Tujuh

41 5 9
                                    

Hari Minggu, Jam 9 Pagi.

Tok! Tok! Tok!

“Bri ... Bri?” Kiran mengetuk pintu kamar Brian sambil memanggil si pemilik kamar tersebut.

“Iyaaa, kenapa?!” Brian yang berada di dalam kamar pun bersahut dengan sedikit berteriak. Kemudian dia melangkah membukakan pintu.

Saat pintu terbuka, Kiran mundur satu langkah. Brian muncul dengan penampilannya yang rapi dan parfumnya yang khas dia banget.

“Eh, rapi banget!” seru Kiran saat melihat adiknya itu mengenakan kaos putih polos yang dibungkus kemeja flanel hitam yang tidak dikaitkan kancing-kancingnya, ditambah dengan memakai celana chinos hitam, semakin memancarkan aura karismatik adiknya itu.

Sementara Brian yang dipuji oleh kakaknya itu hanya tersenyum berbangga diri.

“Ih, senyum-senyum. Jijik, tahu!” Kiran merasa aneh melihat ekspresi Brian.

“Ahahaha!” Brian tertawa melihat kakaknya seperti itu. “Ada apa, Kak? Kenapa?”

“Gini. Kamu jadi jalan sama Hera?”

“Lho, bukan mau jalan. Orang mau main ke rumah dia. Mau ketemu ibu juga,” jawab Brian rinci. Iya, ibu yang dimaksud tentu saja adalah ibunya Hera.

“Ooh, kirain mau jalan.” Kiran hanya mengangguk-angguk saja.

“Memangnya kenapa, sih?” Brian penasaran.

“Enggak apa-apa, sih. Ya sudah, hati-hati.” Kiran tiba-tiba berlalu begitu saja meninggalkan adiknya yang tampak kebingungan.

“Yeee, enggak jelas!” Brian sedikit berteriak agar kakaknya itu bisa mendengarnya.
Setelah menutup pintu kamar, dia duduk di kursi belajarnya. Sesekali mengecek lagi, takut ada yang tertinggal. Ponsel, dompet, kunci motor, semuanya aman.

Brian bangkit dari kursi dan melangkah ke depan cermin yang cukup besar yang berada di kamarnya. Dia mematung di sana. Memperhatikan dirinya sendiri yang ada di depannya.

“Padahal enggak jelek-jelek banget, kok. Masih lebih ganteng aku malah, dibanding si Bima. Tapi kenapa Debby lebih milih ke mana-mana sama Bima, ya?” Bima bergumam sendiri.

Di saat Brian sibuk bertanya kepada dirinya sendiri, ponsel yang sejak tadi berbaring di atas meja belajarnya itu berdering karena ada notifikasi pesan masuk. Dia pun segera meraihnya.

Pesan dari Debby?

Debby
“Bisa anter aku ke toko buku, gak? Aku lagi butuh tambahan buku referensi buat persiapan olimpiade nanti.”

Brian mematung cukup lama. Dia tampak bingung dengan perasaannya saat ini. Jujur, dia bahagia pacarnya itu menghubunginya kembali setelah sekian lama. Tapi di sisi lain, dia ada janji hari ini mau ke rumahnya Hera.

Setelah cukup yakin, Brian pun membalas pesan dari Debby tersebut. Jari-jarinya tidak butuh banyak waktu untuk menari dan menyusun huruf per hurufnya.

“Bisa. Kapan? Jam berapa?”

Kirim!

DISPERSI HATIWhere stories live. Discover now