34. Second Chance

4.1K 791 103
                                    

Lamunan Jiah buyar, perhatiannya langsung teralih pada Lisa dan Rosé yang sejak tadi memperhatikannya.

"Maaf, aku tidak mengerti maksud Anda—"

Decitan kursi itu menghentikan kalimat Jiah. Tubuh tegap dengan tungkai berbalut celana hitamnya itu mendekat pada Jiah yang mematung.

"Kau mengerti apa maksud dan tujuan ku datang ke sini dengan membawa anak-anak. Yang kau lalukan hanya menghindar, tapi sampai kapan?"

Lidahnya terasa kelu, rasa perih itu menjalan dari rongga dadanya hingga ke tenggorokan "Lisa... Rosé... Appa tahu ini mengejutkan bagi kalian, tapi kalian memang sudah harus mengetahuinya,"

Kijoon menoleh pada Jiah yang menegang "Perkenalkan, wanita yang kini berdiri di samping Appa adalah Lee Jiah—"

"Ibu kandung kami." Semua orang terdiam termasuk Kijoon dan Jiah.

"Lisa— Sejak kapan kau tahu soal ini, Nak?"

Gadis bersurai hitam legam itu bangkit dari kursinya dengan sirat mata yang mengarah pada Jiah penuh makna.

"Selama 3 hari belakangan ini, aku mengikuti mu kemana pun kau pergi. Mengamati setiap aktivitas dan pergerakan mu, tujuan mu pergi dan pulang,"

Kepalanya menoleh pada sosok Rosé yang terguguh di tempatnya "Hari dimana kau dilarikan ke rumah sakit malam itu, aku menemukan 2 lembar foto yang membuat ku mulai meragukan keluarga dan kehidupan ku."

"Kau pergi ke ruang musik?" Lisa mengangguk sebagai jawaban.

"Foto kecil mu saat sedang bermain piano dan foto 2 bayi kembar, dengan 1 wanita yang sama dan itu... Anda." Tukas Lisa mengarah pada Jiah.

"Awalnya aku permikir orang dalam foto itu adalah sosok wanita yang selama ini ku anggap dan ku panggil Ibu. Tapi... ternyata kehidupan yang ku jalani selama ini bahkan jauh lebih terang dari masa lalu ku."

Kijoon menelan saliva-nya, pikirannya berkecamuk menyadari sorot tak terbaca putri bungsunya "Lisa... dengarkan Appa, Nak—"

"Tidak apa. Aku berusaha memahaminya, walau berat. Jadi mulai sekarang tolong jangan menyembunyikan apapun dari kami dan jelaskan pada kami apa yang sebenarnya terjadi."

Sudut bibirnya itu tertarik mengukir sebuah lekuk manis dalam wajahnya membuat sesuatu yang sempat menjera rongga dada Jiah terasa hilang begitu saja.

"Eomma?" tubuh kurus Lisa masuk ke dalam pelukan Jiah dalam sekejap.

Rasa haru itu membuat Jiah menitihkan air mata. Putri mungilnya yang ia tinggal 12 tahun lalu kini bahkan memiliki tinggi yang sama dengannya.

"Putri Eomma sudah sangat besar ternyata." Tukasnya mengecup pipi Lisa beberapa kali. Tangan kekar Kijoon terulur ikut mengusap surai hitam legam Lisa.

Tanpa di sadari pemandangan itu berhasil mengukir sesak dalam hati Rosé "Seharusnya rasa ini yang kau dapat selama 12 tahun Lisa. Jika saja aku tidak pergi dan diculik malam itu---"

"Iya... memang akulah asal mula masalah ini di mulai." Jemari kurusnya itu terangkat  menghapus kasar air mata yang membasahi pipinya.

"Rosé?" tukas Jiah menyadari keterdiaman putri ketiganya itu.

Pandangan Jiah dan mata hitam Kijoon bertemu dengan arti yang sama saat mendapati putri ketiganya itu terdiam menunduk dengan bahu yang bergetar.

Hingga selang beberapa detik sebuah pelukan hadir menyelimutinya. Membuat Rosé mengepal tanganya kuat "Tidak apa, sayang. Tidak apa."

FraternalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang