5. Am I Okey? ☔

28 6 2
                                    

Hai, Sobat SoB👋

Story of Brishti comeback, yeayyy☁

Happy reading, yaa❤

✏☁💦✏

"Tidak ada pilihan lain, selain bertahan. Walaupun aku tau, semua hanya akan terasa menyakitkan."

~Brishti Pevita Khaisa~

✏☁💦✏

5. Am I Okey?

Satu bulan kemudian

"Bi Santi!" teriak Citra dari arah dapur. Beberapa kali Citra melakukan hal yang sama. Namun, masih tidak ada sahutan sama sekali. Biasanya dalam sekali panggilan Bi Santi akan muncul dengan wajah panik. Wajah yang Citra suka dari orang lemah.

Fara berjalan menuruni tangga menuju ruang makan. Tubuhnya sudah terbalut seragam lengkap, sedikit ketat sehingga memperlihatkan bagian lekukan tubuhnya. Di bahunya sudah ada tas mini, bukan tas yang biasa siswi pakai untuk sekolah. Buku saja mungkin tidak akan muat di dalamnya, lantas apa yang gadis itu bawa di dalam tas?

"Mami, kenapa pagi-pagi udah teriak? Ini di rumah, Mi, bukan di hutan," ucap Fara. Dirinya mendudukkan bokongnya di salah satu kursi yang ada di ruang makan.

"Kamu ada lihat Bi Santi ke mana? Dari tadi Mami panggil nggak datang-datang," tanya Citra kepada anaknya itu.

"Uhuk ... uhuk ...." Fara mengambil gelas dan menuangkan air putih di dalamnya. Dirinya tersedak sarapannya sendiri.

"Pelan-pelan, Sayang," ujar Citra, tangannya mengelus lembut punggung Fara.

Fara meletakkan gelasnya kembali setelah meneguk airnya setengah.

"Sebenarnya Fara yang pecat Bi Santi tadi pagi." Fara dengan santai berbicara, bahkan kini dia kembali memakan rotinya.

Mata Citra melotot mendengar ucapan anaknya. Kepalanya geleng-geleng, tidak habis pikir dengan jalan otak anaknya itu. "Kenapa tiba-tiba? Kalau tidak ada Bi Santi, siapa yang mau urus rumah dan segala isinya ini? Kamu? Nggak mungkin, 'kan?" tanya Citra tidak santai. Matanya menatap tajam anaknya, sedangkan yang ditatap memasang wajah tidak peduli.

"Tenang aja, Mi. Udah ada orang yang akan gantiin Bi Santi."

"Hubungi Bi Santi sekarang! Mami tidak mau asisten baru, Bi Santi itu udah lama kerja dengan kita, kamu jangan seenaknya buat ganti dia dengan orang lain," kesal Citra.

"Mi, Fara udah ada pengganti. Fara yakin Mami suka deh." Bibir Fara membentuk lengkungan manis saat melihat kedatangan seseorang dari arah pintu belakang. "Orangnya datang, welcome ART baru."

"Brishti? Maksud kamu Brishti yang akan gantiin Bi Santi?" Citra tidak percaya, dirinya tidak habis pikir dengan jalan otak Fara.

"Di sini Brishti itu numpang, hanya numpang," jelas Fara, matanya menatap tajam Brishti, yang ditatap hanya diam dengan kepala tertunduk. "Sudah sepantasnya dia jadi ART di sini," lanjutnya.

"Oke, kalau gitu, Mami setuju. Setidaknya uang Mami tidak berkurang untuk membayar asisten rumah tangga. Kamu udah numpang gratis, jadi kamu harus kerja keras di rumah ini, Brishti," ujar Citra menyetujui ucapan Fara.

Fara tersenyum, "Akhirnya Mami setuju juga."

"Karena ini menyangkut uang, Mami setuju banget. Makasih, Sayang. Ide kamu cemerlang," puji Citra kepada anaknya itu.

"Sekarang kamu bersihkan setiap sisi rumah ini, memasak, mencuci, mengepel dan pastikan semuanya bersih, tidak ada debu dan tidak ada barang yang tergeser atau rusak sedikit pun. Paham?" bentak Citra di akhir kalimatnya.

"Pa ... paham, Tan," jawab Brishti dengan bibir bergetar. Kali ini Brishti tidak lagi menundukkan kepalanya, dia menatap Citra dan Fara bergantian, seakan ingin berbicara, namun tertahan.

"Kenapa?" tanya Citra tidak santai.

