14. His Greatest Gift

145 17 2
                                    

Kehlani — Honey

______

ANTARA masih terkejut dan terheran, Rere tak sadar jika mulutnya sudah menganga sejak tadi. Ia bergeming di tempatnya. Di hadapannya, Insan menyesap macchiato-nya hingga habis. Mata laki-laki itu tertuju pada milik Rere yang sedang menatap kunci mobil dengan tatapan kosong.

"Eh? Kok bengong sih, Re?"

"Abisnya— Kok aneh sih?" Rere langsung mengubah posisi duduknya dan mengalihkan pandangan.

"Aneh gimana?"

Sebelum Rere menyahut, otaknya tiba-tiba bekerja lebih cepat. Dari kalimat Insan tadi, seolah-olah Insan terkesan sengaja mengajaknya coffee date di hari ulangtahunnya. Tapi kok harus Rere? Memang gebetan Insan yang lain ke mana? Apa mungkin hanya Rere satu-satunya perempuan yang Insan dekati? Ah, nanti malah Insan menganggap Rere kegeeran. Akhirnya, Rere memutuskan tidak mengungkapkannya.

"Ey?" Insan mengusap pelan lengan Rere. "Kan bengong lagi?"

Mata Rere mengerjap dua kali, perempuan itu langsung berdiri. "Gue ke toilet dulu ya."

"Oh, oke oke," ujar Insan. "Mau gue anter?"

"Nggak!" Menyesal menyahut terlalu cepat, Rere memejamkan matanya sejenak. "Nggak usah. Lo duduk aja ya."

Perempuan berbaju hitam lengan panjang itu melangkah ke arah yang hendak dituju. Hingga punggung Rere berbalik dan menjauh, mata Insan tetap memperhatikan perempuan itu hingga ia berbelok ke lorong kecil dekat wastafel.

Insan mengambil ponselnya, kemudian mengecek pemberitahuan bertubi-tibu yang berasal dari Whatsapp grup kerja. Insan memutar matanya malas. Kapan sepinya sih nih grup?

Ia lalu beralih ke Instagram, scrolling random feeds yang bermunculan.

Hampir sepuluh menit duduk sendirian, kedua mata Insan langsung tertuju pada kehadiran Rere yang berjalan mendekatinya dengan piring putih digenggaman. Debaran di balik dadanya menyentak lebih cepat ketika Rere meletakkan benda itu di atas meja. Matanya terpaku begitu melihat tulisan  'Serta Mulia, Insan' di sudut piring.

"Happy birthday Insan, happy birthday... happy birthday. Happy birthday, Insan!" Gadis itu menyanyi dengan semringah.

Insan tak dapat berhenti tersenyum. Ia menatap piring dan Rere bergantian. "Astaga, Re!"

"Serta mulia ya!"

Senyum Insan melebar sempurna saat ia mendongakkan kepala. Batinnya seakan menjerit. Terkejut dengan segala kebahagiaan yang datang di hari spesialnya.

Laki-laki itu mengubah posisi duduk, sedikit membungkuk dan menatap Rere lekat-lekat. Ia berujar pelan, "Makasih."

Melawan keinginannya untuk mengambil tangan gadis itu, ia meraih sendok kecil di hadapannya. Melihat Insan hendak membelah lava cakenya, Rere refleks menahan lengan laki-laki itu.

"Enak aja! Make a wish dulu, dong!" serunya, semringah. Kemudian ia melepaskan tangannya.

Dengan senyum melebar, lelaki itu membenarkan gulungan bagian kemeja yang tadi dipegang Rere. Kemudian memejamkan matanya.

"Oke, done."

Begitu membuka matanya, Insan menggeleng pelan, wajahnya memerah. Ia tidak tahu harus mendeskripsikan bagaimanya lagi perasaanya sekarang selain kata bahagia.

"Bentar deh," ujar Rere, setelah kembali duduk di tempatnya. "Lo bawa korek nggak?"

"Mau ngapain? Kan gak ada lilinnya?"

Real TalkWhere stories live. Discover now