Evidence and End of life

655 61 27
                                    

Seorang gadis berseragam putih abu dengan baju di keluarkan sambil menenteng tas hitam melangkahkan kakinya masuk kedalam mension.

Ceklek...

Baru saja kakinya selangkah memasuki mension ini.

"Claudia!" teriak seorang pria paruh baya memanggilnya.

Claudia yang mendengarkan panggilan itu menghela nafas kasar ia tau apa yang akan terjadi selanjutnya tetapi dia sangat malas berdebat dengan Ayahnya, ya pria tadi adalah Ayah kandungnya. Claudia tetap berjalan dan menghiraukan teriakan Ayahnya.

"Kau!" Kakak laki-lakinya menahan pergelangan tangannya, "Tidak punya sopan santun!" sarkasnya menatapku tajam.

Claudia tersenyum remeh kepada Kakaknya ini, "Ehh kau baru tau? Kan memang aku tidak punya sopan santun? Apa kau tidak mengetahuinya? Ahh tentu saja tidak, ku tidak pernah menganggapku bukan? Dan hanya selalu menyalahkanku?!" ucapku tanpa emosi.

"Claudia, kau berbuat ulah lagi!hah?!" sentak Ayah menarik rambutku sangat kuat.

Claudia menatap datar Ayahnya ini. Ia sudah terbiasa disakitin dengan Ayahnya ini.

"Jawab Ayah! Kau dengar tidak?!" Wajah Ayahku sudah merah.

"Buat apa aku menjawabnya? Bukankah kau selalu tidak percaya ucapanku?!" ujarku sambil tersenyum remeh.

"Ini semua salah aku hiks hiks tapi Kakak malah membuat Aida geger otak gara-gara aku hiks hiks," ujar Maya menangis.

"Sudah... Sudah dek, ini bukan salahmu." ujar Ka Leo menenangkan Maya.

Maya memeluk Ka Leo dan menenggelamkan wajahnya di dada bidang Leo.

"Lo! Jangan nuduh sembarangan! Teman lo yang nyari gara-gara sama gua duluan, hah! Ini semua karena lo, Miya! Karena kedatangan lo!  Gua di benci sama keluarga gua! Lo sama dengan Ibu lo bermuka dua! gua benci lo!"

Plakk..

Tamparan keras mendarat di pipi Maya membuatnya tersungkur ke lantai.

Plak..

Plak..

Tes..

Tes..

Dua tamparan mengenai wajahku aku mendongakkan wajahku keatas dengan darah yang mengalir di hidungku.

"Kenapa?" lirihku menatap mereka semua dengan kecewa.

Ayah menarik pergelangan tanganku dengan erat dan menyeretku dengan cepat kearah gudang, aku menatap Kakak pertamaku dan Ka Leo berharap mereka mau menolongnya tapi lihatlah mereka menatapku dengan dingin tidak ada raut cemas di wajah mereka. Ahh aku hanya bisa tersenyum miris.

Brukk...

Ayahku mendorongku dengan kuat, "Apa Ayah tidak bisa percaya denganku walau sekali saja?" ucapku Lirih.

Ku lihat tatapannya yang dingin dan benci mengarah padaku.

"Aku akan memberikanmu hukuman!"

Ctarr...

Ctarr...

"Ini untuk kau yang selalu membuat ulah dan selalu mencoreng nama baikku!"

Dugh...

Dugh...

Ayah menginjak kepalaku, "Kau yang sudah membunuh istriku! Aku benci kau! Andai saja kau tidak lahir, mungkin keluarga ini akan bahagia tanpa kehadiranmu!" ujar Ayahku meneteskan air matanya.

Aku tertegun melihat Ayahku yang menangis. Apa Ayahnya tidak tau bahwa yang sangat tersakiti adalah aku? Mengapa semua orang dikeluarga ini menganggapku pembunuh? Jika boleh memilih aku tidak ingin terlahir dari keluarga ini.

Royal Magic World Where stories live. Discover now