23

77 17 1
                                    

Jam satu malam entah setan mana yang merasuki Firza sehingga ia bangkit dari kasurnya, mengambil jaket, lalu pergi ke garasi untuk menghidupkan mobil tua miliknya yang masih belum diganti karena males, padahal aslinya gak punya duit buat ngeganti.

Tidak seperti biasanya, kali ini dia tak menghubungi Azam. dia ingin jalan-jalan sendiri, mencoba hal baru cenah.

Firza membawa mobil miliknya ke alun - alun kota. Alun alun di kota tempat dia tinggal buka 24 jam terbuka gratis untuk umum, meskipun mungkin yang nongkrong di sana sekarang hanya ada kuntilanak dan kawan-kawannya. Hal itu tidak menjadi masalah buat Firza, soalnya dia sudah terbiasa dengan para siswanya yang suka cosplay jadi setan.

Lagu Lauv dan Lany yang berjudul Mean It diputar dengan volume rendah biar enggak sepi dari speaker mobil. Firza menginjak gas hingga mobil yang tadinya melaju pelan sekarang berubah menjadi cepat mentang - mentang lagi malam hari sama enggak ada polisi.

15 menit perjalanan Firza sudah sampai di alun - alun kota. Ia memarkirkan mobil di tempat parkir, menguncinya, lalu pergi.

Firza duduk di bangku yang disediakan. Tepat di depannya ada kolam yang ada air mancurnya. Mata Firza melihat takjub lampu - lampu yang dililitkan ke pohon - pohon hingga tampak memukau, tapi itu juga menimbulkan pertanyaann di kepala Firza, berapakah pembayaran yang harus dibayar pihak pengelola taman untuk membayar biaya listriknya? Entahlah.

Suasana alun - alun sangat sepi. Tak ada siapapun lagi di sana selain dirinya. Akhirnya Firza memutuskann untuk meninggalkan alun - alun karena kelamaan rasa takut menyerang. Bukan takut sama setan sih, tapi lebih takut jika tiba - tiba dia ketemu sama orang yang pikirannya sudah berubah jadi setan. Itu lebih serem.

Firza kembali mnegemudikan mobilnya. Di tengah - tengah kegiatan menyetir dia baru ingat jika di sekitar sini ada kafe yang buka 24 jam. Akhirnya Firza memutusan untuk pergi ke sana. Berhubung kemarin baru gajihan, jadi uangnya masih pada merah semua.

Tapi dalam perjalanan tiba-tiba matanya menangkap sesosok anak yang tak lagi asing di matanya. Anak yang terkenal biang masalah dan hobi keluar masuk ruangan BK. Siapa lagi jika bukan Satya. Dia dikelilingi oleh para orang - orang dewasa, setelah semua orang - orang itu pergi, Satya terkapar di trotoar jalan tak sadarkan diri.

"Anak itu!" Firza dengan segara menghentikan mobilnya. ia berlari ke arah satya yang pingsan. Dengan cepat dia mengangkat tubuh anak itu membawanya ke dalam mobil untuk dibawa ke rumah sakit terdekat.

***

"Bagimana kondisi anak itu Zar?" tanya Firza setelah orang yang memakai jubah putih dengan name tag bertuliskan Dr. Nizar Mustafa. Dokter yang memeriksa Satya kebetulan teman Firza ketika mereka masih duduk di bangku SMA.

"Yah, Cuma luka luar aja. Dia pingsan mungkin karena benturan di kepala, tapi tenang kok, dia gak apa-apa, gak lupa ingatan apalagi sampai geger otak." Ucapan Nizar membuat Firza merasa lega. "Duduk di situ yuk, kebetulan gue lagi gak ada pasien lagi. Tapi bentar, gue mau beli kopi dulu, biasa shif malam, kalau gak ada kopi bakalan tumbang!" Firza mengangguk. Dia menatap punggung dokter itu menjauh.

Sebelum duduk di bangku yang ditunjuk oleh Nizar untuk ngobrol, Firza terlebih dahulu masuk ke dalam untuk melihat kondisi Satya.

Firza menatap dari ujung kepala hingga ujung kaki anak yang masih tak sadarkan diri itu. Ia mendekat lalu mengusap kepala Satya sebelum pergi ke luar.

Ketika ke luar Firza melihat Azam yang sedang menemani Nizar ngobrol di bangku yang ada di depan ruangan Satya. Firza menghampiri mereka untuk ikut mengobrol. Ia sudah dapat firasat kalau Nizar bakalan nelpon Azam buat datang ke sini. Ternyata firasatnya bener.

Firza duduk di samping Nizar. Nizar memberikan kopi yang udah dia beli di kantin rumah sakit pada Firza tapi dengan cepat direnggut oleh Azam.

