13. wait for me to come home [end]

8.7K 1K 546
                                    

Ed Sheeran – Photograph

•••

Denting suara sendok dan gelas yang berbenturan terdengar. Harum minuman jahe yang tengah wanita itu siapkan tercium memanjakan hidung. Jeff memang sedang mengurangi mengkonsumsi semua jenis kafein, baik teh maupun kopi, sejak usianya memasuki empat puluh lima tahun.

Jangan salah sangka. Pria tersebut masih sangat terlihat gagah. Terimakasih atas hasil rutinitas olahraga yang ia lakukan saat masih muda, berhenti dari rokok dan alkohol, serta segala macam jenis usaha menjauhi faktor penyakit, yang membuatnya di usia sekarang masih sangat sehat. Jeff masih suka bercanda, gaya bahasanya seringkali menolak tua, namun sayangnya rambut putih yang mulai muncul di antara hitam legam yang lainnya tak bisa menutupi identitas laki-laki itu.

Pun dengan wanita yang kini memakai daster panjang polos, oleh-oleh dari anak keduanya ketika kembali dari Bali tahun lalu untuk merayakan natal bersama. Hanna masih nampak cantik. Wajah keibuannya terlihat semakin kental nampak hingga sorot matanya.

Kini mereka tingga berdua saja di rumah selama bertahun-tahun. Di keseharian, sejak usianya memasuki lima puluh tahun, Jeff hanya akan pergi ke kantor hingga jam makan siang, lalu menghabiskan sore dan malam dengan sang istri.

Seperti saat ini. Di sore pukul lima, langit mulai berwarna keorenan ketika Hanna meletakkan cangkir di meja bundar, tepat di samping kursi yang diduduki sang suami.

"Besok Jena mau kesini."

Suara Hanna membuat Jeff menoleh.

"Oh, ya?" senyum tipis terlukis di bibir pria itu sebelum kembali mengalihkan wajah ke arah koran di tangan, "dia lagi di rumah sini?"

Yang dimaksud Jeff dengan 'rumah sini' adalah rumah Jena dan suaminya yang di Jakarta. Sekalipun anak dan menantunya itu menetap di Bali dan memiliki rumah megah disana, suami Jena memutuskan untuk membeli rumah di Jakarta juga karena mereka masih akan sering berkunjung ke kota asal.

"Iya. Tadi siang barusan ngabarin."

"Tumben? Bukan liburan, loh."

"Katanya mau minta ajarin bikin Cannoli."

Jeff mengernyit, tanpa mengalihkan mata dari bacaannya, ia bersuara. "Apa, tuh?"

"Semacam kue pastri. Dulu kamu pernah beberapa kali aku titipin pas lagi hamil Gellar. Inget?"

Yang ditanya menggeleng.

"Pas kita ke Itali, kita sering beli itu juga."

"Ooh," kepala suaminya langsung manggut-manggut mengerti. "Yang bentuknya kayak kue gulung?"

"Iya, kayak tabung itu."

Jeff manggut-manggut lagi. "Jena ke rumah sendirian apa gimana?"

"Gak tahu. Kenapa?"

"Mau aku mintain tolong nyuci Jeep," Jeff membalik halaman korannya. "Lumayan ada yang disuruh."

Hanna mencibir, menggeleng tak setuju. "Mantunya jauh-jauh dari Bali kesini kok malah dibabuin? Lagian ke tempat cuci mobil, kan, bisa."

"Gak babuinlah. Kan aku juga ikutan nyuci. Gotong-royong namanya."

Angin sore berhembus mulai kencang. Bulan Februari masih sering membuat bumi Jakarta ditetesi air hujan. Hanna mengusap kulit lengannya yang mulai terasa dingin.

"Masuk, yuk? Udah mau gelap."

Jeff mengangkat kepala seolah memastikan. Tangannya kemudian menutup koran, mengangguk, dan berdiri. Jeff menyentuh pinggang istrinya dan menuntun masuk ke rumah beriringan.

imperfect.Where stories live. Discover now