Part 9

2.8K 282 5
                                    

09. Bunda

~°•°~

"Maksud lo apa?!" tanya Naren kesal. Dia bangkit lalu langsung mencengkram krah baju milik Naka.

Naka tersenyum sinis. "Lo paham apa yang gue ucapin," ujar Naka. Dia melepaskan tangan Naren yang ada di krah bajunya. "Kenapa lo gak ke rumah sakit aja? Nemenin Ibu lo yang balik drop itu."

Naren menatapnya. "Lo gak tau apa-apa, Na." ucap Naren. Terdengar sedikit putus asa.

"Kalo lo kakak yang baik, seharusnya lo tau apa yang harus lo lakuin." Naka menatapnya, "Kasih tau apa yang gak gue tau."

Naren mengepalkan kedua tangannya. Tatapannya melemah. Dalam hidupnya, dia sama sekali tidak pernah bermain dengan Naka. Kalaupun bermain, dia hanya akan menyakitinya. Membuat Naka diomeli oleh orang tuanya. Dia dulu sangat nakal.

Seperti memiliki dendam pribadi walaupun Naren tau betul kalau kasih sayang orang tuanya juga Nenek hanya untuk dia dan sang kakak, Yuno. Tapi entahlah, Naren entah kenapa dulu bisa membenci Naka. Dia tidak bisa memperlakukan Naka seperti apa yang Yuno lakukan ke dirinya. Sebagai seorang kakak.

"Gue gak dapet rasa sayang dari kakek."

Naka mengangguk, "Ya gue tau. Tapi cukup adil, gue gak dapet kasih sayang dari Nenek. Dan sayangnya, Kakek meninggal karena serangan jantung. Lo tau gak kenapa tiba-tiba Kakek kena serangan jantung?"

Naren diam. Dia tidak tau kenapa Kakeknya bisa mengalami serangan jantung dan tidak dapat di selamatkan.

"Itu karena orang tua kita. Ah salah. Tapi orang tua lo sama kak Yuno." Dapat Naka lihat kalau Naren menatapnya tidak percaya. "Kalo lo gak percaya, lo bisa tanya mereka. Lo bisa tanya kenapa Kakek bisa kena serangan jantung padahal Kakek orang yang hidupnya kelewat sehat dan suka olahraga."

Naka menggeleng, "Tapi kayaknya gue gak guna bilang kayak gini. Secara lo berpihak penuh ke orang tua lo." Naka melanjutkan. Dia berbalik, ingin pergi.

"Tunggu! Ada hal yang perlu lo tau." ucap Naren menahan langkah Naka.

"Apa?" tanyanya malas.

"Gue yakin kalo lo gak tau ini," Naren mengambil tasnya. Berjalan mendekat ke arah Naka. "Kalo Ibu, beneran sayang sama lo. Bahkan lebih besar dari sayangnya ke gue atau kak Yuno."

Tanpa menunggu respon Naka, Naren berlalu pergi. Saat masuk ke dalam lift, tatapan keduanya bertubrukan. Keduanya saling bertatapan datar.

Naka percaya dengan ucapan Naren? Oh tentu tidak. Dia yang mengalami kekerasan yang Ibunya lakukan. Tidak mungkin wanita itu menyayanginya, bahkan rasa sayangnya lebih besar.

Sangat tidak masuk akal.

"Naka."

Naka tidak berbalik, tapi dia tau itu suara Nathan.

"Gak ada salahnya percaya sama saudara sendiri."

~°•°~

Naka menyesal saat dia pergi tapi tidak membawa ponsel. Sekarang apa yang harus dia lakukan. Dia cuma duduk di kursi depan toko. Tempat wisata yang ia datangi ini mampu membuat mood Naka terlihat lebih baik.

Tapi sayangnya, Naka tidak membawa uang atau ponselnya. Dia haus tapi tidak dapat melakukan apapun. Naka hanya mampu diam, menatap orang ataupun kendaraan yang berlalu lalang. Naka benar-benar tidak tau harus melakukan apa.

Tubuh Naka tersentak kaget saat sesuatu yang dingin menyentuh pipinya. Dia mendongak, melihat siapa yang melakukannya. Dan ternyata Alca.

"Lo kalo pergi bilang-bilang dong. Gue kira lo ke rooftop, taunya sampe sini." Alca duduk setelah Naka mengambil minuman dinginnya.

MINE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang