54

446 90 84
                                    

Setelah berbelanja banyak barang di mall, Pras mengajak Orane, Tante, dan Nenek untuk makan di salah satu restoran yang terkenal dengan rasa makanannya yang enak.

"Wah, kayak dikontennya food blogger yang terkenal itu," gumam Orane bertepuk tangan pelan.

"Ayo, kita masuk! Hari ini kita udah capek belanja, saatnya kita makan makanan yang enak," ajak Pras pada Orane , Nenek dan Tante.

Aroma makanan yang lezat itu menguar dan tercium oleh Orane. Perutnya yang lapar sudah minta diisi amunisi. Sepertinya Orane akan makan banyak lagi hari ini.

Pras mengajak mereka ke salah satu restoran yang menyajikan makanan yang bisa dimasak sendiri dan dimakan sepuasnya. Orane tidak begitu tahu jelas apa namanya, yang jelas ada berbagai macam daging dengan irisan yang sangat tipis, kuah aneka rasa yang hangat, dan juga pilihan saus yang melimpah.

Mereka telah menemukan tempat duduk untuk bisa menyantap makanan siang menjelang sore kali ini. Sengaja memilih tempat yang tidak begitu dekat dengan meja orang lain, agar suasana makan mereka tetap tenang dan bisa berbincang jika ada kesempatan. Tak perlu menunggu waktu lama, karyawan yang bekerja di restoran itu mulai menyuguhkan banyak bahan makanan siap masak di meja milik keluarga Orane. Mulai dari daging dengan irisan tipis, peralatan makan, dan juga bahan pelengkap lain.

Terlihat Pras sudah memasukkan irisan daging itu ke dalam kuah yang asapnya mengepul. Orane seperti melihat acara masak-masak menyenangkan yang sering ia tonton jika tidak ada tugas. Setelah matang, Pras memindahkan irisan daging itu ke mangkuk dan dengan telaten menyiapkannya untuk Orane, Nenek, dan Tante.

Tak sampai disitu, Pras dengan cekatan juga memanggangkan daging itu untuk mereka. Aroma yang menguar membuat Orane semakin merasa lapar. Ia tak sabar menyantap makanan di hadapannya.

"Selamat makan!", kata Pras menatap mereka satu persatu.

Orane sudah bersiap ingin menyantap. Tapi tak lama, gadis itu malah kebingungan. Ia tidak menemukan sendok di sana. Hanya ada sumpit.

Ketika Nenek dan Tante yang pada dasarnya memang cukup lihai menggunakan sumpit, Orane tertunduk lemas. Ia sedikit menyesalkan sebab tidak belajar menggunakan sumpit dengan baik saat Tante mengajarkannya dulu. Sekarang ia harus menahan lapar.

Pras menoleh. "Dek, kok nggak makan?"

Kedua mata Orane mengerjap polos. "Maaf yah, Kak. Orane nggak bisa pake sumpit kayak Tante sama Nenek."

Tante dan Nenek saling memandang, menatap Orane dengan sorot tidak tega. Tak lama, Pras mengusap lembut kepala Orane. "Nggak papa. Kakak aja yang suapin."

"Kak, nggak usah gitu ..."

"Kakak tahu kamu bukan anak kecil lagi. Tapi kayaknya kakak kangen suapin kamu. Ayo, sekarang kamu makan!"

Pras mulai mengarahkan potongan daging itu ke arah Orane. Orane menatap Nenek dan Tante seolah meminta izin. Kedua wanita yang merawatnya itu tersenyum lebar, dan akhirnya satu suapan dari Pras akhirnya disantap oleh Orane.

"Enak?"

Orane mengangkat jempolnya. "Enak. Makasih yah, Kak."

Memang benar kata orang, disuapi makan orang lain itu terasa lebih enak.

Pras dan Orane makan saling bergantian. Kebiasaan Orane yang disuapi oleh orang lain adalah menggerakkan pelan kakinya, membuat Pras sangat gemas. Adiknya itu tidak banyak berubah.

"Mau tambah?", tanya Pras.

Dengan kedua pipi menggembung. Orane mengangguk. Pras kembali menghidangkan daging itu dan siap menyuapkannya pada Orane. Dengan telaten Pras terus menyuapi Orane hingga makanan mereka ludes tidak bersisa.

FOUR : Fagan,  Orane, Vasaya, RichelaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang