15. Titik Senyum .😊

20 2 2
                                    

Hallo, Sobat SoB👋

Story of Brishti udah update, yeayy😊

Happy reading, yaaa❤

✏☁💦✏

"Hal yang dinilai sederhana bagi orang lain, nyatanya begitu bermakna dan penuh kebahagiaan untuk sebagian orang, termasuk aku."

~Brishti Pevita Khaisa~

✏☁💦✏

15. Titik Senyum .😊

Tubuh Brishti menggigil, dia bergelung di dalam selimut yang menutupi seluruh tubuhnya, kecuali wajah. Mulutnya sedari tadi meracaukan nama Nadia.

"Mama ... Pevi kedinginan, Ma. Pevi mau dipeluk," racaunya. Dia semakin mengeratkan selimut. Badannya panas tinggi, kepalanya begitu pusing, belum lagi luka-luka di tubuhnya yang belum sepenuhnya sembuh.

"Ma, Pevi haus," rengeknya lagi. Dia ingin bangun, tapi kepalanya terasa sangat pusing dan berat.

Brishti melirik jam kecil yang ada di atas nakas. Pukul dua dini hari, dan dirinya belum juga tidur sama sekali.

"Sebentar lagi jam 3," gumamnya nyaris tanpa suara. Gadis itu memang setiap hari selalu bangun pagi untuk bersih-bersih di rumah Citra.

"Mama, Pevi takut dipukul lagi." Bayang-bayang dirinya disiksa oleh Fara kemarin masih melekat di pikirannya. Bukan hanya membuat fisiknya saja yang sakit, tapi juga mental dan pikirannya.

"Mama," ucapnya pelan. Dia memandangi langit-langit kamar yang redup. "Mama dengar Pevi, kan?" Dirinya mulai berhalusinasi, seolah-olah melihat keberadaan Nadia di sana.

"Mama, sini, Pevi mau dipeluk sama Mama."

"Ma, Pevi sendirian setelah Mama pergi. Pevi nggak punya teman, Pevi dijauhi, Ma. Mereka semua jahat, tapi Pevi nggak bisa benci mereka. Pevi selalu ingat kata-kata Mama untuk selalu berbuat baik."

"Ma, kalau Pevi nyusul Mama aja gimana? Pevi lelah, Ma."

Brishti melihat seolah-oleh Nadia sedang tersenyum dan berbicara padanya. "Apa, Ma? Pevi nggak boleh nyerah, ya? O iya, Pevi, kan, belum ketemu sama Papa," ujarnya sendu, matanya masih menatap langit-langit kamar yang kosong.

"Iya, Pevi bakalan kuat, Ma. Tapi, kalau Pevi udah lelah, Pevi boleh, kan, buat bareng sama Mama di sana?"

"Nggak boleh, ya? Padahal Pevi kangen banget sama Mama."

"Tapi nggak apa, Pevi udah senang sekarang, walaupun cuma bisa lihat Mama di atas sana."

"Ma, Pevi tidur dulu, ya. Semoga aja Pevi nggak bangun kesiangan. Pevi nggak mau disiksa lagi, Ma."

"Daaa ... Mama. Makasih udah temani Pevi dan dengerin Pevi ngomong. Besok Mama harus janji temanin Pevi lagi, ya." Tangannya melambai ke atas, bibirnya tersenyum.

Ternyata benar, berhalusinasi itu menyenangkan. Aku jadi bisa bertemu Mama, walaupun sebenarnya tidak ada, batin Brishti.

✏☁💦✏

"Ampun, Fara. Ampun." Brishti meringis ketika Fara membenturkan kepalanya di dinding dapur. Hari masih pagi, tapi dia sudah mendapat siksaan lagi. Sepertinya, luka baru akan terbentuk sebentar lagi.

Dugh

Fara menjambak rambut Brishti kuat, lalu membenturkannya lagi di dinding dapur. Brishti terpejam sambil menggelengkan kepalanya, menghalau rasa sakit yang menjalar di kepala. Suhu tubuhnya kini semakin panas, bau anyir pun menyeruak dalam indra penciumannya.

Story of Brishti | ENDWhere stories live. Discover now