendesak Rere. Meski, sikap perempuan itu membuatnya merasa gelisah.

Seketika ia teringat omongan Raka tempo hari. Ia sadar bila pergerakannya terlalu cepat. Dan Insan cukup terpukul jika perasaannya tak terbalas oleh perempuan itu.

/r e a l  t a l k/

WAKTU menunjuk pukul delapan malam. Tidak ada tanda-tanda perempuan itu akan meninggalkan warung kopi belakang kampusnya. Padahal roti bakar dan es teh manisnya sudah habis sejak dua jam lalu, dan ia masih anteng duduk bersama Azka.

"Gue mau curhat deh,"

Kening Azka mengerut. Ia merasa ada yang janggal di intonasi Rere. Laki-laki itu akhirnya mengajak Rere berpindah tempat duduk di kursi panjang depan warung.

Rere mengeluarkan ponsel. Entah sudah berapa kali ia membuka-tutup kolom percakapannya dengan Insan. Perasaannya risau mendapati pesan terakhirnya hanya dibaca oleh Insan.

"Nape sih lo?" Tanya Azka.

Rere menoleh, dan mengangkat bahu. Kali ini gerakan itu bukan berarti karena ia tidak tahu, melainkan karena ia ragu.

"Yeee katanya tadi mau curhat?" Suara Azka melembut. "Mumpung gue mood lagi bagus nih!"

Kali ini Rere tersenyum kecut lalu terkekeh pelan, namun pandangannya tertuju pada kendaraan yang melintas di depannya. Tatapannya kosong, bertolak belakang dengan isi kepalanya yang penuh.

Rere akhirnya bersuara. "Um... lo pernah nggak sih ngerasa ragu sama seseorang?" Ia menjeda sejenak, mencari kalimat yang pas. "Maksudnya tuh lo ragu bukan karna sikapnya dia ke lo aja, tapi juga... kayak lo terlalu ragu sama hal-hal yang belum tentu terjadi?"

"Cowok ye?"

Rere menarik napas panjang. Ia menatap Azka dengan raut lelah.

"Anak FH?" Azka menebak asal.

"Nggak. Bukan mahasiswa. Udah kerja."

"Wah sedap." Azka mengomentari.

"Orang Bekasi."

"Jauh bener?" Azka mengernyit, terheran. "Emang gimana awalnya?"

Real TalkWhere stories live. Discover now