Kartu Blackcard itu masih menjadi misteri. Gea memandanginya cukup lama hingga menyita kegiatan memotong apel yang hampir usai.
"Apa emang beneran bisa dipake?" beo Gea. Kedatangan Reni membuat Gea reflek menyimpan kartu itu dalam kantong celana.
"Udah selesai?" tanya Reni.
"Belum Ma. Bentar lagi," jawab Gea. Ia hendak meneruskan kegiatan sebelum Reni mencegah.
"Udah. Kamu sana aja temenin Ginda sama Saga belajar. Ini biar Mama yang nerusin."
Tadi saat makan malam Ginda sempat memberi tahu kalau Saga akan datang. Dari dulu memang peran Saga sebagai Kakak yang baik. Sehingga Saga pun ikut prihatin dengan keadaan Ginda dan menyetujui untuk menjadi salah satu tutor home schooling.
Ketika langkah kaki Gea hendak pergi. Ia teringat akan amplop biaya komite tadi siang. Mungkin ini saat yang tepat untuk menanyakan.
"Emh... Ma?"
"Hm? Kenapa Nak?"
"Uang komite Gea... belum dibayar ya?"
"Oh iya. Astaga! Mama lupa. Besok Mama bayar ya. Tadi ditanyain?"
Syukurlah! Gea lega Mamanya benar-benar lupa bukan sengaja lupa, "Hum, itu ada amplopnya di kamar."
"Ya udah. Besok Mama urus ya. Kamu ke depan aja temenin Ginda."
"Iya Ma."
Ketika Gea datang. Saga sempat mengalihkan pandangan yang sebelumnya disita Ginda. Melihat respon itu Ginda reflek berbalik dan mendapati Gea mendekat sambil menenteng irisan buah apel. Tadi ia sempat menyelesaikannya sekalian.
"Kemana aja Ge? Baru nongol," tanya Saga. Senyumnya berubah cerah.
"Di dapur Kak. Oh iya. Ini...." Gea menaruh sepiring potongan apel. Kemudian ia duduk dengan posisi Ginda di tengah.
"Sekarang Ginda belajar apa?" tanya Gea.
"Belajar matematika," sahut Saga.
"Hemm... nggak usah terlalu diforsir ya," pinta Gea sembari menyampirkan anak rambut Ginda yang mengganggu.
Terdengar kekehan dari bibir Saga. Ginda dan Gea langsung menatap penuh tanya.
"Maaf, kayaknya barusan ada yang jiplak pernyataan seseorang."
Gea langsung mengerti setelah membuka memori saat belajar statistik dengan Saga di pendopo tempo lalu. Sedangkan Ginda hanya celingukan tidak paham.
Mereka melanjutkan belajar. Ginda terlihat antusias. Beberapa kali Gea memergoki Ginda mencuri lirik pada Saga. Yah, Gea memang tau kalau Ginda menyimpan perasaan. Mungkin posisinya di sini akan mengganggu saja.
Gea berdiri. Ia berniat ke kamar, "emh... Kak, aku ke kamar duluan ya. Ada tugas." Sekolah mana yang memberikan tugas di hari pertama masuk. Gea hanya beralibi.
"Ginda kalau udah ngantuk langsung tidur aja ya. Obatnya jangan lupa diminum," lanjut Gea peduli.
"Oke Kak," jawab Ginda semangat.
Melihat sosok Gea menjauh. Saga tidak bisa mencegah keinginan untuk memastikan sesuatu."Ginda? Kakak tinggal bentar ya?" ucapnya tanpa persetujuan. Ia berlari mengekori Gea yang tengah menaiki tangga.
"Gea?" panggil Saga.
"Lho kenapa Kak?"
Saga menggaruk tengkuk belakangnya, "emh.. laki-laki itu. Sekarang di mana?" tanya Saga.
Gea terlonjak. Ia lupa kalau Saga pun tau sosok Gafino.
Lirikan singkat sempat Gea tujukan ke arah Ginda. Dari jarak segini mungkin Ginda tidak akan dengar.
KAMU SEDANG MEMBACA
NOT REAL (END)
FantasyMalam itu Gea tertidur setelah 'ngedumel' gara-gara tiga part terakhir wattpad kesukaannya dihapus oleh penulis. Saat terbangun, sosok laki-laki tengah mendengkur halus di sampingnya. Siapa yang menyangka kalau laki-laki itu adalah Gafino Mahavir...