4. Rupa Merah

75 14 2
                                    

"

Mas kiri mas, parkir situ aja"

"Kenapa gak naik lagi? Masih jauh kalau dari map"

"Udah mentok sini mas kalo mobil, nanjak lagi udah gaada penitipan"

Saka mau tak mau menuruti perkataan gadis yang sedari awal nyatanya lebih berguna jadi navigasi daripada maps yang ada di layar dashboard mobilnya. Saka yang mengaku tau jalan tadi hanyalah sebuah kiasan karena ia memang sangat mengandalkan maps di mobil mahalnya.

Tapi sepertinya memang Inggrit jauh lebih hapal arah medan sini daripada Saka yang pulang kampung aja masih bisa diitung jari semenjak ia menetap di Surabaya.

"Saya tanyain dulu ke penjaga rumahnya Mbah Guntur di sebelah mananya" intrupsi Inggrit setelah mesin mobil Saka mati, membiarkan gadis itu keluar duluan.

Saka perhatikan ada beberapa anak muda menggunakan ransel besar berjalan melewati mobilnya, walau tidak terlalu ramai. Saka baru sadar jika ini adalah salah satu jalur pendakian ke arah Gunung Arjuno saat melihat tanda panah besar yang ada di jalan dekat sini tadi.

"Mas katanya kalo jalan 15 menit dari sini, mas gak papa kan?" Tanya Inggrit yang kembali setelah menanyakan arah.

Pertanyaan macam apa itu? Dikira Saka gak kuat jalan kalo cuman 15 menit apa?

"Gak papa" jawab Saka datar.

Sepanjang jalan Saka hanya mengikuti langkah Inggrit menuju tempat yang disebutkan penjaga parkir tadi. Keheningan melanda di tengah-tengah mereka.

"Mas saya ajak ngomong ya" tak lama Inggrit nyeletuk dengan pelan, mensejajarkan diri berjalan disebelah Saka sembari membenarkan tas slempang besarnya.

"Hah?"

"Udah jawab aja gak papa, oke? Dari pada bosen kan" Inggrit cuman nyengir.

"Masnya udah pernah kesini belum?"

"Cuman pernah sekedar lewat aja gak pernah masuk gini"

"Masnya pernah muncak ke Gunung Arjuno Welirang sini belum?"

"Belum"

"Masnya kalo sarapan pake nasi apa roti?"

Dan selanjutnya masih banyak pertanyaan Inggrit mulai dari yang jelas sampai random seperti mempertanyakan terakhir kali isi bensin mobilnya berapa liter, sehingga disepanjang perjalan itu mereka tidak terasa sampai di sebuah permukiman kecil yang Inggrit ketahui mereka sudah sampai.

"Udah sampai mas, itu yang rame rumahnya Mbah Guntur"

Saka mengikuti arah pandang Inggrit dan mendapi beberapa orang yang mengantre. Wah gila, kira-kira bakal lama kayaknya ini.

"Ayo antri dulu, kalo beli minyaknya aja kata pak parkir tadi cepet kok. Yang lama itu kalo pake pijet" seakan membaca pikiran Saka, Inggrit tanpa sadar menarik lengan kemeja lelaki itu, mendudukkan diri mereka di dalam antrian.

Dari sini Inggrit tidak lagi menanyakan hal-hal random kepada Saka, sehingga mereka berdua memutuskan untuk memainkan handphone masing-masing.

Selang 20 menit akhirnya giliran mereka dilayani oleh sepasang suami istri yang umurnya mungkin sudah hampir 3/4 abad dan satu perempuan yang berumur sekitar 40 tahunan, mungkin anaknya. Inggrit menyebutkan beberapa pesanan seusai dengan catatan Uti yang sepertinya sudah beberapa kali kesitu untuk membeli minyak untuk rematiknya.

[Satya is calling]

"Eh mas bentar bisa minta tolong bayarin gak ya, saya mau angkat telpon dulu" Inggrit memberikan beberapa uang yang Utinya siapkan dari rumah, tanpa menunggu jawaban langsung beralih dari situ.

Most Beautiful Part [DAY6 Sungjin]Where stories live. Discover now