8

6.3K 1.9K 83
                                    

"Permisi Mas, boleh duduk di sini?"

"Silahkan," Pria itu menatapnya heran. "Kamu tidak makan?"

"Saya belum lapar. Jadi minum susu saja dulu."

"Restoran terdekat dengan standar bagus sekitar dua jam perjalanan dari sini. Kalau watung makan dengan standar biasa sih, banyak. Apa yakin kamu akan sanggup?"

"Sanggup Mas, saya sudah biasa menahan lapar."

"Tuntutan pekerjaan?"

"Ya, kadang memang harus seperti itu."

Moreno hanya mengangguk lalu melanjutkan makannya. Paham bahwa bagi seorang model tubuh langsing adalah keharusan.

"Mas makan jamur yang kemarin?"

"Iya, saya suka, karena sejak kecil sering makan seperti ini. Kalau kamu mau makan yang tidak terlalu berminyak ada ikan pepes di sana."

"Iya Mas nanti saya ambil. Saya sering masak pepes kalau di rumah."

"Kamu bisa masak?" pria di depannya itu menatap tak percaya.

"Saya suka ke dapur Mas, tapi kalau sedang libur."

Kembali Moreno mengangguk. Renata sendiri segera meminum susunya.

"Mas boleh minta brosur tempat ini?"

"Saya tidak menyimpan kertasnya. Di website saja."

"Atau nomor telepon yang bisa dihubungi?"

"Nomor saya saja tapi jarang aktif. Apalagi kalau saya ke hutan yang ada di balik bukit, sinyalnya sulit. Kamu bisa kirim pesan saja dulu. Atau nanti saya berikan link-nya untuk kamu. Mau kemari bersama keluarga?"

Renata diam sejenak, tidak nyaman dengan pertanyaan itu. Keluarga yang mana? Mami takkan mau bersusah-susah kemari. "Bukan Mas, saya sendiri saja."

"Kamu yakin?"

"Ya, saya suka dengan sungai yang tadi."

"Boleh," pria yang sudah selesai makan itu segera mengeluarkan ponsel dan memberikan nomornya pada Renata.

***

Moreno menatap rombongan yang baru saja pergi. Begitu selesai, ia langsung menaiki mobil menuju ke kota kecamatan. Mumpung hari masih terang. Daerah ini sebenarnya aman, namun tak ingin Mikha menunggu terlalu lama untuk meniup lilin. Meski sebenarnya mereka tidak pernah merayakan ulang tahun, karena bertepatan dengan hari wafatnya Embun. Moreno segera memacu kendaraan dengan kecepatan tinggi. Jam seperti ini jalanan desa belum ramai. Hanya satu dua kendaraan yang berlalu lalang. Hingga akhirnya bisa menyusul iring-iringan kendaraan kru yang baru pulang tadi. Selesai membunyikan klakson, ia segera menyalip kendaraan mereka.

Tak butuh waktu lama untuk sampai di kecamatan. Kendaraan segera berhenti di sebuah supermarket. Kali ini Moreno memilih boneka beruang sebagai hadiah. Mikha sudah lama menginginkannya. Barulah kemudian pria itu menuju sebuah toko kue. Mencoba mencari mana yang kira-kira di sukai putrinya.

"Mas Moreno?"

Sebuah suara halus menegurnya, Renata!

"Hei, kamu di sini?"

"Iya, Mas. Asisten saya mau beli roti."

"Kang Reno? Mau beli apa?" Koh Amir sang pemilik toko kue memotong pembicaraan mereka. Pria berusia empat puluhan itu adalah teman memancing sejak lama.

"Kue ulang tahun untuk Mikha."

"Itu ada yang untuk anak-anak." Amir menunjukkan sebuah etalase. Pria itu kemudian menatap sosok Renata yang masih berdiri di samping Moreno.

GENGGAM TANGANKU JANGAN PERNAH LEPASKAN/  Versi Lengkap Tersedia Di Playbook Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin