36. A little bit [21+]

16.2K 199 14
                                    

"Tuhan mendengar permintaan saya dan kamu, bahwa kita sebenarnya saling merindukan. Tapi belum bisa bersatu karena hatimu yang masih ragu"

Lucas langsung menarik Rani kedalam pelukannya, melepaskan semuanya sejenak. Berharap waktu berhenti, Lucas tak ingin, sungguh. Ia tak ingin mendengarnya, ia tahu. Lucas sangat tahu.

"Semuanya runtuh Rani, kamu terlalu cepat mendobraknya. Saya ingin bersabar untuk tidak melakukannya."

Lucas mencium ubun-ubun Rani, "Tapi kamu yang memulainya, maka jangan salahkan saya untuk menyudahinya nanti"

Mereka berpelukan cukup lama, saling memberi kehangatan yang cukup. Perjalanan mereka masih panjang, Lucas mencoba mendengarkan perasaanya dan menelan semua perkataan Rani tadi.

Jika Jackson benar, ini soal keraguannya. Bukankah sama saja, Rani tahu bahwa Lucas juga telah mencintai Rani. Karena terlihat dari perlakuan dan tatapan Lucas, namun hati tak ada yang tahu.

Lucas masih bungkam membicarakan isi hatinya, ia memiliki ego yang tinggi. Meski begitu, pasti ada alasan lain mengapa Lucas tak ingin membicarakan perasaanya. Ia hanya bilang soal waktu, mengulangi hatinya seperti sedia kala. Seolah ingin menghapus kenangan terdahulu, entah itu kenangan buruk atau bukan. Lucas terlihat letih dengan pikirannya sendiri.

-

Jaiden membuka pintu kamar mandi, ia segera menyambar ponselnya berharap Rani membalas pesannya. Ternyata tidak, bahkan status kontaknya tidak aktif hari ini. Apa Rani baik-baik saja?

Itulah hal yang Jaiden pikirkan sejak tadi, sebenarnya ia ingin menemui Rani di rumahnya. Tapi ia khawatir kejadian itu terulang lagi, entahlah. Ia bahkan sempat berpikir Rani adalah seorang... Ah sudahlah, makin ia menelisik latar belakang Rani malah membuatnya semakin penasaran dan ia tak ingin menyakiti hatinya dengan fakta Rani yang sebenarnya.

Jaiden memijit pangkal hidungnya, melepas penat selepas pulang magangnya. Tiba-tiba ada yang menggedor pintu kamarnya, terdengar terburu-buru dan mendesak.

Hal ini mengingatkan dirinya di umur 7 tahun, tiap gedoran pintu yang keras membuatnya takut dan bersembunyi dibawah kasur. Bersamaan itu juga teriakan pelayan di rumahnya itu terdengar dengan jelas, pelayan itu meminta ampun. Diiringi suara anak kecil yang tertawa sumbang, ia membenci itu.

"Hei penakut! Kamu didalam kan??"

Jaiden membuka matanya, itu mimpi buruk. Sangat buruk, tapin sekarang ia bukan seorang yang penakut lagi. Keadaan inilah yang merubah karakternya.

Jaiden segera membukakan pintu, dan benar. Itu pria yang langsung terjatuh, Jaiden memandang jijik pria yang sudah terluka parah. Ulah siapa lagi kalau bukan Luna, tak lama setelah itu Luna naik keatas dengan luka bakar yang ada di bahunya.

"T..ttolong" Rintih Li sambil memegangi kaki Jaiden.

"Jangankan minta tolong, orang itu bahkan tidak akan mau menyentuh dirimu" Luna tersenyum miring, dan melupakan rasa sakitnya kemudian menjambak rambut Li.

Mendongakkan kepalanya dengan paksa, mengarahkannya pada Jaiden. "Lo lihat Jaiden, orang ini begitu mengenaskan. Lo harus menilai mahakarya ini"

Rahang Jaiden mengeras, "Bukankah lebih baik lo ngurusin orang ini di kandang lo sendiri?!"

"Ckck, ayolah. Sampai kapan sikap lo kayak gini, dimana Jaiden sang asisten penakut itu"

"Dia udah mati bersama Nysa"

Ekspresi Luna mulai berubah, ia tahu maksud Jaiden yang perlahan mendekatinya dan memojokannya hingga berada di ujung tangga. "Dia mati karena kemauannya sendiri" Desis Luna.

Asuka [21+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang