19 - Dalam Rasukan Siluman

259 24 0
                                    

Singkat cerita, selama berjam-jam Bejo terus berada dalam kendali sosok pocong siluman itu. Para warga sukses mengikat Bejo dengan rantai. Pemuda malang itu ditempatkan di pelataran depan rumah warga dengan pengawasan ketat dari para warga yang secara bergilir menjaganya.

Pak Ustad dan beberapa orang sudah sempat berusaha membacakan doa-doa untuk mengusirnya. Akan tetapi semuanya sia-sia, sosok siluman itu malah tertawa setiap kali dibacakan doa-doa. Sampai akhirnya malam pun tiba, Bejo belum juga lepas dari setan yang menguasainya.

Setelah selesai salat magrib, Pak Ustad berjalan dari mushola dan kembali ke rumah Anwar bersama beberapa jamaah untuk melihat kondisi Bejo. Mereka melangkah cepat dan sedikit terburu-buru. Pria tua dengan pakaian serba putih itu memimpin jamaahnya di depan.

Langit sudah gelap, mereka melewati jalanan dengan pepohonan rimbun di sekitarnya. Rerumputan juga tumbuh memanjang hingga sepinggang. Ini merupakan jalan pintas untuk sampai ke rumah Anwar dengan cepat.

Saat melewati salah sebuah pohon rambutan yang rimbun, mereka semua mendengar suara aneh dari atas pohon. Sontak Pak Ustad berhenti, ia sudah merasa ada yang tak beres. Begitu juga dengan para jamaahnya. Dedaunan dan ranting di atas pohon bergerak dengan sendirinya.

“Pak, udah jalan aja! Jangan diladenin, pura-pura aja gak ada!” kata salah satu jamaah.

Pak Ustad menggeleng. “Jangan! Tunggu dulu.”

Tak lama berselang, sesuatu terjatuh dari atas pohon. Sebuah bungkusan berwarna putih jatuh dan langsung menghantam tanah. Para warga langsung tahu kalau itu adalah sosok pocong yang selama ini menerornya.
Pocong itu menyerupai wajah Joko. Matanya melotot ke arah Pak Ustad sambil menjulurkan lidah. Wajahnya pucat. Sosok pocong itu terus berbaring di atas tanah sambil menggeliat dan bergerak tak beraturan.

Pilih saya jadi kepala desa! Pilih saya jadi kepala desa!

“Astaghfirullah!” ucap Pak Ustad sambil memejamkan mata. “Kalau tadi kita lanjut jalan, makhluk ini akan menimpa salah satu dari kalian.”

Pak Ustad mulai berjalan agak ke pinggir untuk melewati sosok itu. “Lewat sini,  udah jangan takut! Baca doa!”

Mereka semua pun berjalan agak ke pinggir, bulu kuduk mereka meremang ketika berada persis di samping sosok itu. Setelah berhasil melewati sosok berkain kafan tadi, para jamaah mempercepat langkahnya. Saat mereka menoleh ke belakang, pocong itu sudah menghilang.

***

Di rumah Anwar, masih banyak warga berkumpul sambil melihat keadaan Bejo. Di samping rumah, Linda tengah mengetik sesuatu di ponselnya dengan serius. Setelah itu, Anwar datang dari arah depan sambil membawa sebotol air mineral dan memberikannya pada Linda.

Linda menerima air itu, tangannya dengan pelan membuka tutup dan langsung meminumnya sambil menatap lurus ke depan. Anwar kemudian berdiri di samping keponakannya itu.

“Gimana? Bisa gak?”

Linda mengangguk. “Iya, guruku lagi di jalan menuju ke sini. Dia yang akan beresin semua masalah yang aku buat.”

“Gak apa-apa. Semua ini bukan salah kamu, Linda. Tenang aja,” ucap Anwar menenangkan Linda yang merasa tak enak dengan warga desa karena telah membuat keributan.

“Harusnya gak perlu panggil arwah Pak Joko ke badan Bejo. Perbuatanku ini membuat pocong siluman itu marah dan memancingnya untuk datang. Apalagi setelah Bejo dirasuki arwah Pak Joko, katup batinnya terbuka. Sehingga ia bisa dengan mudah dirasuki oleh makhluk halus,” tutur Linda yang kemudian kembali meminum airnya. “Aku sok tau, padahal ilmuku belum apa-apa."

“Udahlah gak apa-apa, sekarang kita harus pikirin gimana supaya Bejo bisa ditolong,” kata Anwar. “Mas, ke depan dulu.” Kepala desa itu kemudian berjalan meninggalkan Linda menuju pelataran depan.

Pak Robi tengah duduk beberapa meter di samping Bejo yang terikat rantai. Rangkaian besi itu mengikat badan dan tangannya, kemudian sampai ke kaki juga. Matanya terus melotot ke arah sekitar. Sesekali badannya bergerak keras berusaha lepas dari ikatan rantai itu. Bajunya masih kotor dengan darah ayam yang sudah mengering.

Sambil menghisap sebatang rokok, Pak Robi terus memperhatikan Bejo. Ia embuskan asap tipis dari dalam mulutnya. Tak lupa ia juga meminum segelas kopi hitam kesukaannya yang masih hangat.

“Kopi, Jo?” kata Pak Robi menawarkan Bejo. “Jangan deh, kamu yang kemarin aja belum bayar!” tambahnya.

Dari arah depan Dani berjalan mendekati kawannya. “Jo? Kamu bisa denger aku, kan?”

Bejo menoleh dan menatap tajam ke Dani.

“Kenapa? Serem banget matanya. Tapi mau kerasukan atau pun enggak mukamu emang serem sih, Jo!” kata Dani dengan nada mengejek.

Pak Robi tertawa mendengarnya. “Makanya dia dirasukin sama setan, mukanya mirip sih!” sahut Pak Robi.

“Hahahaha, parah banget Pak Robi udah tua  masih aja ngeledek bocah.”

“Berisik!” bentak sosok setan dalam Bejo yang tak senang dengan keberadaan mereka. “Pergi kalian semua! Sekalian aja, anak ini aku bawa jadi budakku!”

“Jangan dibawa, si Bejo makannya banyak! Udah banyak, ngutang lagi!” jawab Dani bercanda.

“Hahahahaha!” Pak Robi tertawa sambil menunjuk ke arah Dani. “Parah kamu, Dan! Setan diledekin.”

Dari jalan setapak yang gelap, rombongan Pak Ustad beserta jamaah datang. Mereka berdiri dan melihat Bejo dari kejauhan. Anwar menjelaskan kepada Pak Ustad mengenai kondisi pemuda itu. Mereka juga menyampaikan rencana untuk melakukan pengajian untuk mengusir sosok yang merasuki Bejo.

“Selamat malam!” ucap seorang laki-laki tua yang rambutnya sudah putih. Meski sudah tua, laki-laki itu masih tegak dan berbadan gagah. Sebuah ikat kepala hitam terpasang di dahinya. Para warga tak mengenali siapa orang itu, bahkan Anwar juga tak mengenalnya. Orang berpakaian serba hitam itu bukanlah warga desanya.

“Ki Arga!” panggil Linda yang jadi satu-satunya orang yang mengenal laki-laki tua itu. Segera ia mendekat ke arah guru spiritualnya yang selama ini membimbing Linda untuk mengasah bakatnya.

“Mas Anwar, ini guruku. Perkenalkan,” ucap Linda.

Anwar lalu berjalan meninggalkan Pak Ustad sejenak untuk menemui tamunya itu. “Oh, ini gurunya Linda ya. Salam kenal saya, Anwar.” Mereka berdua saling berjabat tangan. Ki Arga hanya tersenyum.

“Jadi, Ki Arga pasti udah langsung tau, kan? Dengan semua yang terjadi di sini?” tanya Linda.

“Iya, gak perlu dijelasin lagi. Saya udah paham situasinya,” ucap Ki Arga.
Bejo menatap tajam ke arah Ki Arga. Sosok di dalam raganya tidak suka dengan kehadiran orang itu. Ia bisa merasakan kekuatan besar dari Ki Arga yang mengancam keberadaannya. Napas Bejo semakin memburu, badannya menjadi tegang. Kedua telapak tangannya mengepal.

“Aaaaaaaa!!!” Bejo berteriak dengan begitu keras sampai semua yang ada di sana kaget. Pemuda itu mengumpulkan kekuatannya. Sampai akhirnya rantai yang mengikat badannya terputus. Besi-besinya terpental ke mana-mana. Pak Robi dan Dani yang sejak tadi mengejeknya langsung mundur karena takut.

Bejo pun berhasil lepas dari ikatannya, semua warga bergerak menjauh karena ketakutan. Ki Arga dan Bejo saling bertatapan. Senyuman Ki Arga yang misterius membuat sosok dalam badan Bejo marah besar.

“Pak, gimana ini?”

“Gimana ini?”

Para warga panik, beberapa ada yang sudah kabur entah ke mana. Beberapa bersembunyi di sekitar pohon dan kandang ayam. Bejo kemudian mulai berlari pergi meninggalkan rumah Anwar.

“Bejo!” teriak Anwar yang panik melihat pemuda itu lari entah ke mana. Ia hendak mengejar, akan tetapi Ki Arga menghalanginya.

“Gak perlu dikejar, saya tau ke mana perginya dia. Kita akan susul dia,” ucap Ki Arga sambil tersenyum tenang.

Pocong Nagih Janji (TAMAT)Where stories live. Discover now