19× - 5 = -5

2.1K 324 183
                                    

"Lo punya dendam apa sama gue?"

Yang di tanya meremehkan. Dua orang perempuan saling berhadapan. Di belakang—pojok kiri ruang kelas X-7.

"Dendam? Gue nggak punya dendam apa-apa sama lo."

"Bohong. Jangan-jangan, lo juga yang nyebar PDF awal Januari kemarin?"

Menghela napas kasar. "Kalo iya, kenapa?"

Bisik-bisik menyelimuti kelas. Semua orang sekarang tahu, siapa sosok di balik kehebohan di sekolah awal semester dua kemarin. Mengirim file berisi peringkat paralel angkatan ke sebelas ke grup angkatan. Padahal, pihak sekolah hanya mengumumkan dua puluh besar.

Lea menyilakan rambut. "Berarti, lo orang yang pertama kali nyebar rumor negatif tentang gue? Rumor kalau gue bisa ke terima di Laskar Angkasa, karena pakai orang dalam. Nyogok kepala sekolah dan bukan hasil kerja keras sendiri."

Maju satu langkah. Lawan bicara sejak tadi berdiam diri. Diam yang di anggap orang-orang benar. Karena itu juga, satu kelas harus melihat sisi gelap seorang Lea.

Lea mengangkat tangan kanan setara wajah. Sembilan puluh derajat. Lalu, tangan di gerakkan ke kiri—di depan dada. Mendorong tubuh Elin. Lea pepet lawan bicara hingga tubuhnya menempel dinding. Terpojok. Tangan kanan Lea mengunci leher sedikit ke bawah.

Memberi tatapan menginterogasi. "Belajar pagi siang sore malam. Mengurangi jam tidur. Bimbel sana sini. Apa lo pernah tahu perjuangan gue?"

Elin menelan ludah.

Laki-laki berdasi longgar bangkit dari meja. Sejak tadi menyimak. "Kita memang nggak pernah tahu perjuangan lo. Kalau lo ngomong soal perjuangan, kita semua di sini juga berjuang. Tapi, kita butuh bukti."

Menoleh. "Bukti? Buktinya, sekarang gue sekolah di sini. Di SMA Laskar Angkasa."

Tawa remeh di tujukan kepada Lea. Lelaki di sudut kelas mengencangkan dasi. "Udah basi. Kita semua di sini, bahkan seantero sekolah. Butuh bukti baru."

Elin mendorong kasar Lea. Ia sudah tidak tahan disudutkan. "Bukti kalau lo itu di atas rata-rata. Lo pintar. Lo nggak nyogok kepala sekolah buat di terima. Lo pantas sekolah di Laskar Angkasa."

Tantangan?

"Peringkat satu paralel." Lelaki berambut nyaris gundul menantang. "Baru kita percaya, kalau lo beneran nggak pakai orang dalam."

Rahang Lea terjatuh. "Gila lo!"

Dekat

Di parkiran minimarket. Cukup jauh dari lingkungan menuntut ilmu. Lea pergi bersama teman satu bimbel sepulang sekolah. Lea melihat Manda masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi pengemudi.

"Nih, minum air putih."

Kantong kain berisi lima botol air mineral ukuran sedang di berikan kepada Lea—di pangkuan. Lea tidak menyangka saat tangannya bergerak membuka isi kantong.

"Buset. Lo ngapain beliin gue air sebanyak ini?"

Sebotol air mineral diberikan kepada Lea. Yang duduk di jok mobil sebelah pengemudi. Uluran tangan kanan Manda di sambut kaget oleh Lea.

"Makasih."

Bagi Lea, Manda itu tipe teman yang heboh maksimal. Namun, peduli tingkat kuadrat.

IngeniousWhere stories live. Discover now