DUA (sudah revisi)

36.5K 3.9K 137
                                    

Bel pulang sekolah berbunyi yang di sambut sorakan seluruh siswa, apalagi karena akhirnya mereka terbebas dari pelajaran matematika bersama salah satu guru killer di sekolah mereka.

"Lo pulang sama siapa Ya?" Tanya Febby.

"Sama pak suami" Jawab Thea keceplosan.

"Heh?! Kapan lo nikahnya, ngandi-ngandi!" Ucap Febby menggeplak kepala Thea.

Thea meringis bukan karena sakit, tapi karena sadar dia telah kelepasan.

Mereka berjalan menuju gerbang sekolah. Karena biasanya Febby menunggu jemputannya di gerbang, sementara Thea biasanya menunggu Gilang lewat dan mencegatnya agar pulang bareng dan berujung penolakan dari Gilang. Tapi itu dulu bukan sekarang.

"Itu Gilang Ya" Ucap Febby, menunjuk motor Gilang yang mendekat ke arah mereka dengan matanya.

"Oh" Ucap Thea.

Febby menatap tak percaya kearah sahabatnya itu. Apa tadi dia tak salah dengar respon sahabatnya yang sangat menggilai Gilang itu.

Thea hanya diam tanpa mencegat Gilang seperti biasanya. Dan itu membuat semua orang yang melihatnya tercengang.

Tumben? Satu kata yang ada di benak semua orang melihat hal itu. Bagaimana tidak, jika biasanya drama memaksa nebeng pulang bareng yang dilakukan Thea kepada Gilang, akan menjadi tontonan seru banyak orang. Karena saat itu mereka bisa melihat Thea yang di juluki 'nenek lampir' di hina hingga menangis karena Gilang.

Brak.

"Ya Allah. Pffft"

Thea sebisa mungkin menahan tawanya yang akan meledak saat melihat Gilang menabrak gerbang hingga terjatuh.

Bukan hanya Thea, semua yang melihat juga hendak meledakkan tawa, namun mereka tahan. Tak ada yang berani menertawakan Gilang Ardana. Kalau ada yang berani siap-siap saja angkat kaki dari sekolah ini.

"Makanya, naik motor matanya di pake!" Ejek Thea.

Gilang mendengus kesal. Ini semua karena dia yang juga cukup tercengang dengan Thea hari ini. Biasanya dia akan di cegat, tapi tadi tidak, dilirik pun nggak. Karena itu ia sampai tidak melihat ke depan dan menabrak gerbang sekolah yang memang tak terbuka seluruhnya, menyisakan sedikit bagian gerbang.

Thea melihat Galang yang mendekat dengan motor gede berwarna merah bercorak hitam miliknya.

"STOP!" Teriak Thea, menghalangi jalan agar motor Galang tak lewat.

Galang sontak menghentikan motornya secara mendadak. Thea sungguh mengagetkannya. Jika ia tak segera menginjak rem mungkin Thea sudah ia tabrak.

Thea berjalan menghampiri Galang. Ia langsung duduk di jok belakang tanpa meminta persetujuan dari Galang.

Hal itu lagi-lagi membuat semua orang yang melihatnya tercengang. Kok bisa? Pikir mereka.

"Gila sih nenek lampir berani banget lakuin itu sama Galang"

"Mampus itu, bentar lagi di tendang dia sama Galang"

"Gak dapat Gilang, Galang pun jadi"

"Anjir, kayaknya bakalan seru ini. Sih Galang kan lebih dingin dan gak bisa di senggol. Senggol langsung bacok. Mampus tuh nenek lampir"

"Drama apalagi ini miskah?"

Thea bisa mendengar bisik-bisik semua orang yang melihat dia lancang duduk di jok motor Galang, tapi dia tidak perduli. Toh ini motor suaminya sendiri.

"Kita pulang bareng ya pak suami" Bisik Thea pelan.

Mesin Waktu ( END)/ TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang