48

408 92 78
                                    

Orane buru-buru menuju ke bangkunya. Terlihat Chika yang sangat senang melihat Orane saat tiba di sekolah. "Haduh, kaget gue kirain gue bakal telat lagi datangnya."

Orane terkekeh. "Tenang. Gue tidur cepat semalem."

Chika meringis. "Pasti capek yah jualan?"

Kepala Orane mengangguk. "Capek. Tapi bikin senang. Soalnya gue dapat uang, jadi nggak perlu minta lagi ke orang tua."

Chika mengangguk setuju. "Tapi mending Lo jualan kemarin. Gue kemarin ngejengukin Fagan, tapi gue buru-buru pulang."

"Lah, kok gitu? Jadi Lo ke sana ngapain aja?", balas Orane tersenyum geli.

"Ya gue cuma ngasih titipan Lo, habis itu balik. Nggak cocok gue ternyata gabung sama mereka, gue ngerasa beda. Insecure sih lebih tepatnya."

Orane terdiam di tempatnya.

Ia paham perasaan Chika.

Sangat paham.

Tapi buru-buru Orane tertawa kecil. "Ah, kok gitu, sih? Nggak boleh minder-minder lah sama teman. Mereka baik-baik, kok. Ya kali Lo ngerasa beda."

"Serius. Kemarin tuh, nggak ada Lo gue ngerasa beda rasanya. Nyesel gue tetap ikut walau Lo nggak bisa ikut. Mahdy udah ngelarang kemarin, tapi gue aja yang bebal mau ikut mikirnya Lo juga mau ke sana. Eh tuh kakek lampir malah ngebatasin."

Pandangan Orane terarah pada Mahdy dan Monic yang sedang mengobrol. Orane masih berusaha menghadirkan pikiran positif di dalam kepalanya. "Dia sahabatnya Fagan, jadi dia berusaha bikin Fagan nyaman. Dia nggak ada maksud kok buat ngebatasin siapapun datang ngejenguk Fagan."

"Tapi Lo nggak ngerasa aneh nggak, sih? Richela bisa ikut padahal nggak akrab sama Fagan. Terus Queena juga. Terus kenapa Lo ataupun gue nggak boleh ikut?"

"Pertanyaannya apa gue akrab sama Fagan? Sepenglihatan Lo gimana?" Orane bertanya balik. "Soal ngejenguk orang juga nurani kan yang harus dipake, bukan soal akrab atau nggaknya doang."

"Itu poin yang pengen gue jelasin, Orane. Lo tetap nggak bisa ikut ke sana kemarin. Gelagat Mahdy bikin gue tengsin tahu, nggak. Soal Lo sama Fagan, gue sendiri nggak bisa jelasin hubungan kalian itu apa. Gue pernah ngeliat kalian turun tangga bareng sampai debat, dan sejak disitu gue mikir, kalian berdua tuh punya relasi yang unik. Apalagi Fagan lumayan banyak ngomong kalau sama Lo. Duh, tuh manusia satu mana ganteng lagi kalau ngomong. Kalau gue jadi Lo udah baper guling-guling dah gue. Apalagi gue sempat ngeliat dia narik pelan tas Lo, pas Lo mau turun duluan."

Orane tidak menyangka jika kejadian waktu itu dilihat oleh Chika.

"Kaget yah, Lo? Kebetulan hari itu gue ke kelas teman gue, eh malah pas mau pulang ngeliat momen uwu kalian berdua. Apa jangan-jangan karena berharap kalian saling suka, Mahdy sebel yah sama gue?"

Sekarang Orane paham jawabannya.

Mahdy sepertinya kesal padanya sebab mengira ia dan Fagan begitu akrab sebab Chika berusaha menjodoh-jodohkannya dengan Fagan.

Sementara yang Mahdy ketahui, Fagan suka Richela.

"Pantas dia nggak senang kemarin," gumam Orane. Orane menghela napas. Ia yakin setelah ini ia akan benar-benar mundur. Tidak peduli jika ia perlu waktu lama untuk lupa, yang jelas Fagan memang harus ia lupakan.

"Orane, Lo suka nggak sama Fagan?"

Pertanyaan Chika membuat Orane yang semula hendak mengambil buku dari dalam tasnya urung. Ia menoleh cepat dan menatap Chika. "Kok Lo nanya begitu?"

"Jawab aja," desak Chika.

Orane tertawa pelan sembari memegang perutnya seolah itu hal paling lucu yang ia dengar. "Duh, kalau Lo nanya suka, yah gue suka, lah! Fagan itu di kelas ini baik banget, teman yang rajin kasih contekan tugas di grup kelas. Siapa sih yang nggak suka sama orang baik? Duh, Lo kalau nanya kadang-kadang lawak. Fagan itu salah satu orang yang menyelamatkan nilai-nilai tugas kita."

FOUR : Fagan,  Orane, Vasaya, RichelaWhere stories live. Discover now