Delapan

16 3 12
                                    

....

“Kenapa mesti di sini sih, Bal?” Brian terlihat cukup gusar harus duduk di koridor depan kelas XI seperti ini.

Ikbal hanya tersenyum iseng melihat Brian yang tampak merasa tak nyaman dengan idenya ini.

“Pak Arham ‘kan nyuruh kita nunggu, Bri. Ya sudah, kita nunggu di sini aja.” Ikbal menjelaskan kepada sahabatnya itu, sambil celingukan memandang siapa pun yang lewat.

“Iyaaa, gue tahu. Tapi kenapa di sini sih? Gila.”

Ikbal menoleh ke arah Brian. Tatapan isengnya tampak tergurat jelas. “Emang lo mau nunggu di depan ruang guru? Mending di sinilah, bisa sambil cuci mata lihat dedek-dedek gemas.”

Brian yang mendengar alasan Ikbal hanya bisa menundukkan wajah, sesekali merutuki kenapa dia punya sahabat yang memiliki kepercayaan diri tingkat super seperti itu.

“Parah, lo. Gue malu di sini,” aku Brian dengan memelototi Ikbal.

Melihat Brian seperti mati kutu begitu, Ikbal malah cengengesan. “Gapapa, anjir. Biar dedek-dedek gemas pada kepo, ‘siapa sih dua cowok ganteng itu?’, begitu. Siapa tahu banyak adik kelas juga yang naksir sama lo, Bri.”

Ikbal memandang Brian dengan penuh kebanggaan. Dia merasa berjasa karena sudah memberikan saran yang baik untuk Brian.

“Gila! Enggak, ah. Gue sudah punya cewek, gue punya Debby.” Kali ini Brian berkata cukup tegas namun terlihat santai.

“Emang lo masih pacaran sama si Debby?” Pertanyaan Ikbal terdengar agak sedikit meremehkan di telinga Brian.

“Akhir-akhir ini gue enggak pernah tuh liat lo jalan bareng sama dia. Malah dia bareng si Bima mulu.” Ikbal berkata dengan nada serius. “Jujur, gue sebagai orang yang tahu kisah lo sama Debby dari awal, merasa penasaran juga, sih.”

Brian terdiam mendengar ungkapan Ikbal. Di lubuk hatinya, dia merasa bahwa apa yang diutarakan sahabatnya itu ada benarnya juga.

Kalau Ikbal yang tahu hubungan gue sama Debby dari sejak awal aja mikirnya gitu, apalagi orang-orang, ya. Jangan-jangan, semua orang berpikir kini Debby pacaran sama Bima? Ah, gila!


***


Bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak tadi. Meskipun begitu, keadaan di sekolah belum benar-benar sepi, masih cukup banyak siswa yang masih ‘berkeliaran’ di lingkungan sekolah.

Sesuai dengan perjanjian mereka kemarin. Brian menghampiri Debby di kelasnya. Kini, dia sedang duduk menghadap Debby. Mereka hanya terhalang sebuah meja belajar, di atasnya ada paper bag berisi buku-buku Debby yang dibeli kemarin.
Debby tak menyapa Brian saat lelaki itu pertama datang, seolah dia tahu situasi yang bakal terjadi akan tidak biasa-biasa saja.

Sampai kini pun, mereka berdua tengah terdiam. Suasananya agak canggung. Di antara sunyi yang tercipta, keduanya seperti mempersilakan satu sama lain untuk bicara terlebih dahulu.

“Kemarin, siapa cowok yang ada di rumah tante kamu?” Sambil menunduk, Brian bertanya dengan suara pelan. Dia mencoba mengendalikan diri agar pembicaraan ini tak harus berselimut emosi. Iya, sejak kemarin, dia sudah berusaha untuk menahan semua amarah yang bergejolak di dadanya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 24, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

DISPERSI HATIWhere stories live. Discover now