Bab 8. Takut

35 5 1
                                    

HAIIIII JANGAN LUPA VOTE COMMENT DAN BANTU KOREKSI TYPOOO🤩🤩🤩

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

HAIIIII JANGAN LUPA VOTE COMMENT DAN BANTU KOREKSI TYPOOO🤩🤩🤩

⌛️⏳⌛️

"Net, jadi lo tuh udah jadian sama Abi?" tanya Tamara.

Anette mengangguk malas sembari mengaduk-aduk jus mangga di depannya.

"Kapan jadiannya, Net? Kok lo nggak cerita?" tanya Rendra menatap Anette penasaran.

"Dua hari sebelum gue putusin dia. Gimana juga mau cerita, kan hari minggu lo pergi, terus kemarin lo berangkat duluan. Udah gitu siangnya langsung gue putusin."

"Rekor baronang, Ren. Catat capcai!" seru Cello antusias. Karena selama Anette bergonta-ganti pacar, paling cepat tiga hari baru putus.

Rendra mengangkat ibu jarinya lalu mengambil ponsel dari saku celana lalu menuliskan sesuatu. Anette mengernyit. Ia mencondongkan badannya untuk mengintip. Ternyata Rendra benar-benar menulisnya. Bahkan laki-laki itu memiliki list nama-nama mantan Anette dan durasi berpacarannya.

Anette menepuk punggung Rendra dengan senyum miring. "Lo emang berbakat banget jadi manajer gue..."

Rendra tersenyum bangga tanpa menoleh. Cello yang melihat ekspresi Anette langsung menyenggol kaki Rendra.

Rendra menatap Cello kesal. "Apaan sih, Cel?"

Cello memberi isyarat pada Rendra untuk melihat ke arah Anette yang menatapnya dengan senyuman miring dan tatapan tajam. Rendra langsung paham bahwa posisinya sedang tidak baik, ia bergeser menjauhi Anette secara perlahan sambil tersenyum kikuk.

"Tapi lebih bagus lagi kalau lo nggak usah ikut campur urusan gue..." Anette tersenyum manis lalu berdiri meninggalkan Rendra, Tamara, dan juga Cello yang menatapnya ketar-ketir.

"Tuh kan, lo sih ngeyel banget! Gue kan udah belinda!" rengek Cello.

Rendra melotot kesal. "Ngeyel-ngeyel pala lo! Lo juga yang kasih ide buat nulis mantan-mantannya Anette, monyet!"

⏳⌛️⏳

"Anette!"

Anette menoleh lalu berdecak kesal. "Apa lagi?" tanyanya dingin.

"Kamu nggak bisa akhirin hubungan sepihak gini dong, Net. Aku serius soal mau bantuin kamu jadi lebih baik."

Anette mengesah panjang mendengar penjelasan dari Abi. "Lo doang yang serius, gue enggak."

Abi meraih tangan Anette lalu menggenggamnya. Namun Anette segera menepisnya. "Please, Net, kasih aku kesempatan."

Anette tertawa sinis. "Mending lo belajar aja deh biar makin pintar ya. Jauh-jauh deh dari gue, sebelum gue berubah pikiran buat nonjok lo. Lagian gue juga udah ada gebetan baru."

"Siapa?"

"Bukan urusan lo!" sahut Anette sambil berlalu meninggalkan Abi cepat-cepat. Niatnya ingin menenangkan diri karena kesal dengan Rendra, ternyata dia malah bertemu dengan Abi yang membuatnya lebih kesal seratus kali lipat.

⏳⌛️⏳

"Rendra!" Anette membuka pintu kamar Rendra lalu menyembulkan kepalanya. Air mukanya seketika berubah menjadi kaget ketika melihat Rendra tidak sendirian, ada beberapa orang di dalam kamar laki-laki itu, termasuk Cello, walaupun ia setengah laki-laki.

Anette memberengut kesal. Ia menoleh ketika menyadari ada seseorang di belakangnya. "Bunda, kok nggak bilang sih kalau banyak teman Rendra. Anette malu tahu udah teriak-teriak," protesnya pada Marsha yang tertawa geli.

"Kamu kan cuma tanya Rendra di mana, bukan tanya ada siapa aja di kamar Rendra. Lagian tuh garasi ramai, nggak nyadar?"

"Ah, Bunda nyebelin..." gerutunya sambil bersungut-sungut.

Marsha tertawa. "Ya udah, nih kasihin. Kamu mau sekalian ke dalam, kan?" Marsha menyerahkan nampan berisi gelas minuman ke Anette dan langsung berlalu meninggalkan gadis yang bersungut-sungut itu.

Anette akhirnya masuk ke dalam kamar Rendra sambil tersenyum canggung karena malu sudah berteriak-teriak. "Nih, minum dulu."

"Baik banget pembantu gue..." celetuk Rendra.

Anette mendelik kesal kemudian melemparkan tempat pensil milik Cello yang ada di sebelahnya. Peduli setan dengan rasa malunya. Ia juga sudah lama tidak memiliki rasa malu. "Pembantu pala lo sepuluh!" serunya.

"Banyak banget dong pala gue," sahut Rendra sambil memegang kepalanya.

Teman-teman Rendra tertawa melihat itu. Anette mengabaikannya dan memilih untuk duduk di sebelah Cello. "Lagi ngapain sih, Cel?" bisiknya.

"Lagi ngerjain tugas dong, Neik. Masa main PS."

"Ya kan bisa aja main PS di dalam laptop."

"Ngaco."

"Oh iya teman-temin, ini Anette katanya mawar kenalan!" seru Cello yang langsung dibalas dengan pelototan oleh Anette.

Rendra langsung menoleh ke arah Cello lalu mencolek pinggangnya. "Lo mau nambah-nambahin mantan Anette lagi ya, bego?" bisiknya.

"Uding biarin aja, Ren. Kalo Anette nggak punya pancaroba juga kita yang puspita diana merong-merong terus sama kita."

"Apaan sih bisik-bisik?" tanya Anette kesal.

Rendra terdiam namun dalam hatinya menyetujui ucapan Cello. Jika Anette memiliki pacar, ia biasanya melampiaskan kemarahannya pada pacarnya, tapi jika tidak, gadis itu akan melampiaskannya pada sahabat-sahabatnya, terkhusus dia.

"Hai, Net. Gue Raka. Gue udah sering sih dengar cerita tentang lo dari Rendra sama Cello."

"Halo, Net, gue Erlangga."

Anette melirik Cello lalu berbisik sambil tetap tersenyum ke arah Raka dan Erlangga. "Lo cerita apa aja ke mereka, nyet?"

Cello menggeleng takut. "Enggak. Bukan gue ... Rendra tuh."

Anette tersenyum miring. "Lihat ya lo nanti..." gumamnya tanpa suara sambil menggerakkan tangannya di leher. Rendra yang melihat itu langsung pucat pasi karena tahu ia sedang berada dalam masalah. Laki-laki itu hanya tersenyum kikuk.

Shaenette and Her ExesWhere stories live. Discover now