Cause I'M Yours

1.5K 67 2
                                    

Javier tertegun. Selama ini dia telah menyalahkan ayahnya yang telah membuatnya mengalami pernikahan yang tidak dia inginkan ini. Ternyata bukan ayahnya, melainkan Mary yang membuat ayahnya menjodohkan Javier.

"Mary, kenapa kau selalu memaksakan kehendak? Tidak semua hal yang kau inginkan bisa kau dapatkan!" ucap Javier.

"Tapi aku harus mendapatkanmu!"

Javier menggeleng. Dia ingin mengatakan dengan lantang bahwa dirinya tidak mencintai wanita di hadapannya ini tapi dia tidak tega.

"Aku tidak bisa Mary," Javier menggeleng.

Mary semakin memanas. "Kalau begitu ceraikan saja aku!"

Javier menatap Mary. Mary kemudian mendongak dan menatap pintu kamar putrinya.

"Ivy! Kemari Nak!" teriak Mary.

Javier menggeleng. "Tidak Mary. Ivy tidak boleh melihat kita bertengkar! Jiwanya akan terguncang!"

"Bukankah itu yang kau inginkan?" kata Mary dengan tatapan tajamnya. "Ivy, Mommy bilang kemari!"

Perlahan pintu terbuka. Ivy keluar sambil menangis melihat kedua orangtuanya bertengkar. Di dalam kamarnya dia dapat mendengar semuanya dan Ivy sudah cukup besar untuk tahu apa yang dibicarakan kedua orangtaunya.

Hati Javier hancur melihat Ivy menangis dengan wajah sedih seperti itu. Setelah Ivy menuruni tangga, Mary segera meraihnya.

"Karena Ivy masih di bawah umur, maka akulah yang akan mendapatkan hak asuhnya!" kata Mary. "Kau tidak boleh bertemu dengannya tanpa seizinku!"

Javier tentu tidak dapat menanggung beban rindunya apabila dia jauh dari putri semata wayangnya.

"Mommy! Daddy! Aku tidak mau kalian berpisah!" rengek Ivy.

Javier semakin hancur. Dia menggosok mukanya dengan kedua telapak tangannya dengan kasar.

"Kau memilih Ivy atau memilih wanita itu? Jika kau memilih wanita itu, pergi dari rumah ini dan jangan pernah kembali! Putuskan dari sekarang!" tegas Mary.***Jo duduk di meja makan di apartemennya. Perasaannya tidak tenang sedari tadi dia menunggu kedatangan Javier. Waktu pun berlalu hingga matahari mulai condong ke arah barat.

"Kenapa dia telat seperti ini? Apa yang terjadi?" gumam Jo saat melihat jam dinding yang menunjukkan pukul enam sore.

Sudah seharian dia menunggu. Wajah cerianya sudah hanyut terbawa waktu.

Jglek!

Pintu apartemen terbuka dan Javier muncul. Jo segera berlari menghampiri kekasihnya lalu memeluknya.

"Kukira kau tidak akan datang," ucap Jo. "Saat aku diculik, yang aku pikirkan hanyalah dirimu."

Javier membalas pelukan Jo dengan erat. Hatinya sedih. Setelah pertengkarannya dengan Mary tadi siang, kini hubungannya dengan Jo berada di ujung tanduk.

Jo melepaskan pelukannya kemudian menangkap raut wajah Javier. "Kenapa? Apa terjadi sesuatu?"

"Kita harus bicara," ucap Javier kemudian memegang tangan Jo dan membawanya duduk di sofa.

Jo mendengar cerita terbongkarnya hubungan mereka oleh Mary dari Javier sampai mendengar pengakuan bahwa Marylah yang berada di balik kasus penculikan Jo.

Hati Jo pun merasa hancur ketika Mary menjadikan Ivy sebagai senjata agar Javier tidak menghukumnya. Tapi dia tidak dapat melakukan apapun lagi. Jo pasrah mendengar pilihan yang Javier pilih.

"Pilihanmu sudah tepat," ucap Jo dengan mata berlinangan air mata.

Javier menatap Jo dengan tatapan yang berkaca-kaca. "Jo, aku mencintaimu. Hanya kau yang aku cinta."

"Hubungan kita, tidak akan memiliki masa depan. Sampai sejauh ini, sudah merupakan pencapaian yang luar biasa. Kau sudah benar, memilih keluargamu," Jo menghapus air matanya dia teringat akan rencananya untuk pergi dari Javier.

Mungkin inilah saatnya.

 "Bahkan jika kau memilihku, aku akan memintamu untuk memilih keluargamu." Jo berdiri dari sofa, Javier berusaha menghentikannya.

 Meskipun dia sudah memilih keluarganya, tapi hatinya tetap memilih Jo. Dia tidak ingin kehilangannya saat ini.

"Jo, aku tidak ingin kehilanganmu," ucap Javier lirih dan air matanya jatuh.

"Javier, kau masih ingat dengan janjimu?" tanya Jo, tanpa membalikkan badannya. "Kau berjanji akan mengabulkan apapun yang kuminta saat pertama kali kita dekat."

Javier mengangguk saat dia menawarkan golden ticket berupa perwujudan keinginan karena Jo telah beberapa kali menyelamatkan Ivy.

"Sekarang aku memintamu untuk mewujudkan satu hal," Jo memberanikan diri untuk berbalik dan menatap Javier. "Aku ingin hubungan ini berakhir dan kau kembali pada keluargamu."

Javier tertunduk. Kegagalan kembali dia rasakan. Kali ini dia gagal mempertahankan cintanya. Jo menyimpan kunci apartemen yang dia punya ke atas meja kemudian pergi dari sana membiarkan Javier sendiri.

Jo mengemudi menuju Desa Forks sambil menangis. Di dalam mobilnya, dia menyalakan musik dan lagu berjudul Secret Love Song dari Little Mix terdengar. Lagu itu seakan mewakili perasaannya saat ini. Tangisannya semakin deras.

We keep behind closed doorsEvery time I see you I die little moreStolen moment that we steal as a curtain falls

It'll never be enough

It's obvious you're meant to meEvery piece of you, it just fits perfectlyEvery second, every thought I'm in so deep

But I'll never show it on my face

But we know this, we got a love that is homelessWhy can't you hold me in the street?Why can't I kiss you on the dance floor?I wish that it could be like thatWhy can't we be like that?Cause I'M Yours

Semua kenangan kebersamaan mereka terlintas begitu saja di benak Jo. Momen-momen bahagia saat mereka menyatakan cinta, saat bermain bersama Ivy di taman bermain, saat berdansa di pesta topeng, dan saat perjalanan mereka ke New York. Segalanya terasa begitu indah namun begitu menyakitkan di saat yang bersamaan.

Jo sampai di ruko Bibi Ema. Dia menatap Bibi Ema yang terlihat begitu tua. Bibi Ema sudah layaknya seperti ibu baginya.

"Apa apa? Kenapa kau menangis?" tanya Bibi Ema menghampiri.

Jo memeluk Bibi Ema dan menangis dalam pelukannya.

"Kau berpisah dengan kekasihmu?" tanya Bibi Ema yang hanya dijawab oleh anggukan.

Bibi Ema mengusap rambut Jo dan tidak bertanya lagi.***Tom masuk ke dalam ruangan yang gelap dan remang-remang. Di dinding ruangan terdapat deretan lampu bertuliskan Lux. Club malam itu sangat ramai dengan orang-orang berbau alkohol dan wanita berpakaian seksi. Di meja bar, Tom melihat orang yang dikenalinya terkulai. Tom segera menghampirinya.

"Tuan, ayo kita pergi dari sini!" kata Tom setelah berhadapan dengan Javier.

Javier terlihat sangat kacau. Alkohol sudah melumpuhkan kesadarannya. Lebih tepatnya, cinta sudah melumpuhkan kesadarannya.

Tom segera membopong Javier untuk masuk ke dalam mobilnya. Sambil mengemudi, sesekali Tom melihat Javier yang terkulai di jok belakang melalui kaca spionnya.

"Tuan, apa kau ingin aku membawamu pulang ke rumah atau apartemen?" tanya Tom.

Javier tersenyum. "Hem. Antarkan aku ke Desa Forks!"

Tom menggeleng. Mengantarnya ke apartemen dan menemaninya sampai sadar adalah hal yang akan dilakukannya.♤♤♤

Cause I'M YoursUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum