7 - Lantunan di Rumah Berdarah

2.8K 240 6
                                    

Malam itu tak seperti biasanya, selepas menunaikan salat isya para warga berdiam di dalam mushola

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Malam itu tak seperti biasanya, selepas menunaikan salat isya para warga berdiam di dalam mushola. Mereka berkumpul dan tidak langsung pulang kecuali para perempuan. Semua duduk rapi di posisinya. Setelah selesai membaca doa, sang ustad memberikan mikrofon kepada Anwar sang kepala desa.

Anwar berdiri dan mengambil mikrofon itu. “Baik, bapak-bapak.” Anwar mulai bicara, semua pasang mata yang ada menatap ke arahnya.

“Seperti rencana kita sebelumnya, malam ini kita akan melakukan pengajian di rumah Pak Joko. Hal ini guna mendoakan almarhum, supaya tenang di alamnya. Supaya almarhum diterima di sisi Allah SWT,” tutur Anwar menjelaskan.

“Dan saya juga mohon bantuannya pada Pak Ustad untuk memimpin pengajian malam ini. Juga kepada para warga, bagi yang memang punya waktu luang saya mohon untuk ikut meramaikan pengajian. Terima kasih, saya kembalikan ke Pak Ustad.” Anwar memberikan mikrofonnya kembali ke Pak Ustad.

Sosok pria berpeci putih dengan surban di bahunya itu lalu berdiri menggantikan Anwar di hadapan para jamaahnya. “Ya, bapak-bapak. Karena kita juga udah selesai di sini. Mari kita berangkat ke rumah Pak Joko. Sebelumnya, baca bismillah supaya semua niat baik kita ini diberi kelancaran oleh Allah SWT.”

“Bismillahirrahmaanirrahiim!” Semua jamaah kemudian berdiri secara bersamaan dan mulai berjalan keluar dari mushola.

Bejo yang juga ada di sana lalu mengambil satu kardus berisi air minum untuk dibawa ke lokasi pengajian. Tak hanya Bejo, Reza pun turut ikut dalam pengajian tersebut. Mereka berdua keluar paling terakhir dari mushola, di kejauhan rombongan jamaah sudah berjalan mendahului.

“Reza, abis bawa air minum ini kita pulang aja kali ya?” tanya Bejo sambil memakai sandalnya.

“Hah? Kenapa?”

“Pake nanya kenapa lagi, kamu gak inget? Kita mau dateng ke rumahnya Rian lho, nanti kalo kita ketemu pocongnya lagi gimana?” tanya Bejo sambil mulai berjalan.

Reza mengikuti di sampingnya. “Hus! Jangan gitu kamu, ngomong yang baik-baik aja. Lagi juga niat kita kesana kan baik. Rian itu temen kita juga, Jo. Biar gimana pun kita harus ikut bantu doa supaya dia tenang di sana.”

“Temen sih temen, tapi—“

“Udahlah, ikut aja jangan banyak omong. Kamu gak inget dulu kamu main game naik level siapa yang bantuin kalo bukan Rian?” ucap Reza yang kemudian mempercepat langkahnya.

“Reza, pelan-pelan! Gak liat nih aku bawa kardus minuman berat!”

Mereka berdua berjalan mengikuti rombongan para jamaah dari belakang. Melewati tepian sawah yang agak licin, lalu belok ke sebuah jalan setapak menuju pemukiman warga yang agak ramai. Agak jauh dari rumah-rumah warga yang sederhana, sebuah rumah megah berdiri dengan dua lantai yang mewah.

Di depan rumah Pak Joko, dua orang pemuda dengan kaos polos tengah duduk di batu sambil menghisap sebatang rokok dan segelas kopi yang masih panas. Begitu melihat rombongan datang, mereka langsung mematikan rokok dan meminum kopi sampai habis.

Pocong Nagih Janji (TAMAT)Where stories live. Discover now