"Sorry gue lupa kalua si Firza ada maag. Hmzz, kalian ngobrol aja, gue ada pasien dadakan!" habis mengatakan itu Nizar pergi meninggalkan Firza dan Azam di lorong rumah sakit.

Firza asik menatap bulan yang kebetulan sedang bulan purnama lewat jendela yang tirainya dibiarkan terbuka. Sangat sepi. Tak ada suara khas rumah sakit karena ruangan tempat Satya di rawat cukup jauh dari ruangan rawat inap biasa.

"Ngapain lu keluar malam sendirian? Bahaya loh.Terus gimana ceritanya itu bocah ketemu sama lo?" Azam bertanya kepada Firza. Biasanya jika ingin keluar malam Firza akan mengabari dan mengajak Azam karena dia suka ngantuk pas mengemudi sama takut ketemu orang jahat, tapi sekarang dia kelayapan mana ketemu sama anak yang terlibat kekerasan pula.

"Hehe iseng. Ketemu di trotoar, kayanya dirempug orang!" ucap Firza dengan santai. Azam melirik pada Firza dengan mulut yang sedikit terbuka kerena terkejut.

"Dirempug orang? What the ....? Terus bias-bisanya lo ngomong dengan santai sama enggak lapor sama polisi?"

"Kalua lapor polisi urusannya jadi ribet. Yaudah, langsung bawa aja ke sini."

Azam diam. Sekarang kepalanya terasa berdenyut. Mungkin sekarang ia perlu memeriksakan tekanan darah tingginya pada Nizar kebetulan mereka sedang ada di rumah sakit.

"Mau jenguk Satya?" tanya Firza.

Azam mengangguk.

Mereka berdua masuk ke dalam ruangan. Anak itu sudah bangun dan sekarang lagi bersandara di dinding.

"Gimana nak? Masih sok-soan mejeng di malam hari? Terus gimana rasanya bobo ditrotoar sambil dirempug sama orang malam-malam sama enggak ada yang nolongin?" tanya Firza tanpa basa basi menanyakan bagaimana keadaan Satya, apa ada yang sakit, atau skenario klise lainnya yang sering muncul di film-film.

Azam tersenyum. Sifat Firza belum juga berubah. Meskipun dia tampak baik, tapi sebenarnya perkataanya sangat pedas hingga bias bikin mental breakdance.

Satya mencoba untuk turun dari ranjang. Tapi segera dihentikan oleh Azam.

"Mau ke mana? Kalau mau pulang tunggu dulu Dokter." Azam menyuruh Satya untuk kembali duduk.

"Gue mau pulang!" ucap satya.

Firza keluar dari kamar untuk memanggil Nizar. Azam menahan tubuh anak itu agar tetap di ranjang.

Satya mengalah. Dia kembali tidur di ranjang.

Tak lama Nizar dan Firza masuk ke dalam.

Setelah Satya diperiksa dan kondisinya dinyatakan baik-baik saja, akhirnya dia dibolehkan pulang.

Ketiga orang itu ke luar dari rumah sakit setelah Firza membayar uang administrasi.

"Ikut saya!" sesampainya di luar, Firza merebut Satya yang sedang dipapah oleh Azam. Firza bergantian memapah Satya meskipun anak itu menolak.

Sesampainya di mobil, Firza mendudukan Satya di kursi penumpang. Setelah memasangkan sabuk pengaman, dia masuk ke dalam lewat pintu mobil lainnya dan duduk di kursi pengemudi.

"Rumah kamu?" tanya Firza.

"Jalan Mawar no 05."

Firza mengemudiakan mobilnya tanpa ada percakapan dia antara kedua orang itu. Hingga akhirnya mereka sampai di rumah Satya.

Firza membukakan pintu mobil, membantu Satya keluar dan memapahnya lagi. Ia cukup terkejut dengan penampakan rumah Satya yang tenyata berasal dari keluarga yang cukup ber-ada bahkan bisa dikatakan kaya.

Firza menekan tombol pintu beberapa kali. Tak lama pintu terbuka menampilkan pria paruh baya. Pria itu menatap Satya dari ujung kepala hingga ujung kaki.

Sebuah kejadian tak terduga terjadi. Bukannya disambut, sebuah tamparan dilanyangkan oleh pria itu ke pipi satya. Kemudain menarik Satya masuk ke dalam dengan cara menariknya dengan paksa. Pintu ditutup dengan keras.

Firza diam mematung. Dia sangat terkejut dengan apa yang baru saja terjadi di hadapannya.

***

Kamis 13 Januari 2022
17.50
Have a nice day
See you :)

Kelas Siluman Where stories live. Discover now