Bonus Part 2 (Final)

604 50 84
                                    

Ketika usia dua tahun pernikahan Fagan dan Orane ...

Orane baru saja ditelepon oleh mamanya jika besok keluarga mereka akan ke rumah untuk melihat Kanaka dan Nayaka. Orane senang sebab keluarganya akan berkunjung. Maka dari itu ia sudah akan mempersiapkan beberapa bahan masakan yang akan ia gunakan untuk masak besok.

Sebelum keluar dari rumah, Orane kembali mengecek Kanaka dan Nayaka yang tidur di dalam kamar. Memastikan kedua anaknya itu dalam posisi tidur yang nyaman, barulah Orane melangkah keluar dari rumah.

Kebetulan, tak jauh dari rumah sudah ada pedagang sayur keliling yang mampir. Beberapa ibu-ibu di komplek pun sudah berbelanja di sana. Orane tidak langsung ke sana. Perempuan itu masih berdiam diri dan berusaha melapangkan hati.

Barulah ketika ia merasa jika ia sudah siap, Orane mendekat. "Mas, saya mau beli ayam sama ikannya," katanya menunjuk ayam dan ikan yang ia beli, dan juga beberapa sayur mayur untuk persiapan masak besok.

"Mbak Orane, Mas Fagan udah berangkat kerja, yah?", tanya seorang ibu dengan mengenakan hijab berwarna merah.

Orane mengangguk dengan senyum sopan. "Iya, Bu."

"Oalah," balas si Ibu berhijab merah dengan senyum lebar. "Ada acara yah, Mbak? Bahan makanan yang Mbak beli banyak sekali."

"Nggak kok, Bu. Besok orang tua saya mau ke rumah. Mau nengok kami, makanya saya sudah persiapkan bahan makanannya. Supaya bisa cepat masaknya."

"Masha Allah, pasti orang tua Mbak Orane senang bisa ketemu cucu kembarnya besok. Titip salam yah mbak sama orang tuanya."

"Insha Allah, Ibu."

"Mas Fagan itu pekerja keras banget, yah."

Orane menelan saliva susah payah ketika salah seorang ibu yang mengenakan daster berwarna kuning sudah membawa nama Fagan. Orane tahu ke mana pembicaraan ini akan berlanjut.

"Alhamdulillah, Ibu," kata Orane membalas dengan jawaban terbaik yang ia bisa berikan.

"Mbak Orane ini sarjana, kan?" Seorang ibu lain yang Orane ketahui tinggal di rumah mewah di komplek itu melontarkan pertanyaan.

"Iya, Ibu."

"Oalah, saya kira orang sekitar sini cuma ngarang. Karena saya tahunya mbak Orane cuma di rumah." Ibu itu tersenyum dengan wajah yang menampilkan ekspresi tidak biasa. "Tetangga yang tinggal deketan sama saya di sana anak perempuannya juga kayaknya seumuran sama mbak Orane. Dia juga punya suami yang bisnisnya banyak, tapi dia nggak diam-diam aja di rumah. Meskipun suaminya kaya dan banyak uang, dia tetap kerja di kantor, loh. Dia nggak ngebebani semua nafkah ke suaminya."

Orane masih menampilkan senyum tipis untuk menutupi gemuruh perasaannya saat salah satu tetangganya itu berusaha memojokkan dirinya. "Masha Allah, pekerja keras sekali istrinya. Semoga beliau selalu diberi kesehatan," balas Orane berusaha memberi balasan yang tidak lagi mengundang ocehan sang tetangga.

Tapi rupanya harapan Orane pupus.

"Selain itu, gelar sarjananya nggak kebuang sia-sia. Amit-amit kan kalau misalnya mereka cerai, kan untung si istrinya itu udah ada kerjaan dan uang sendiri. Jadi nggak bergantung lagi sama suami, nggak perlu ngemis lagi dinafkahin sama suaminya. Saya nggak maksud mendoakan yang buruk yah, tapi kita harus memikirkan hal jauh ke depannya. Bagaimanapun, suami itu pasti punya ekspektasi sama istrinya. Setidaknya kalau di rumah itu harus tetap terlihat cantik, biar nggak berpaling ke wanita lain di luar sana. Isi hati manusia 'kan nggak ada yang tahu yah. Di rumah suami bisa aja romantis, tapi di luar dia bisa main sama perempuan yang lebih cantik. Suami itu juga gampang bosan kali kalau ke rumah istrinya kelihatan kucel dan bajunya nggak bagus," kata ibu itu melirik Orane sekilas yang diam berusaha menahan diri untuk tidak membalas perkataannya.

FOUR : Fagan,  Orane, Vasaya, RichelaWhere stories live. Discover now