🍒 Bertemu 🍒

67 15 0
                                    





#AuthorPOV

Sejak hari itu, Alfred terus melakukan berbagai hal dan berbagai cara untuk membuat Ziva terus didekatnya. Ziva sempat berkali-kali memberikan penolakan, karena mengaku tak ada rasa terhadap pria itu. Namun Alfred tak putus asa, dia berkata akan terus berjuang. Karena yakin, suatu saat Ziva akan menerimanya.

Disisi lain, Ziva masih menunggu pesan dari seseorang. Pesan untuk traktiran yang tak kunjung terlaksana. Ziva tak memiliki nomor pria itu, karena ia hanya memberikan nomornya saja tanpa meminta balik. Ziva hendak meminta nomor Randy pada Alfred, tapi melihat pria itu yang sangat posesif padanya. Bisa-bisa ia diserbu berbagai pertanyaan.

"Zii! Cepetan!"

"Iyaa bentaarr!" sahut Ziva yang baru hendak menuruni tangga.

"Lama banget," sebal Alex yang terus melirik jam tangannya.

"Ck, cerewet banget sihh. Lagian acaranya masih lama kelarnya. Entar disana juga nggak ngapa-ngapain."

"Udah-udahh, ayo berangkat. Yang lain udah nungguin disana."

🍀

"Kak, jalannya bisa pelan dikit nggak. Susah ini jalannya," gerutu Ziva yang kesusahan menyamai langkanya dengan Alex.

Alex menghela nafas, lalu memelankan langkahnya. Setelah mengisi buku tamu dan memberikan amplop. Keduanya berjalan bersama memasuki area tempat diadakannya acara.

Alex langsung menangkap keberadaan Tama yang melambai kearahnya. "Mereka disana," tunjuk Alex dengan dagunya. Ziva ikut menoleh, dan mendapati kumpulan teman-teman dari Alex.

"Bro, kemana aja lo baru nongol. Oh ya, hai Ziva. Makin cantik aja," sapa Tama.

Ziva balas dengan senyum kikuk. "Oh ya, gue udah denger soal berita itu. Bukannya nggak percaya, cuman mau memastikan. Kalian beneran saudara kembar?"

"Maaf nih nimbrung, tapi untuk orang yang nggak tau. Pasti ngiranya kalian pasangan." Timpal Asri, kekasih dari Tama.

"Aku setuju sayang, iya sih kalian rada mirip. Tapi lebih cocok jadi pasangan daripada sodara." Sambung Tama lagi.

"Hm, kak gimana kalau kita sapa mantennya dulu?" ujar Ziva berusaha keluar dari situasi tersebut.

Tak menjawab, Alex melangkah pergi menuju pelaminan.

"Selamat ya Tom, samawa."

"Thanks Ziva, and thanks udah dateng. Tadinya nggak ngira si Alex dateng. Eh, beneran dateng barengan sama kamu."

Ziva terkekeh, lalu kemudian beralih pada sang pengantin wanita yang terlihat cantik dibalut kebaya berwarna putih dan hijab senada. Ya, yang menikah itu adalah Tomi.

🍀

Brukk...

Alex yang berjalan didepan lantas menoleh mendengar sesuatu terjatuh.
Dan ternyata souvenir nikahan yang Ziva bawa tadi.

"Maaf mba," ucap pria yang kini berjongkok membereskan souvenir milik Ziva yang barusan tak sengaja ia tabrak.

"Nggak papa mas, saya juga salah karena nggak liat jalan."

"Ada apa?" tanya Alex menghampiri.

Pria tadi sudah selesai membereskan souvenir tersebut, lantas ia berdiri untuk menyerahkannya pada Ziva.
"Ehh, Ziva?"

"Astaga, ternyata kamu Lex. Wahh, udahh lama nggak ketemu. Kamu apa kabar?"

"Baik, kamu sendiri? Hm, ada Kak Alex juga ternyata. Apa kabar kak?" Lirik Felix kearah Alex dengan senyuman menyapa. Dimana Alex tengah berdiri dibelakang Ziva.

"Ohh ya, Felicia nggak ikut? Gimana kabarnya? Gue nyesel karena nggak ikut reunian tahun lalu. Tahun ini, gue pasti ikut deh."