"E ... sekolah aku gimana, Tante? Aku ... aku harus sekolah," ujarnya pelan, nyaris tanpa suara.

"Sekolah, ya?" Citra nampak sedang berpikir. "Kayaknya kamu lebih cocok jadi ART dari pada pakai seragam sekolah," lanjutnya. Citra tersenyum, tangannya tergerak ke atas kepala Brishti, mengelusnya pelan. "Kerja yang baik, ya. Jangan banyak mau dan jangan buat ulah di rumah ini," lanjutnya.

"Sakit, Tante." Brishti merintih pelan saat elusan di kepalanya berubah menjadi jambakan.

Citra tersenyum melihat wajah kesakitan Brishti, "Selamat bersenang-senang, Brishti."

"Tante." Tangan Brishti menahan lengan Citra saat wanita itu ingin berlalu dari sana.

Citra menatap tidak suka ke arah lengannya yang dipegang oleh Brishti. Brishti yang menyadari kesalahannya langsung menjauhkan tangannya dari lengan Citra.

"Maaf, Tan. Aku ...."

Citra masih menunggu kelanjutan dari kalimat Brishti.

"Jangan buang wa--" Kalimat Citra mengantung, matanya menatap tidak percaya dengan apa yang dilakukan Brishti saat ini.

Sedangkan Fara, gadis itu semakin tersenyum lebar.

"Aku mohon Tante, aku mau sekolah. Nggak apa aku jadi pembantu di rumah ini, yang penting Tante izinkan aku buat sekolah juga. Aku mohon, Tan. Aku mohon." Tangannya menyatu membentuk permohonan di hadapan Citra. Badannya bahkan berlutut. Tubuhnya bergetar, air matanya tidak lagi dia tahan, dibiarkannya menetes membasahi wajahnya yang lusuh.

Tuhan, kenapa sakit sekali hanya untuk meminta belas kasihan kepada mereka. Tuhan, apa boleh aku nyusul Mama sekarang?

✏☁💦✏

Usai membersihkan seluruh sudut ruangan yang begitu luas, memasak untuk makan siang, mencuci sekaligus menjemurnya, menyapu halaman dan lain sebagainya. Semuanya dia lakukan dengan gerakan cepat. Untung saja gadis itu sudah terlatih dengan pekerjaan yang seperti itu, tapi tetap saja, membersihkan rumah Citra yang begitu besarnya memerlukan tenaga lebih.

Gadis itu kembali ke kamar. Menutup pintu dan menguncinya. Setelahnya, dia pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Lima belas menit berlalu, Brishti keluar dari kamar mandi dengan kaos putih yang sudah pudar warnanya, bahkan ada beberapa bekas jahitan di sana, tidak jauh beda dengan celana kain warna hitam yang dia pakai. Brishti menghampiri meja kecil di sudut ruangan. Di sana terletak cermin kecil berbentuk persegi. Brishti mengambil cermin itu, diperhatikannya wajah dalam pantulan cermin tersebut.

Wajah lusuh, bibir pucat, mata sembab, belum lagi memar kecil di dahinya akibat terjatuh saat membersihkan kamar mandi Citra.

Bibirnya berusaha membentuk sebuah lengkungan, terasa sulit.

"Mama, hari ini Pevi nggak sekolah. Pevi nggak diizinkan sekolah sama Tante Citra. Tapi ... tadi Pevi berhasil bujuk Tante, besok Pevi udah bisa sekolah. Pevi akan satu sekolah dengan Fara."

"Mama, Pevi sekarang baik-baik aja. Pevi akan berusaha untuk selalu baik-baik aja."

"Tapi ... kalau Pevi udah nggak baik-baik aja, Pevi akan bilang ke Mama."

"Bilang ke Mama kalau Pevi sudah siap untuk ketemu Mama di sana."

Matanya menatap ke atas langit-langit kamarnya. "Mama, Pevi ngantuk. Pevi tidur sebentar, ya. Pevi mau nyusul Mama ... nanti."

Setelah itu kegelapan mengambil alih penglihatan Brishti. Dirinya lelah, lelah menjalani kehidupan yang seperti ini.

Tuhan, kenapa Engkau mengambil Mama, mengambil sumber kebahagianku satu-satunya?

Tuhan, boleh aku bahagia?

✏☁💦✏

To be continue

Gimana perasaan kalian setelah membaca part ini?

Sampai jumpa di part selanjutnya, yaa. Byeee❤☁👋💜

Story of Brishti | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang