6. Warung Mang Juki

374 218 209
                                    


Di kantin, saat istirahat, aku duduk bareng Heni, Yaya, Abip, Damar.

Mereka hanya berbicara ini itu saja yang tak perlu, aku hanya mendengarkan sambil memakan makanan ku.

Semuanya teman sekelas ku, cukup dekat denganku. Kecuali Abip, aku tak pernah berbicara bareng dengannya berdua.

"Kantin ini di isi semua siswa, ya?" Tanyaku, sebenarnya itu hanya untuk aku mengetahui dimana Pandji, karena setiap aku makan disini, tak pernah ku lihat dia di kantin.

"Gak semua, banyak yang lebih milih di warung Mang Juki, di belakang sekolah." Kata Yaya, menjelaskan.

"Oh," Kataku.

Langsung saja ku bisa menebaknya, bahwa Pandji pasti ada disana.

"Biar bisa merokok." Sahut Damar menimpali.

"Iya." Heni membenarkan.

"Kan, basecamp geng motor juga." Kata Damar.

"Basecamp?" Tanyaku kepada Damar.

"Iya, Basecamp geng motor si Pandji anak XII IPA 5." Jawab Damar sambil memakan kerupuknya.

"Katanya sih, juga minum-minum disana." timpal Abip.

"Emang iya?" Tanyaku, sedikit kaget saat mendengarnya. Aku berharap itu tidak benar.

"Iya?" Yaya juga bertanya, rupanya dia sama kagetnya dengan ku.

"Katanya...," Jawab Abip.

"Pada gak berani tuh kesitu, apalagi cewek." Kata Heni.

"Kenapa?" tanyaku.

"Gak tau, malas aja kali gabung sama mereka."

"Biasalah, Anak-anak nakal. Takut di apa-apain juga kan."

"Kecuali Zahra, dekel kelas XI IPS 3." Tambah Heni.

"Siapa dia?" Aku bertanya kepada Heni.

"Orang yang suka sama Pandji, udah lama, sebelum kita kelas XII." Itu bukan Heni yang menjawab, tapi Damar.

"Anak SMA lain sama alumni kita, juga suka nongkrong disana." Sahut Abip.

Damar mengangguk, seperti yang diucapkan Abip adalah benar. "Iya, kan udah jadi markas." Damar menimpali.

Kemudian mereka fokus dengan makanannya masing-masing. Hingga dimana aku terkejut dengan kedatangan Pandji bersama teman-temannya yang sangat berisik dan membuat para penghuni kantin menatap mereka.

Kamu bisa membayangkan bagaimana perasaanku waktu itu? Aku merasakan hal aneh dalam diriku, yang ku ingat hanya, aku menjadi salah tingkah.

"Hai Lita!" Sapanya kepadaku.

"Hai Pandji." Kali ini aku menjawabnya, meski grogi. Tapi setidaknya tidak bersikap judes seperti tadi pagi.

"Hanya sapa." Jawab Pandji, sambil mengambil cireng depanku.

"Oh, hehe." Aku hanya tertawa kecil, memecahkan kecanggungan dan kegugupan yang ada di hatiku.

HUGLOVE [on going] Where stories live. Discover now