THE BLACK WINGS

9 1 0
                                    

THE BLACK WINGS
by Satu

~

Bulan tengah berada di puncak kegelapan saat ini, bersinar benderang melawan awan di sekitarnya. Aku bangun menuruni kasur dan berjalan mengendap menuju pintu, lalu membuka pintu dengan gerakan kecil dan melihat keadaan di luar. Bagus, keadaan di luar sangat sunyi. Tidak terlihat lagi lalu lalang pelayan, ini akan menjadi waktu yang sangat pas. Aku kembali memasuki kamar dan segera memakai jubah hijauku, serta mengambil sebuah lampu.  Segera kupacu langkahku, menusuri kastil ini sebelum orang-orang itu melihatku.

Saat akan menuruni tangga, aku melihat beberapa penjaga berbaju zirah tengah berjalan ke arahku. Aku terkejut, sontak kuputar langkahku menuju salah satu pilar guna bersembunyi. Samar aku mendengar percakapan mereka.

“Kau tahu, beberapa orang menghilang secara misterius belakangan ini,” ucap salah satu dari mereka.

“Ya, aku mengetahuinya. Bahkan aku mendengar beberapa dari mereka tergeletak tak bernyawa di dalam hutan itu, dengan luka seperti gigitan pada leher mereka.”

“Ah, ini pasti ulah ‘mereka’. Siapa lagi jika bukan ‘mereka’ yang dapat melakukan hal itu?” sela penjaga yang membawa pedang.

“Aku berpikiran sama denganmu. Kita harus memperketat penjagaan di sekitar istana.” Sepertinya percakapan mereka usai, kulihat mereka sudah pergi, menjauh dari tangga yang ingin kulalui. Aku berdiri mengeluarkan tubuhku, mataku memperhatikan sekitar, jika saja ada penjaga yang lainnya.

Setelah dirasa aman, aku pun menuruni satu persatu anak tangga, menuju bagian belakang kastil ini. Selama perjalanan, aku merasa jantungku bertalu begitu cepat, napasku tersengal, tanganku mendingin, entah karena udara malam atau karena adrenalin yang meningkat. Setelah melalui perjalanan menegangkan, dapat kulihat gerbang di depan mataku. Gerbang itu terlihat berkarat dan banyak dirambati oleh tanaman belukar. Dapat terlihat hutan yang begitu gelap nan pekat dibalik gerbang itu. Aku mengeluarkan lampu yang kubawa tadi. Aku mejentikkan jariku, lalu muncul api kecil di dalam tanganku, aku pun memasukkan api tadi kedalam lampu. Aku berdiri, menatap ke arah kastil untuk yang terakhir kali. Sebelum sesuatu yang entah baik atau buruk menyambutku di depan sana. Ini saatnya aku pergi, aku tidak ingin berdiam diri dengan naif di tengah kericuhan yang terjadi. Aku tahu ini tindakan bodoh, namun aku tidak memiliki pilihan lain.

Aku kembali menatap gerbang tersebut. Perlahan kakiku bergerak maju, ini adalah awal dari semuanya. Awal dari kejelasan hidupku. Aku, Lithiana pergi dari kekang yang kalian buat.

***

Keadaan di dalam hutan sangat gelap. Banyak akar pohon yang mencuat, bisa saja membuatmu terjatuh. Aku melangkahkan kaki dengan perlahan, sembari mengarahkan lampu yang kubawa ke segala arah. Aku hampir tak bisa melihat apa pun, namun aku terus membawa langkahku ke depan. Aku sudah sejauh ini, aku tak boleh mundur apa pun yang terjadi. Bulan di atas sana kini kian meredup, sinarnya terhalangi oleh barisan awan, membuat suasana semakin gelap.

Tiba-tiba aku merasakan sesuatu dari arah belakang, sesuatu yang seperti tengah mengintaiku. Aku mencoba bersikap tenang dan kembali melanjutkan perjalanan, namun dengan sedikit mempercepat langkahku. Masih kurasakan sesuatu di belakangku, kali ini pergerakannya seakan mengikuti kecepatan langkahku. Tubuhku  bergetar, aku mencoba menengok ke belakang, tapi hanya gelap yang kutemui.

Di tengah kesunyian, aku mendengar sesuatu itu menggeram. Aku sangat ketakutan, aku tak bisa bepikir dengan jernih sekarang, aku berlari. Aku berlari dengan sesekali menengok ke arah belakang. Sialnya aku tersandung. Kakiku mengait akar pohon yang mencuat. Aku terjatuh, lampu yang kubawa mati dan hilang entah ke mana. Aku dapat merasakan sesuatu itu semakin mendekat, aku bangkit dan kembali memacu langkahku. Langkahku terseok, berulang kali aku terjatuh, pun berulang kali aku bangun. Aku berlarian tak tentu arah dan tanpa kusadari aku telah masuk ke dalam jantung hutan.

Antologi : Vampire MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang