white town: law x reader

1.1K 143 8
                                    

Kota Flevance, atau dikenal juga dengan sebutan Kota Putih, dinamakan demikian karena seluruh benda dan tempat disana berwarna putih. Sepanjang jalannya juga tampak seperti negeri salju dalam dongeng. Tanah, pepohonan, rerumputan, semuanya serba putih. Oleh karena itulah Flevance dijuluki Kota Putih.

Kota ini begitu indah. Penduduknya hidup makmur dan bahagia, tidak ada satupun yang tampak kesulitan. Ini semua karena penduduk Flevance menemukan semacam timah putih yang disebut Amber Lead di bawah lapisan tanah mereka. Amber Lead-lah yang telah membuat mereka hidup makmur dan kaya.

Keluarga [name] adalah salah satu keluarga penambang Amber Lead. Beberapa orang rela membayar mahal jasa keluarganya untuk menambang benda berharga itu. Kemudian, Amber Lead akan dibuat menjadi berbagai macam barang, seperti peralatan makan, lukisan, pemanis, alat make-up, bahkan senjata.

Berbeda dengan [name], Law adalah putra dari seorang dokter. Jika orang lain berlomba mencari kekayaan dengan menambang Amber Lead dan menjual hasilnya, keluarga Law justru sebaliknya. Mereka membantu dan merawat orang-orang yang sakit. Mereka menolong orang-orang yang tidak sempat merawat diri sendiri akibat terlalu semangat bekerja.

"Law!!" panggil [name] riang saat melihat Law, teman masa kecilnya, keluar dari kelasnya. Dia segera berlari mendekati Law. Seperti biasa tatapan Law datar, dia menatap [name] tanpa merespon panggilannya.

"Ayo makan siang bersama!" kata [name], seraya menggamit lengannya. Law menggeleng, namun [name] segera menariknya ke kantin. Setelah membeli beberapa makanan dan minuman, mereka pergi ke halaman.

"Jangan belajar terus, dong!" gerutu [name] sambil memberikan sekotak susu pada Law, sementara dia sendiri menyobek bungkusan roti yakisoba. "Memangnya kau tidak pusing, ya?"

"Tidak," jawab Law datar seraya meminum susunya. Dia mengabaikan ocehan [name], diam-diam matanya menatap bercak putih ganjil di leher [name].

"[name]," Law menghentikan ocehan [name], dan menunjuk leher gadis itu. "Ada apa di lehermu itu?"

"Huh? Leherku?" [name] menyentuh lehernya. "Tidak ada apa-apa, kok!"

"Ada bercak putih," jawab Law kalem, sebenarnya curiga dengan hal aneh tersebut. "Kau panuan, ya?"

"Tidak mungkin!" sanggah [name], mengerucutkan bibirnya. Law tersenyum kecil. "Panuan itu 'kan gatal, tapi aku tidak merasa gatal!"

"Ya, ya, baiklah. Bercak putih itu terlihat aneh. Pulang nanti, mampirlah ke rumah sakit, aku akan meminta ayahku memeriksamu."

"Eh? Tidak bisa," tolak [name], ekspresinya tampak menyesal. "Maaf, Law, tapi aku harus membantu Ayahku. Pesanan Amber Lead sedang banyak sekali, keluargaku akan kewalahan."

"Sebentar saja," paksa Law. "Itu tampak aneh sekali, [name]. Setidaknya kau bisa mengobatinya sebelum menjalar kemana-mana."

"Emm, baiklah," [name] tampak ragu. "Tapi, aku tidak janji, ya?"

"Kau ini..."

.

Ternyata bercak putih itu adalah awal yang serius bagi orang-orang yang memilikinya.

Trafalgar Lamie, adik dari Law, ternyata memiliki bercak serupa. [name] baru tahu bahwa bercak putih di kulitnya adalah awal dari sebuah penyakit bernama Sindrom Amber Lead.

"[name]-chan,"Ibu Law menatapnya lembut. "Jangan takut, oke? Kami akan berusaha mencarikan obat untukmu," lanjutnya disertai senyum.

[name] menggenggam kuat rok sekolahnya. Dia tampak ketakutan. "Apa aku akan mati karena penyakit ini, Bibi?"

"Tidak, kami akan mencarikan obatnya," jawab Ibu Law lagi. [name] mengangguk, air mata tumpah di pipinya.

"Jangan menangis," kata Law yang sejak tadi diam memperhatikan [name] diperiksa oleh Ibunya. Meski berkata begitu, Law juga ikut kasihan. Sebagai putra seorang dokter, dia tahu Sindrom Amber Lead tidak bisa disembuhkan.

One Piece Short Story CollectionWhere stories live. Discover now