15

8.3K 2.2K 362
                                    


Moreno meletakkan tas punggung di bagian belakang mobil. Beberapa petinggi pabrik mengantar sambil memberikan senyum lebar. Pertemuan dua hari ini akhirnya menghasilkan kesepakatan. Ia hanya mengangguk dan langsung mengemudikan mobil menuju jalan raya. Pembicaraan mereka sudah selesai. Moreno memutuskan untuk tetap mempertahankan pabrik kayu lapis. Tidak tega melihat wajah-wajah cemas yang berbicara dengannya kemarin. Semua pihak kini tersenyum lega, karena berhasil mencapai kesepakatan. Pabrik tidak jadi ditutup. Hanya saja tadi Moreno menyampaikan beberapa hal, yakni agar mereka semakin meningkatkan pembibitan dan tidak membiarkan lahan terlalu lama menganggur. Termasuk memodernisasi pembuangan limbah pabrik.

Selain itu dia juga meminta agar tidak ada pembunuhan masal terhadap hewan di dalam hutan kecuali dalam keadaan terpaksa. Lalu menyampaikan tidak akan segan memecat orang yang melakukan hal tersebut. Ada juga beberapa kesepakatan lain yang akan tertuang dalam menjadi sebuah aturan. Ia bukan pebisnis, hanya saja tetap paham jika menyangkut kepentingan orang banyak.

Selesai semua, pria itu kemudian berhenti di sebuah rumah makan kecil. Memesan nasi campur dengan lauk telur, tahu dan tempe goreng. Ia tidak bisa makan lainnya. Selesai makan barulah menghubungi Renata. Suara gembira gadis itu sudah cukup menghapus lelah Moreno seharian.

"Mas di mana?"

"Baru selesai makan, kamu masih kerja?"

"Iya, sedang break. Pekerjaan Mas sudah selesai?"

"Sudah barusan, kamu capek?"

"Enggak, malah masih semangat kerja."

"Semoga karena baru bertemu saya." goda Moreno. Terdengar tawa renyah dari ujung sana. Terbayang kembali apa yang mereka lakukan dua malam lalu dan kemarin pagi. Pria itu segera mengembuskan nafas legamenghalau pikiran yang entah terbang ke mana. Sudah begitu lama ia menahan hasrat. Dan kini kembali bisa menikmati.

"Mulai sekarang saya mungkin akan ke Jakarta sebulan sekali. Apa kamu mau kita bertemu?"

"Mas kabari saja, nanti aku akan atur jadwal."

"Akan saya kabari. Kamu jaga kesehatan, ya,"

"Mas juga, hati-hati kalau meneytir."

Sambungan terputus, menghasilkan senyum lebar pada wajah pria itu. Setelah memasuki mobil, Moreno menatap kotak donat. Mikha akan sangat senang, apalagi kali ini mendapatkan gambar karakter favoritnya. Sebuah pertanyaan baru muncul. Apakah ia sudah mulai membuka hati untuk perempuan selain Embun? Ataukah ia yang terlalu berharap? Tidak mungkin Renata menerimanya. Laki-laki yang mendekati gadis itu selalu berasal dari kalangan atas. Sementara ia? Hanya pemilik wisata hutan. Ia takkan masuk dalam daftar kekasih Renata. Mungkin bagi perempuan itu mereka hanya teman.

***

"Kamu baru pulang dari Belanda. Honornya sudah diterima semua?" Suara Mami terasa menyengat telinga Renata. Apakah hanya untuk menanyakan ini ibunya datang?

"Aku mau melunasi apartemen, Mi."

"Kamu cicil saja, Om-mu tidak mau membayari keinginan mami untuk jalan-jalan ke Turki."

"Baru tahun lalu Mami jalan-jalan ke Eropa Timur."

"Sudah setahun yang lalu Rena, kamu kira mami nggak malu sama teman-teman?"

"Mi, aku mau melunasi apartemen, supaya tidak punya cicilan lagi. Setelah itu apartemen akan kujual, karena nggak mau kalau suatu saat nanti digugat oleh Bram."

"Kamu sih, kenapa tidak bertahan saja sama Bram? Pakai acara minta putus. Biar saja dia menikah yang penting kamu bisa hidup mapan."

"Dia yang minta putus, dan tidak mungkin kami bersama. Ibunya mengancamku untuk menyebarkan masa lalu jika aku nekat tetap berhubungan dengannya. Lagian dia sudah punya istri."

GENGGAM TANGANKU JANGAN PERNAH LEPASKAN/  Versi Lengkap Tersedia Di Playbook Where stories live. Discover now