Bagian 26 - Langit Abu

22 8 0
                                    

Setiap tetes air dari hujan, tidak selalu berarti langit itu menangis. Sungguh mereka bangga dan jatuh beramai - ramai memberi kehidupan pada bumi. Membuat mekar bunga - bunga musim semi

Langit biru juga tidak selalu bermakna ketenangan dan kebahagiaan. Meski dia biru, dia juga pernah menangis. Ia sama sekali tidak menyadari bahwa dari tangisnya itu memunculkan pelangi
_____________

"Ah, akhirnya selesai juga" Maria mengangkat tangannya. Menghela napas dan sedikit memanjangkan tubuhnya untuk merelaksasikan diri karena terlalu lama duduk di anak tangga.

"Laila???" Maria memunculkan kepalanya di balik pintu setelah dia sampai di ruang kelas yang ditempati Laila. Di kelas itu, hanya ada Laila seorang diri yang sedang merapikan bukunya untuk dimasukkan ke dalam tas. Seluruh siswa sudah pulang. Menyisakan mereka berdua yang baru saja selesai dari ulangan harian yang menurut Maria begitu menyebalkan. Sudah dihukum harus juga mengerjakan ulangan hingga pulang terlambat.

Maria dan Laila berjalan beriringan. Langkah kaki mereka menimbulkan suara - suara memantul di dinding - dinding koridor sekolah. Mereka sibuk memperhatikan hasil ulangan mereka masing-masing.

"Bagaimana menurutmu ulangannya Maria?" Laila membuka pembicaraan.

"Eh?" Tumben sekali Laila mau bertanya. Biasanya aku duluan. Demikian pikiran Maria.

"Ya, begitulah..."

"Membosankan"

"Lantas, setelah ini mau di kemanakan jawaban kita ini Maria?"

"Tck" Maria berdecak. Menghamburkan napas kasar.

"Ke rumah Bu guru Jasmine lah..."

"Curang sekali, dihukum..."

"Lantas ulangan..."

"Udah begitu, disuruh pergi ke rumahnya untuk mengumpulkan tugas ini"

"Capeek... Tau.."

Laila tertawa kecil melihat wajah kusut Maria. Tapi, tidak lama Laila tertawa. Ada suara yang membuat degup jantungnya serasa terhenti. Ia terdiam dari tawanya seketika.

"Jangan mengeluh saja Maria"

Biru? Kenapa dia ada di sini? Bukankah dia sudah pulang? Mata Laila sempat bertabrakan dengan mata beningnya. Ia menjadi salah tingkah.

"Biru??? Bukankah kau sudah pulang dari tadi???" Pertanyaan Maria cukup untuk mewakili Laila. Ia hanya menyimak.

"Eh, iya"

"Aku sengaja menunggu Laila"

"Eh, maksudku kalian berdua" Biru menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Tersenyum pada mereka berdua.

"Mari kita pulang," lanjut Biru.

Maria melirik pada Laila. Tersenyum menggoda. Menyipitkan mata.

"Aku nitip ya La..." Maria menyerahkan kertas jawabannya pada Laila.

"Aku duluan saja"

"Bye!" Maria langsung lari dengan melambaikan tangan sebelum dicegah oleh Laila.

"Ma - Maria... Tunggu!"

"Aku ada urusan Lailaaaaaa..."

"Bersenang-senang lah dengan Biru..."

"Sangat tidak baik jika aku menggangguuu" Teriakan Maria jelas membuat Laila berdecak geram dalam hati. Punggung Maria semakin tidak terlihat. Menyisakan Laila yang berdiri di ujung teras dengan tempat parkir dan Biru yang duduk di sepeda birunya.

Langit Biru [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang