Abandoned Playground: Kid x Reader

1K 113 35
                                    

"Dasar bodoh, kemana perginya mainanku itu?!”Seorang bocah laki-laki tampak berjalan kesana-kemari. Matanya tajam memeriksa sekitar dan giginya bergemeletuk menahan kesal, seraya mulutnya tak henti-hentinya mendesiskan umpatan-umpatan yang tidak seharusnya diucapkan oleh bocah seusianya.

Kakinya menendang-nendang bebatuan dengan kesal, demi sebuah robot mainan yang jatuh dari genggamannya karena ditarik oleh temannya secara tergesa-gesa. Sekarang, sang teman pergi meninggalkannya sendirian, enggan membantunya mencarikan si robot. Umpatan yang keluar dari bibir mungilnya makin menjadi-jadi, membuat siapapun yang mendengar pasti akan mengelus dada prihatin.

Langkah kakinya membawanya ke sebuah taman bermain yang tidak terurus. Ada sebuah perosotan yang tidak terlalu tinggi dan dua buah ayunan, serta mainan terowongan yang terhubung ke perosotan. Perosotan itu tampak sudah tua, ada sebuah lubang besar di bidang luncurnya. Terowongannya pun dipenuhi karat dan noda. Hanya ayunannya yang masih tampak bagus, dan sekelilingnya ditumbuhi ilalang yang tinggi, lebih tinggi dari tubuhnya.

Bocah laki-laki itu tampak ketakutan saat menyadari dimana dirinya berada. Semakin ketakutan lagi karena dia tidak mengenal daerah ini. Tidak ada siapapun disini, yang ada hanyalah permainan yang tampak menyeramkan itu disertai angin yang berhembus dingin, membuatnya bergidik.

“S-sial. Ini dimana?!”dalam keadaan seperti itu, dia masih bisa mengumpat. Tiba-tiba sentuhan kecil di bahunya membuatnya berteriak kaget. Dia berbalik dan mendapati seorang bocah perempuan, kira-kira seusianya, memiliki rambut berwarna [h/c] sedang menunduk sambil memegangi mainan yang dicari-carinya dari tadi.

“Uwaah! Kau siapa?!”tanya bocah laki-laki itu kaget, dia bahkan terjatuh saking kagetnya. Dia tidak mendengar ada suara langkah kaki di belakangnya tadi! Kenapa bocah perempuan ini tiba-tiba bisa berada di belakangnya?

“M-maafkan aku,”cicit si bocah perempuan, memberanikan diri mengangkat wajahnya. Iris [e/c]-nya berkilau terkena cahaya matahari. Dia mengulurkan tangan pada bocah tersebut, hendak membantunya berdiri. Namun si bocah menepisnya dengan kasar, bangun sendiri dan merebut robotnya.

“Kenapa mainanku bisa ada padamu?”tanyanya kesal. Dia bergegas memeriksa robotnya—takut-takut ada lecet atau salah satu bagian tubuhnya hilang.

“T-tadi, aku melihatnya di bawah pohon disana,”Jemari mungil si bocah perempuan menunjuk arah yang dimaksud. “Lalu kulihat kau sedang mondar-mandir mencari robot, jadi kurasa yang kau maksud adalah robot ini. Aku mengikutimu dari belakang, ingin memanggilmu, tapi langkahmu cepat sekali. Untungnya kau berhenti disini.”

“Huh, alasan konyol!”sembur si bocah laki-laki itu. Bocah perempuan itu gemetar karena terkena bentakan si bocah laki-laki. Kepalanya kembali ditundukkan, jemarinya saling bertaut.

“Maafkan aku. Kalau begitu, aku pulang dulu,”si bocah perempuan berbalik. “Selamat tinggal.”

Si bocah laki-laki, yang sadar dirinya akan ditinggal sendirian di taman sepi dan terbengkalai ini, buru-buru menarik ujung blus yang dipakai si bocah perempuan. Bocah perempuan itu, yang kaget oleh tarikannya yang tiba-tiba, terpeleset dan jatuh terjerembab, wajahnya menghantam tanah. Sayang, di atas tanah itu ada sebuah batu runcing, dan membuat dagunya robek hingga ke rahang kiri.

Tangisan keras membahana mengganti suasana hening taman itu.

Si bocah laki-laki, yang panik dan terkejut karena si bocah perempuan terjatuh karena tarikannya, dan semakin panik lagi saat melihat darah yang mengucur deras dari luka di dagunya. Ditambah dengan tangisan keras si bocah perempuan akibat sakit dan darah sebanyak itu, membuatnya semakin ketakutan dan dirundung perasaan bersalah.

Darah yang mengalir terlalu banyak. Untuk ukuran anak seusianya, tentu saja dia belum pernah melihat darah sebanyak itu. Si bocah perempuan  pun tampaknya sudah tak berdaya, tangisannya masih keras dan bajunya sudah bernoda darah.

One Piece Short Story CollectionWo Geschichten leben. Entdecke jetzt