Tiga Belas!

41 6 0
                                    

Dafik seketika dibuat bingung oleh teman-temannya yang langsung menghampirinya saat ia baru sampai di sekolah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Dafik seketika dibuat bingung oleh teman-temannya yang langsung menghampirinya saat ia baru sampai di sekolah. Belum satu langkah memasuki kelasnya, tiba-tiba saja Bima, Arza, dan Adun menghalangi jalannya dan membawanya ke depan kelas. Tentu hal itu membuat tanda tanya di kepala Dafik dan juga perasaan was-was.

"Ada apa?" tanya Dafik dengan raut waspada. Mengingat bagaimana teman-temannya sedang memusuhinya.

Awalnya, Dafik pikir Bima dan yang lain akan melabraknya, tapi dugaannya ternyata salah saat Bima tiba-tiba merangkul bahunya.

"Gak usah tegang gitu dong mukanya," ejek Bima seraya terkekeh saat menyadari raut wajah Dafik. Sementara Arza dan Adun, mereka tertawa.

Bima melepas rangkulannya. "Kita gak bakal ngapa-ngapain lo. Justru kita ke sini mau minta maaf sama lo."

Dafik yang masih bingung pun bertanya, "Minta maaf?"

"Iya, Fik. Bima sama yang lainnya mau minta maaf karena udah percaya sama tuduhan kalo lo yang bawa rokok waktu LDKS kemarin, dan udah ngucilin lo." Ela tiba-tiba datang dari dalam kelas dan membantu menjelaskan semuanya.

Bima mengangguk. Membenarkan ucapan Ela.

"Jadi, lo udah maafin kita semua, kan?" tanya Arza menatap Dafik penuh harap. Begitupun yang lainnya.

Dafik terlihat berpikir. Namun detik selanjutnya, ia menganggukkan kepalanya. "Iya gapapa. Kalian semua udah saya maafin. Lagian kejadiannya udah lama," jawabnya membuat semuanya tersenyum senang.

Bima kembali merangkul Dafik. "Thanks, Brodie!"

"Nah, gini 'kan enak liatnya. Akur, jangan berantem-beranteman," imbuh Ela seraya tersenyum. "Karena sekarang udah pada baikan, gimana kalo pulang sekolah nanti kita nongkrong. Gue yang traktir kalian. Gimana?"

"Widihhh! Gak nolak sih kalo ditraktir. Gasss!" timpal Adun seketika langsung semangat.

"Tapi jangan dikasih hati minta jantung. Sedikit aja jajannya," ujar Ela seketika membuat senyum Adun luntur.

"Yahh gak asik. Kalo traktir jangan setengah-setengah, La."

"Yang ada bangkrut gue nanti," omel Ela dan semuanya tertawa.

Ekhem!

Tawa mereka seketika terhenti ketika mendengar deheman keras dari seseorang. Adun menyenggol lengan Bima sambil mengedikkan dagunya. Menyuruh lelaki itu untuk menoleh ke belakang.

Tidak hanya Bima yang menoleh. Semuanya ikut menoleh karena penasaran. Sedetik kemudian raut wajah mereka langsung berubah saat melihat Kayla berdiri di depan mereka.

Kayla sempat melirik ke arah Dafik sebelum akhirnya gadis itu memutuskan pandangannya ke depan. Memberi tatapan seolah agar mereka memberinya jalan. Mereka tidak sadar jika sudah menghalangi jalan karena keasikan mengobrol.

Tanpa berkata apapun, Kayla pergi begitu saja setelah adik-adik kelasnya itu memberinya jalan.

"Bilang permisi apa susahnya sih," cibir Bima pelan. Karena tidak mau menanggung resiko jika Kayla mendengarnya.

"Gak usah heran lagi, Bim. Kak Kayla emang gitu orangnya," timpal Adun. Jujur saja, mereka tidak suka dengan Kayla.

"Bilang di depan orangnya dong, jangan di belakang," sindir Ela sembari menahan tawanya. Gadis itu tau kalau dua temannya itu takut jika berbicara langsung di depan Ketua Osis itu.

"Mereka mana berani, La," timpal Arza ikut menyindir.

"Bukan masalah berani apa enggaknya, Ar. Gue cuma ngurangin resiko biar nama gue gak ditulis lagi di buku death note nya kak Kayla." Bima membela diri.

"Buku death note?" tanya Dafik bingung.

"Iya, buku yang sering dibawa kak Kayla. Yang sampulnya warna hitam. Yaudah, gue namain buku death note aja."

"Ada-ada aja kamu, Bim," sahut Dafik yang sejak tadi diam saja.

Bima terkekeh mendengar balasan Dafik. Bukan menertawai ucapannya, tetapi saat mendengar lelaki itu menggunakan 'kamu' ketika berbicara dengannya.

Salah? Enggak sama sekali. Cuma, yaa Bima tidak terbiasa sama sekali.

"Contoh yang gak bener tuh, Fik. Jangan ditiru," celetuk Ela mengingatkan Dafik. Disusul kekehan dari gadis itu.

"Parah lo, La." Ela semakin tertawa saat Bima membalas ucapannya.

"Udah, udah. Masuk aja yuk!" ajak Dafik kemudian.

📌📌📌

Entah kenapa ada perasaan sedikit lega saat tau kalau hari ini Dafik kembali ke sekolah. Pasalnya, sudah dua hari ini Kayla tidak melihat lelaki itu semenjak insiden angkot mogok waktu itu.

Sadar akan tingkahnya, Kayla langsung menggeleng dengan cepat. Tidak-tidak! Kenapa dia harus berpikir seperti itu? Pikirnya.

"Kay,"

Kayla tersentak kaget ketika seseorang menjentikkan jari di depan wajahnya. Kayla menatap si pelaku. Danu.

"Lo kenapa, Kay? Dari tadi geleng-geleng kepala mulu."

Kayla berdecak. Benar-benar ya lelaki itu.

"Kenapa?" tanya Kayla sedikit malas.

"Lo dipanggil pak Hidayat tuh," info Danu.

"Mau ngapain?" tanya Kayla.

Danu mengedikkan bahunya. "Enggak tau. Paling mau ngomongin tentang pergantian osis," tebaknya.

"Ohh yaudah. Makasih infonya."

"Yo, sama-sama."

📌📌📌

"Baik, Pak, terima kasih," ucap Kayla mengakhiri pembicaraannya dengan pak Hidayat.

Kayla bangun dari duduknya dan hendak pergi. Tepat saat ia berbalik, tiba-tiba Kayla berhadapan langsung dengan Dafik.

Mereka saling menatap hingga beberapa saat. Hingga intruksi dari Pak Hidayat berhasil memutuskan tatapan mereka.

"Dafik, silakan duduk."

"Iya, Pak." Setelah itu Dafik duduk di tempat Kayla tadi. Berhadapan langsung dengan Pak Hidayat.

"Ada sesuatu yang lain, Kayla?" ujar Pak Hidayat saat masih ada Kayla di sana. Gadis itu belum pergi sama sekali, dan malah terdiam di sana.

Kayla sedikit kaget. "Gak ada, Pak. Saya permisi," ujarnya dengan buru-buru. Lalu pergi meninggalkan ruangan Pak Hidayat.

 Lalu pergi meninggalkan ruangan Pak Hidayat

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Ketua Osis & Adik KelasWhere stories live. Discover now