50x + 20 = 120

3K 292 156
                                    

Sepertinya kita saling tarik menarik, aku update dan kamu baca Ingenious. hahaha

Gombalannya Bagas maut banget ✋😭

Selamat membaca!

*

Bahagia

******* (  ͡°  ͡° ) *******

"Beliau sudah beberapa hari ini tidak datang ke kantor, Dik."

Menuntut penjelasan, itu yang dilakukan Rafael. Namun, hasil yang ia dapat malah mengecewakan. Jauh-jauh jarak yang sudah ia tempuh dari sekolah, keluar gedung terpaksa tangan kosong. Meminta nomer telepon pun tidak diberi. Rafael menata sedikit rambutnya di atas motor sebelum memakai helm.

"Jangan lemas. Kesempatan pasti datang." Kepalan tangan meninju lengan atasnya dari samping, Rafael menoleh. Ia menghela napas.

Bagas menawarkan diri untuk mengantarkannya ke sini. Katanya supaya Rafael tidak sendirian. Tidak ada sepatah kata lagi terdengar. Angin sore dan birunya langit menemani mereka. Sebelum hening bertambah, motor pun meninggalkan parkiran yang di belakangnya berdiri sebuah bangunan tinggi dan megah. Firma hukum yang katanya terbaik.

Menyusuri tengah kota Jakarta. Kendaraan lalu lalang. Padat lalu lintas. Di ikuti Bagas. Ketika menempuh perjalanan beberapa kilometer di depan, Rafael tiba-tiba menyalakan lampu belok kanan saat motor mereka sampai di perempatan jalan. Bagas heran pun berulang kali menekan klakson. Berujung berhasil mengimbangi motor Rafael di sisi kiri. "El, jalan pulang lebih cepat lewat sana!"

"Lo kalau mau duluan—"

"Apa?"

"Lo kalau mau duluan, duluan, Gas!"

Bagas tidak membalas. Ia pasrah mengikuti Rafael.

~

"Lo mau ngafe?"

Rafael membuka pintu bangunan yang disebut kafe itu. Bagas dan rasa penasaran mengikutinya. Suasana di sini tidak ramai juga tidak sepi. Ada satu tempat yang ingin dituju, bangku diujung sana dekat jendela transparan. Rafael merasa lega ketika tidak ada pengunjung yang menempatinya.

Rafael tidak peduli dengan rasa penasaran Bagas. "Dulu kita bertiga duduk di sini."

Bagas mengernyitkan alis. "Kita bertiga?"

"Iya." Rafael mengangguk. "Lo, gue, dan Lea."

Bagas tersentak. Tidak mengingat apa pun.

"Lo duduk di sana." Rafael menunjuk. "Gue di sini dan Lea di sini."

Perasaan Bagas mulai tidak enak. Lirikan matanya bisa menjadi bukti.

"Lo ingat nggak?"

Bagas mencoba mengikuti alur apa yang hendak disampaikan Rafael. Semoga sahabatnya masih ditahap kewarasannya baik-baik saja.

"Gas?"

"Cuma lo yang ingat." Bagas menatap datar. "Gue nggak. Fael, cabut. Kita balik. Nggak usah datang lagi ke sini."

Rafael menggeleng pelan. "Lo harus ingat, Gas."

"Lo jangan gila, El." Bagas berusaha tidak meninggikan nada bicaranya.

"Gue nggak gila." Rafael harus tenang. "Gas, apa nggak ada rasa bersalah sedikit pun di hati lo?"

Bagas tidak menduga kalau alur pembicaraan ini ternyata membahas dirinya. "Bersalah buat apa?"

IngeniousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang