Bagian 34 - Surat Tanpa Nama

25 5 0
                                    

Apakah gila juga bagian dari cinta?

______

Dari ke tiga kue yang dibuat oleh mereka kemarin. Ada pelajaran dan makna yang dapat diambil. Pertama, dari kue Maria Bu Serina berkata, "Baik ini enak, tapi kau harus lebih melembutkan lagi adonannya Maria. Agar teksturnya lebih lembut." Bahwa se - enak dan sesempurna apapun kue itu pasti ada kekurangan di dalamnya. Dan ini wajar. Sama seperti halnya manusia, kekurangan yang ada dalam diri kita ataupun orang lain adalah hal yang wajar dan tak pantas dihina. Sehebat apapun kita kekurangan itu pasti akan ada. Karena manusia tak pernah bisa menjadi sempurna. Kedua, kue milik Biru. Sempurna luarnya cacat dalamnya sebagaimana perkataan ibunya, "untuk apa penampilan yang sempurna jika dalamnya buruk rupa." Jika kue itu diibaratkan sebagai manusia maka
artinya, untuk apa kesempurnaan fisik jika hatinya saja telah busuk. Hati manusia yang telah busuk mungkin tidak akan lagi mengenal kemanusiaan maupun kebaikan. Jadi, tidak ada artinya lagi mempunyai fisik yang sempurna. Orang yang sempurna fisiknya belum tentu hatinya juga baik. Tapi, orang yang memiliki hati yang baik. Maka, terasa sempurnalah hidupnya termasuk fisiknya. Akan terpancar di wajahnya cahaya kebaikan hati itu. Orang - orang pasti akan bilang, "kue ini terlihat sangat enak dan menggiurkan, tapi aku sangat kecewa karena rasanya tidak sesuai dengan tampilan. Sangat menyakitkan, padahal aku sudah terlanjur membelinya." Sebaliknya, jika hatinya yang baik maka, "kue ini sangat enak sekali, meski tampilannya biasa saja setidaknya tidak mengecewakan rasanya. Tidak rugi juga aku membelinya." Dan ini terjadi dalam kue Laila. Tidak begitu baik hiasan dan penampilan kuenya, begitu belepotan di mana - mana. Tapi, rasanya tidak bisa diragukan lagi. Bahkan, Bu serina nyaris tidak terasa telah menghabiskan kuenya sampai ia hampir lupa melakukan penilaian terhadap kue Laila. Maka, jangan mudah menilai orang hanya berdasar penampilan saja karena bisa jadi kita akan kecewa. Tapi, dari bagaimana dia bersikap dan berpikir itu akan menjadi cerminan hati dirinya.

Langit gelap nan hitam kini berubah sedikit abu - abu karena berkas cahaya matahari yang mulai menyinari langit bumi. Malam berganti pagi. Laila berangkat sekolah sendiri. Tidak dengan Maria. Entah kenapa suasana hatinya sangat tidak menentu padahal di hari kemarin dia telah bertemu seorang yang selalu dinanti - nanti. Tanah yang ia pijak seolah - olah sedang menghiburnya. Baunya segar setelah kemarin malam hujan. Laila berhenti sebentar dan menatap langit serta berpuisi dalam hati bahwa langit ternyata juga tahu dan turut bersedih dengan apa yang dirasakan oleh hati. Laila juga tidak tahu alasannya. Ia sengaja berlari meninggalkan Maria di toko kue kemarin. Dan sekarang, ia juga melakukan hal yang sama padanya. Meninggalkannya.

Ada sedikit rasa tidak nyaman saat Maria diterima di tempat kerja barunya. Apa dia iri? Padahal Laila lah yang merekomendasikan ini pada Maria. Laila juga tidak tahu perasaan macam apa ini. Ada sedikit semacam rasa takut. Rasa itu muncul saat ia akan memberikan sedikit bingkisan kecil untuk Biru. Sebuah syal berwarna Biru dan catatan note balok yang telah ia buat sendiri. Laila batal memberikannya karena ia melihat Maria memberikan donat berbentuk hati pada Biru. Sebelum Maria dan Biru menyadarinya, Laila segera berlari keluar meninggalkan toko kue. Ia terus berlari sampai Laila tidak menyadari ada seekor anjing tanpa tuan terlepas begitu saja lalu mengejar Laila sambil menggonggong membuat kecepatan lari Laila otomatis bertambah. Tanpa pikir panjang, ia memanjat sebuah pohon yang berada di pinggir lapangan. Ia masih ingat bagaimana caranya memanjat. Ia diajari Vany sewaktu kecil dulu. Terlihat di mata Laila anjing itu menggonggong cukup keras di bawah sana. Laila benar - benar tidak bisa bergerak. Ia takut terjatuh. Perlahan tapi pasti Laila mencari batang yang cukup kuat untuk ia buat duduk. Duduk di atas sana sambil menahan air mata. Ingin rasanya ia menjerit sekuat tenaga hanya untuk meluapkan rasa yang ada di dada. Takut, sedih, cemas di tambah gonggongan anjing yang cukup menakutkan bagi Laila membuatnya tak tahan lagi. Ia menangis sekencang-kencangnya bersamaan dengan hujan deras yang baru saja turun. Sama sekali tidak ada orang di sana. Sepi. Hanya ada suara deras hujan yang mengalahkan suara tangis Laila. Anjing itu segera pergi dan lari terbirit-birit begitu mendengar tangis jerit Laila beberapa waktu yang lalu. Laila mendekap lututnya lalu menangis sejadi - jadinya. Ia bahkan tidak tahu kalau hewan yang telah mengejarnya telah pergi. Tapi Laila tidak peduli ia tetap menangis di dahan pohon. Tangisnya semakin keras seiring dengan hujan yang sangat deras. Badai Guntur terdengar di mana - mana dan sama sekali tidak meruntuhkan Laila untuk berhenti menangis. Hingga satu kilat petir menyambar dahan pohon yang ia duduki. Sangat dekat sekali. Dan dahan itu patah seketika itu juga. Membuat Laila terjatuh. Nyaris saja, Laila segera berpegangan pada syal biru yang tidak sengaja entah tersangkut apa di atas sana. Badan Laila menggelantung. Ia bertahan dengan pegangannya sambil sesenggukan. Seakan - akan langit memperingatkannya agar berhenti menangis. Ia sudah bosan melihat Laila yang cengeng. Ia ingin melihat Laila yang pemberani dan tidak menatapnya dengan segala air mata yang ada di pelupuk matanya. Syal itu perlahan mulai robek. Tak kuat menahan berat badan Laila. Hingga Laila jatuh tersungkur di atas tanah yang penuh dengan genangan air. Bajunya basah. Sekalian basah. Laila memutuskan untuk berjalan di tengah - tengah hujan dengan syal yang rusak terkalung di lehernya. Ia tidak menangis, ia hanya sesenggukan. Air mata itu telah hilang di bawa petir. Langit sungguh marah padanya.

Langit Biru [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang