Part 8

3.1K 282 5
                                    

08. Kasihan

~°•°~

"Lo lebay, Al."

"Dari mananya gue lebay? Kenyataan itu."

"Tapi dari semua ucapan lo itu, terdengar kayak obsesi."

"Tapi gue 'kan emang terobsesi sama lo."

Naka mendengus. Sudah tidak tau lagi mau membalasnya seperti apa. Sudahlah. "Gue mau tidur. Jangan ganggu."

Alca bangkit, dia meletakkan bantal di sebelah kepala Naka. Baru akan berbaring, suara pintu di ketuk terdengar. Decakannya terdengar, dia berjalan menuju pintu. Naka sendiri memilih acuh.

Tidak bisa tidur sebenarnya. Lagi pula, tidur pagi itu tidak sehat. Ya kata Mama begitu. Mama Alca.

Saat pintu terbuka, terlihat seorang perempuan. Tinggi. Wajahnya terlihat tegas. Memakai jas OSIS juga kain berwarna kuning yang melingkar di lengan kirinya.

Ketua OSIS.

"Apa?" tanya Alca tidak ramah sekali. Dia mau berbaring sama Naka ini malah diganggu. Acara pelukannya gagal.

Walaupun Alca ragu dia tidak akan di tendang.

"Kenapa membolos?" tanya si Ketua OSIS langsung. Di belakangnya ada dua anggota OSIS lainnya. Udah kayak pemimpin negara aja selalu ada ajudan.

"Oh. Tadi Naka di kejar-kejar preman. Gue juga ikut lari, terus gue kehilangan jejak. Tau-tau Naka udah di rumah sakit." jelas Alca, "Lagian kenapa sih? Kemarin Naka bolos gak di cari."

"Paginya udah absen, sedangkan tadi kalian tidak absen sama sekali." jawabnya. Dia membetulkan letak kacamatanya yang melorot. Sedikitnya tergoda dengan Alca yang pakai kaos hitam dan celana seragam.

Ganteng banget soalnya.

"Kalian alpa. Lebih baik ke sekolah atau dapet poin sepuluh?" tanya si Ketua OSIS.

Alca melipat kedua tangannya di depan dada. Bahu kanannya bersandar di daun pintu. Menatap ketiga OSIS di depannya.

"Pacar gue luka dan gue gak mungkin ninggalin dia sendiri." Alca menunjuk Naka yang langsung beranjak duduk. Menatapnya tajam.

Ekspresi si Ketua OSIS juga dua anggotanya terlihat begitu kaget. Menatap Alca dan Naka bergantian. Mereka terlihat sangat-sangat tidak percaya.

"Hah?" Si Ketua OSIS cengo. Bahkan kedua tangannya yang sejak tadi berada di saku almamaternya sampai keluar.

Alca menaikkan sebelah alisnya, "Kenapa? Kaget? Untung gue bilangnya pacar. Padahal si Naka suami gue."

Jawaban enteng dari Alca membuat ketiga perempuan itu semakin cengo. Tidak percaya.

Satu bantal, kembali melayang ke arah Alca. Tentu Naka yang melakukan.

Buk!

"Brengsek!" maki Naka setelah bantal itu mengenai kepalanya. "Bedebah sialan!"

Naka terkekeh. Bantalnya ia ambil, menatap tiga orang OSIS di depannya yang terlihat sudah kehilangan kesadaran. Nyawanya kayak sudah menghilang mendengar ucapan Alca.

"Kasih poin aja. Gue masuk dulu. Bye!" Alca mundur, dia menutup pintu kamar lalu ia kunci. Menatap Naka yang menatapnya tajam penuh permusuhan. "Gak usah takut, Na, mereka bisa jaga rahasia."

Naka masih menatapnya tajam, "Ngotak dikit. Lagian lo--"

Cup!

"Sst! Udah ya. Gue mau buat makan dulu. Nyari lo buat perut gue kelaperan lagi." ujar Alca setelah dia mengecup kening Naka lembut.

MINE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang