Lima Belas!

32 6 1
                                    

"Mama gak pulang lagi hari ini?"

Kayla menghela napasnya mendengar jawaban dari lawan bicaranya di telepon. "Yaudah." Kayla tersenyum tipis. "Gapapa, Kayla udah biasa sendiri. Iya."

Kayla menurunkan ponselnya setelah memutuskan sambungan. Menghela napas panjang. Seperti biasa lagi, Wulan-mamanya-tidak pulang hari ini. Hal itu sudah biasa bagi Kayla, apalagi saat ia berada di rumah sendirian.

"Belum pulang, Kay?" Pertanyaan dari seseorang berhasil membuyarkan lamunan Kayla. Ia menoleh pada orang itu. Lalu tersenyum tipis.

"Ini mau pulang," jawab Kayla. "Lo sendiri belum pulang?" tanyanya balik.

"Lagi nunggu-"

"Udah selesai nih, ayok pulang." Ucapan Ihan terpotong oleh Suci yang tiba-tiba datang. Gadis itu sepertinya baru saja dari alfamart yang ada di belakang mereka saat ini.

Kayla dan Suci langsung terdiam ketika mereka saling bertatapan. Sepertinya mereka menjadi canggung setelah kejadian hari itu.

Ihan yang mengerti situasinya langsung berbicara, "Kayaknya ada yang perlu kalian lurusin."

Kedua perempuan itu terdiam.

"Yaudah aku tunggu di mobil, ya?" ujar Ihan pada Suci. "Kay, gue duluan," ujarnya lagi pada Kayla.

Setelah Ihan tak lagi di antara mereka, keduanya masih diam. Tak ada yang berani memulai obrolan terlebih dahulu. Sampai beberapa menit kemudian, Suci yang tak tahan dengan situasi seperti ini, langsung mulai bicara.

"Hufft." Suci menghela napasnya. "Kay, gue minta maaf. Waktu itu gue gak maksud bilang gitu. Gue gak tau kalo lo bakal tersinggung sama ucapan gue. Sorry, ya?"

Kayla tak langsung membalas permintaan maaf Suci, melainkan memeluk gadis itu terlebih dahulu. Hanya beberapa detik, Kayla langsung menjauhkan tubuhnya.

"Aku juga minta maaf. Mungkin waktu itu mood aku lagi gak bagus, makanya ngelampiasinnya ke kamu."

Suci tersenyum. "Jadi, kita baikan?"

Kayla mengangguk pasti. "Iyaa."

Suci mengulurkan jari kelingkingnya. Tak lama dibalas juga oleh Kayla. Lalu mereka berdua tersenyum.

"Udah ditungguin tuh," goda Kayla sembari menunjuk mobil Ihan dengan dagunya. Sementara Suci merespon dengan tersenyum malu.

"Mau bareng gak?" tawar Suci.

"Makasih tawarannya. Tapi, aku gak mau ganggu kalian berdua. Jadi, aku pulang sendiri aja."

"Ya ampun, lo kayak sama siapa aja, Kay." Kayla meringis sambil menggaruk tengkuk lehernya.

"Beneran nih gak mau bareng?" tawar Suci sekali lagi.

Kayla mengangguk pasti. "Iya. Yaudah sana, kasian tuh Ihan nungguin."

"Yaudah kalo gitu, gue duluan. Lo hati-hati."

"Kamu juga."

Suci melambaikan tangannya sembari pergi dari sana dan menghampiri mobil Ihan. Kayla membalas lambaian Suci, sampai gadis itu masuk ke dalam mobil, Kayla menurunkan tangannya dan menghela napasnya.

Kayla mengedarkan pandangannya sebelum ia pun bergegas untuk pulang.

📌📌📌

"Masa gitu sih? Gak adil dong buat mereka. Lagian siapa coba yang bikin peraturan kayak gitu?" dumel Bima merasa tidak setuju dengan pengumuman mengenai syarat untuk bisa mencalonkan diri menjadi OSIS.

Hal itu juga sedang ramai dibicarakan oleh murid-murid lainnya. Sama, mereka pun tidak setuju.

"Gue yakin sih pasti kak Kayla, siapa lagi coba yang tugasnya ngumumin informasi," cetus Bima menjawab pertanyaannya sendiri.

Ela menoleh pada Dafik yang sedari tadi hanya diam. "Tapi tenang, Fik, lo masih bisa daftar kok. Nama lo, kan baru ditulis dua kali."

"Dua kali?" ulang Bima merasa janggal.

Ela mengangguk. "Iya." Ela menunjukkan jari telunjuknya. "Pertama yang waktu Dafik ketahuan main hp." Kemudian menunjukkan jari tengahnya. "Kedua, yang masalah rokok itu."

"Tapi 'kan yang masalah rokok itu udah ketahuan bukan Dafik pelakunya, masa masih tetep ditulis sih?" Arza langsung menimpali.

"Kalo itu gue gak tau ya," ujar Ela sembari mengedikkan bahunya. "Tapi semoga aja deh yang itu dihapus."

Lelaki yang menjadi topik pembicaraan saat itu malah sibuk dengan pikirannya sendiri. Dafik sama sekali tidak fokus dengan pembicaraan teman-temannya itu.

"Fik." Bima menegur ketika menyadari diamnya lelaki itu. "Nih orang malah diem. Woy, Dafik!" Bima menjentikkan jarinya di depan wajah Dafik.

"Ya?" Dafik sedikit tersentak dan langsung mengalihkan pandangannya pada Bima. Seketika bingung ketika Ela dan Arza ikut menatapnya juga.

Ela berdecak. "Lo denger gak yang kita obrolin tadi?" tanyanya dengan tatapan marah.

Dafik langsung terdiam bingung. Menggaruk tengkuk lehernya, lantas menjawab, "Emm ... masalah yang pendaftaran OSIS itu, kan?" tebaknya tidak yakin.

Ela langsung menghela napasnya sambil menjatuhkan punggungnya pada belakang kursi.

"Ke kelas aja yuk!" ajak gadis itu setelah beranjak dari duduknya. Pergi lebih dulu meninggalkan ketiga lelaki itu dengan sengaja menghentakkan kakinya.

"Loh, El?"

"Marah tuh kayaknya," celetuk Bima sambil menunjuk Ela dengan dagunya sebelum gadis itu hilang di balik pintu.

Dafik memasang raut bingung. "Marah kenapa? Jawaban saya tadi emangnya salah?" tanyanya tidak mengerti.

Bima menatap Dafik dengan tatapan aneh. "Bukan jawaban lo yang salah. Tapi lo. Karena cowok selalu salah," ujarnya tidak jelas.

Setelahnya Bima tertawa sambil menepuk bahu Dafik sekali. Lalu beranjak dari duduknya dan pergi menyusul Ela.

Dafik dan Arza saling menatap bingung. Sebelum Arza mengedikkan bahunya tidak tau dan ikut beranjak juga. Meninggalkan Dafik yang masih bingung dengan ucapan Bima tadi.

📌📌📌

Ketua Osis & Adik KelasWhere stories live. Discover now