Yaa, meski Ziva tak ikut serta lulus bersama teman-teman sekelasnya. Namun, ia masih dianggap sebagai satu angkatan alumni. Minggu-minggu awal Ziva siuman, banyak temannya yang datang berkunjung. Bahkan dari kelas lain juga ada, yang mengenal Ziva dari organisasi osis.

"Oke, nanti pasti dikabarin. Hm, aku masuk dulu ya."

"Iya Lix, titip salam buat Felicia."

Felix mengangguk sebagai jawaban dan berlalu pergi memasuki tempat diadakannya acara.


🍀


"Mau kemana?" tanya Alex yang berpapasan dengan Ziva di tangga. Gadis itu sudah rapi hendak pergi kesuatu tempat.

"Ketemu temen," jawabnya seadanya.

"Siapa?"

"Yaa... Temen."

"Iya, maksudnya namanya siapa?" jengah Alex.

"Kak Randy."

"Randy? Wait... Randy temennya--"

"Iya, udah ahh banyak banget pertanyaannya. Mama dimana?"

"Nggak tau," jawab Alex acuh kemudian melanjutkan langkahnya.

"Ihhh, KAK ALEX!"


🍀


Randy sore tadi mengirim pesan teks pada Ziva, berisi alamat sebuah tempat serta ajakan untuk bertemu malam ini. Ziva sedikit merasa tak enak karena bertemu pada malam hari, tapi mengetahui Randy yang harus kekantor pada pagi hingga sore. Terpaksa Ziva menyetujui hal tersebut, lagian kedua orangtuanya tak mempermasalahkan untuk keluar malam hari.

"Kemari?" tanya Ziva ragu, takutnya Randy salah tempat.

Pria itu mengangguk. "Ayo," ajaknya tak sengaja menggenggam tangan Ziva. Lantas saja wanita itu langsung mematung ditempat. "Owh, maaf." Ucap merasa bersalah.

Ziva memegangi pinggir bajunya, lalu tersenyum kearah Randy. "Ayo kak," ucapnya kemudian berjalan duluan.

"Udah lama nggak makan bakso," Randy berucap dengan tangan yang sibuk menuangkan minum kedalam gelas yang memang tersedia diatas meja.

Ziva melirik sekeliling, lumayan ramai. "Hmm, Ziva yang traktir loh kak. Kenapa malah milih tempat kaya gini? Bisa aja kakak milih restoran bagus yang juga menyediakan menu bakso."

Randy menatap Ziva sejenak, lantas kemudian terkekeh. "Benar-benar berubah."

"Hm? Apanya?"

"Kamu," tunjuk Randy pada Ziva.

Ziva terdiam.

"Hufhh, yaa Ziva juga merasakannya kak. Mau gimana lagi, semuanya tersedia tanpa harus berfikir akan habis atau kekurangan. Sejujurnya, Ziva juga rindu dengan kehidupan Ziva yang dulu. Beli ayam goreng hanya dapat jatah satu. Beli barang branded harus nabung beberapa bulan. Sekarang? Bahkan dengan toko nya pun bisa dibeli." Curhat Ziva.

Randy terkekeh mendengar keluhan wanita didepannya. "Itulah yang kakak rasain, tapi posisi kita terbalik. Kakak dulu mau minta apa aja pasti langsung dikabulin. Mau ini itu bisa dibeli tanpa fikir panjang. Lahh sekarang? jangankan pakaian, makan sehari-hari aja harus berhemat."

"Hmm, maaf."

"Kok minta maaf?" tanya Randy keheranan.

"Dulu Kak Randy kan udah cerita soal papanya kakak yang bangkrut karena papanya Kak Alex yang ternyata juga papanya Ziva."

"Sudahlah, jangan diungkit. Sudah berlalu juga kan."

Pesanan tiba, Ziva berbinar melihat bongkahan bakso besar yang ada diatas nampan. "Gede banget,"

"Kamu suka pedes kan? Ada cabenya loh itu didalem."

"Masa?" Ziva buru-buru mengambil alih garpu dan pisau. Membelah bakso raksasa itu dengan sedikit kesusahan.

Randy datang membantu, dan bakso itu pun berhasil terbelah. Lahar cabai beserta bakso kecil turut hadir didalamnya. Keduanya pun menyantapnya, sambil sesekali berdesis kepedasan.




🍒🍒






THANKS FOR READERS ♥

I'll be your girlfriendWhere stories live. Discover now