69

397 77 76
                                    

Orane menunggu kedatangan Vasaya ke rumah sakit. Saat memberitahu Vasaya, pemuda itu benar-benar panik. Suaranya terdengar gemetar. Vasaya juga mengatakan akan datang ke rumah sakit bersama Mama Fagan. Rasa sesak Orane semakin menjadi-jadi saat Fagan benar-benar tidak sadarkan diri.

Tak lama kemudian, Vasaya akhirnya datang. Bersama dengan Richela dan Mama Fagan, mereka menemui Orane.

"Orane, Fagan gimana?", tanya Vasaya dengan napas terengah.

"Gue nggak tahu. Masih diperiksa di dalam sama dokter." Orane terisak. Ia bangkit, mendekati wanita paruh baya yang tampak menunggu dengan tangis tertahan di depan ruang rawat Fagan. "Tante," panggil Orane. "Saya minta maaf. Karena saya Fagan jadi seperti ini."

Suara tangisan Mama Fagan terdengar pilu di telinga Orane. Ia menjauhkan diri, duduk dengan wajah yang luar biasa frustrasi. Orane tidak sanggup menatap siapapun sekarang.

Dalam diam Orane berdoa.

Jika Fagan sembuh, Orane tidak akan membuat Fagan terluka. Jika perlu, Orane akan menjauh dan tidak membuat Fagan celaka dua kali. "Ya Allah, buat Fagan sadarkan diri..."

Ketika Orane berdoa dan sudah pasrah dengan keadaannya, Mama Fagan duduk mendekat dan Orane tidak menyadarinya. "Apa kamu Orane?"

Kepala Orane terangkat, dengan gerakan kaku ia memandang wanita yang duduk di sebelahnya. Orane terkejut, pasalnya mereka sudah pernah bertemu sebelumnya. Mama Fagan adalah orang yang bertemu dengannya di mall waktu itu, saat berbelanja dengan Pras, Nenek, dan Tante.

"Tante ..."

"Kita ketemu lagi," gumamnya. "Ternyata orang yang menolong Tante dulu adalah Orane, teman yang sering Fagan ceritakan ke Tante saat di rumah."

Orane menutup wajahnya. Menangis dengan dada luar biasa sesak. "Tante, saya minta maaf ... Saya bikin anak Tante celaka, maafin saya ..." Tak lama Orane meraih kedua tangan Mama Fagan. "Demi Allah saya nggak ada niat bikin Fagan celaka, Tante. Fagan nolongin saya pas saya hampir ketabrak mobil. Dia rela ketabrak demi ngelindungin saya. Maaf Tante..."

Orane menyeka kasar air matanya. "Tapi, saya sudah janji sama diri saya sendiri, kalau Fagan sudah sadar, saya tidak akan bikin dia celaka lagi. Tapi, saya minta izin sama Tante, sebelum saya benar-benar pergi dari sini, saya boleh ngeliat Fagan kalau sudah diperiksa sama dokter? Setelahnya saya nggak minta apa-apa lagi."

"Nak, ini bukan salah kamu. Kenapa harus menyalahkan diri?"

"Nggak, Tante. Ini kesalahan saya, saya harus terima akibat dari perbuatan saya. Boleh yah, Tante?"

Tangan Mama Fagan mengusap lembut kepala Orane. "Bahkan kepala kamu luka, Nak. Tante obatin, yah?"

Kepala Orane menggeleng. "Nggak papa, Tante. Jangan pikiran saya, sekarang Fagan sama kondisi Tante yang penting. Seharusnya hal seperti ini nggak membebani Tante, apalagi Tante sedang mengandung." Orane menatap perut Mama Fagan yang sudah terlihat sedikit membuncit dari terakhir kali mereka bertemu. "Semoga dia juga tumbuh sehat."

Vasaya berdiri menatap Fagan dari luar kamar. Kedua matanya berkaca-kaca. Richela mengusap lembut pundak Vasaya. "Pasti Fagan bakalan baik-baik aja. Aku yakin."

Vasaya mendekat pada Mama Fagan. "Tante, Vasa dapat kabar, kalau keluarga yang ada di Jepang memajukan keberangkatan pulang mereka hari ini. Mereka akan langsung ke sini, buat melihat kondisi Fagan. Soal orang yang nabrak Fagan, Vasaya juga sudah dapat info. Sekarang dia di kantor polisi. Orang itu ternyata terindikasi memakai narkoba, jadi saat mengendarai mobil kesadarannya hilang. Sekarang sudah ditindak pihak kepolisian."

"Terima kasih, Vasa." Mama Fagan menggumam.

"Tante udah makan? Mau Richela beliin makanan?", tanya Richela dengan suara pelan.

FOUR : Fagan,  Orane, Vasaya, RichelaHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin