Prolog

47.9K 4.1K 189
                                    

Bukankah itu aneh?

Jatuh cinta, rela melakukan apa saja demi sang kekasih, bahkan lebih memilih mati daripada tidak melihatnya di dunia. Seperti kisah Romeo dan Juliet.

Lusi pikir, kisah itu hanyalah kisah yang dibuat-buat oleh penulis yang dramatis. Tapi setelah dia telusuri, ternyata tidak satu dua kali dirinya menjumpai kisah yang hampir sama, di mana pasangan rela mati jika tidak bersama satu sama lain. Sungguh tragis.

"Hahahahahah!" Lusi menjilat ibu jarinya sebelum membalik halaman selanjutnya. Lucu sekali rasanya membaca tingkah Aydan yang salah tingkah di dekat Natasya. Apakah ada laki-laki menggemaskan seperti itu di dunia nyata? Tentu tidak.

"Bagus banget itu?"

Lusi menoleh, menunjukkan senyuman lebar hingga gigi rapinya tampak. Walau wajahnya terlihat pucat dan lelah, dia bisa tersenyum selebar itu jika sedang membaca komik. Hal paling favorit yang dia lakukan selama hidup.

"Gue suka banget komik ini! Judulnya Natasya's Love, nggak nyesel gue baca semaleman," ucap Lusi.

"Ceritanya soal apa?" Feronika yang lebih suka komik horor daripada romansa jadi penasaran dengan komik yang dibaca Lusi. Pasalnya, komik itu sampai membuat Lusi sebahagia ini.

"Tokoh utama ceweknya bernama Natasya. Dia cewek yang lemah, gampang nangis, pokoknya menye-menye gitu. Eh, malah dideketin sama dua pentolan sekolah yang sebenarnya sahabatan. Si tokoh utama cowok namanya Aydan dan tokoh pendukungnya Bizar. Tapi gue suka banget sama Bizar!"

"Kenapa? Dia kan bukan tokoh utama," kata Feronika yang tidak mengerti.

"Sifat, tindakan, pemikiran, semuanya lebih bagus Bizar. Dia itu cowok idaman walau cuek dan dingin di luar. Sebenarnya dia orang yang perhatian, cuma sulit buat mengekspresikan karena punya masa kecil yang suram. Akhhh, kalau dia ada di dunia nyata, gue pasti udah peluk dia. Gue kasihan sama dia.  Setelah tokoh utama bersama, nggak ada lagi kisah tentang dia. Karena dia cuma alat agar tokoh utama bisa mendekat."

Feronika terkekeh mendengarnya. "Apa pun itu, dia cuma fiksi. Jangan terlalu terlena."

Pipi Lusi memerah. Dia menyentuh dadanya dengan tangan kirinya. "Tapi gue beneran jatuh cinta sama Bizar.  Gue nggak pernah ngerasain hal kayak gini selama ini."

"Hadeh, Lus. Emang udah berapa komik yang lo baca? Ratusan, kan?  Ntar lo juga ngefans ke fiksi-fiksi yang lain. Itu cuma sementara." Ucapan Feronika memang tidak salah. Ini adalah kesekian kalinya dia jatuh cinta dengan fiksi.

"Kayaknya lo beneran perlu ketemu cowok di dunia nyata,  biar nggak kebanyakan halu. Mau gue kenalin ke siapa? Nih, kenalan gue banyak." Feronika membuka ponselnya, hendak menunjukkan beberapa foto pria pada Lusi.

"Nggak usah, Fer. Mana ada cowok mau sama cewek penyakitan kayak gue?" Lusi tersenyum miris lalu menutup wajahnya.

Feronika menarik kedua tangan Lusi dan di genggamnya. "Lo ... bakal sembuh. Percaya sama gue."

Awalnya, Lusi ingin lega setelah mendengar kata-kata Feronika, sahabatnya yang sudah menemaninya di rumah sakit selama ini. Tapi Tuhan seolah tidak membenarkan hal tersebut. Jantung Lusi tiba-tiba berdetak begitu kencang sampai dadanya sesak. Pernapasannya mulai tercekat hingga bulir-bulir keringat berjatuhan. 

"Fer ... sakit," ucap Lusi. Feronika yang panik langsung berlari ke luar untuk memanggil dokter atau suster. Sayangnya, Feronika terlambat. Saat dokter yang biasa merawat Lusi datang, gadis itu sudah menghembuskan napas terakhirnya dengan komik di dalam dekapan.

Sepanjang kegelapan yang dilihat Lusi, dia masih bisa mendengar tangis kencang Feronika yang memanggili namanya. Lusi juga kalut, walau usianya memang sudah diprediksi tidak panjang, dia tidak percaya akan secepat ini maut mendatanginya. Lalu apa yang harus dia lakukan sekarang?

Tubuhnya melayang dan meringkuk di suatu tempat. Cahaya dalam dadanya muncul dan menerangi sekitar. Ke manakah dia harus pergi? Apa yang harus dia lakukan? Sekarang dia tidak tau sedang ada di mana dan harus apa.

Hingga muncul seseorang yang berenang menuju ke arahnya. Rambut gadis itu meliuk-liuk sepanjang pergerakannya yang cepat. Dari atas sana terdengar teriakan keras memanggili namanya.

"LAUREN! LAUREN!"

Tepat setelah sampai di dekat Lusi, gadis itu tersenyum. "Jadi kamu yang datang."

"Kamu kenal aku?" Sontak Lusi menutup kembali bibirnya karena dia baru menyadari posisinya yang berada di dalam air. Namun, anehnya dia bisa bernapas dan berbicara dalam sini.

Tak menjawab pertanyaan Lusi,  gadis itu malah tersenyum lalu menutup matanya. Kedua tangannya menggenggam tangan Lusi dan seluruh pandangan Lusi pun mengabur dengan sendirinya.

Apa aku sudah mati?

Siapa gadis itu?

Di mana aku?

-----

I'm In Love With A Second Lead Where stories live. Discover now