Day 13 - The 13th 🤔

17 5 0
                                    

Siang itu aku menghampiri Damar di rumahnya. Yah, orang bisa saja bilang aku ganjen karena bertamu ke rumah cowok. Namun, hei, kami berteman sejak kecil piyik. Ibunya pun sudah biasa saja jika aku berdebat hebat di rumahnya. Memang begitulah kami.

"Ayo, Mar, antar ke Gramed. Please!" pintaku dengan gestur dan suara memelas.

"Mau ngapain, sih?"

"Ayolah, please. Hari ini launching dan book signing penulis favorit gue. Nanti pulangnya gue traktir burger McD," kataku sambil memberi iming-iming makanan kesukaan Damar.

Damar akhirnya mengalah. Dia mengambil kunci motor yang tergantung di dekat kalendar. Namun, kulihat matanya melotot melihat tanggalan.

Cowok itu menaruh lagi kunci motornya dan kembali ke tempatku. Dengan santai dia mengambil ponselnya lalu duduk dan bermain gim.

"Damar!" gertakku kesal sambil menarik ponselnya. "Gimana sih, tadi lo udah mau nganterin gue, kok sekarang malah duduk lagi," sungutku.

"Nggak, Nad. Sorry, gue nggak bisa," elaknya.

"Kenapa?"

"Sekarang tanggal 13! Gue nggak mau ke mana-mana," katanya tegas.

"Astaga! Memangnya kenapa sama tanggal 13? Jangan bilang lo percaya mitos kesialan di tanggal 13?!" tebakku.

Dia mengangguk. "Udah banyak buktinya. Gue nggak mau coba-coba lagi," katanya bersikukuh.

"Ayolah, Mar! Temenin gue. Lagian, masa lo percaya takdir jelek lo Lo sial karena lo jalan sendiri, kan? Sekarang sama gue, pasti bedalah," bujukku.

Akhirnya setelah berdebat dan membujuk dengan seribu satu cara, Damar mau mengantarku.

Akhirnya setelah berdebat dan membujuk dengan seribu satu cara, Damar mau mengantarku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Siang itu, kami berjalan mendorong motor menyusuri jalan protokol yang ramai. Tak terlihat juga tukang tambal ban di dekat sini.

Setelah berjalan hampir dua kilometer, akhirnya kami menemukan bengkel kecil. Namun, ban motor Damar terlanjur tak bisa ditambal, sudah terlalu lebar hingga harus diganti ban dalamnya.

"Udah, ganti deh. Ntar gue yang bayarin," kataku berusaha menetralkan emosi Damar yang masih kesal terhadapku.

Selesai mengganti ban, belum jauh motor berjalan, cuaca berganti cepat. Hujan deras mengguyur kota. Sedangkan Damar tidak membawa jas hujan. Bajunya basah, dia hanya memakai jaket denim. Sementara bajuku tidak terlalu karena jaket yang kupakai berbahan parasut. Kami memutuskan berteduh. Namun, berteduh di emperan toko di pinggir jalan memang berisiko. Mobil-mobil melaju kencang menyipratkan air yang menggenang di jalan.

Damar bersungut-sungut, kesal, dan menyemburkan sumpah serapahnya.

"Tuh, kan, udah gue bilang 13 banyak sialnya. Lo nggak percaya!"

"Chill, Mar. Justru karena lo terlalu percaya jadi kesialan datang terus. Lo nggak ingat guru agama pernah bilang, 'Allah itu mengikuti prasangka hamba-Nya'!"

"Lagian nggak semuanya sial, kok. Buktinya tadi kita dapat doorprize di acara launching. Atau bisa aja kan semua yang terjadi sama kita sekarang buat latihan kita biar sabar," ujarku menenangkan Damar.

Dia diam. Meski terlihat masih kesal, tapi dia sudah berhenti merutuk.

 Meski terlihat masih kesal, tapi dia sudah berhenti merutuk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

13-02-2022

Challenge kali ini adalah membuat tulisan tentang mitos angka tiga belas.

EMOJITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang