11. Nyolong Start

12K 1.5K 16
                                    

PLAK!

"Ini gara-gara kamu!"

"Seandainya kamu nggak adopsi anak panti itu aku nggak akan tertekan menghadiri pertemuan keluarga!"

"Coba aja kamu subur. Anak itu mungkin akan selamanya tinggal di panti!"

"Sekarang semuanya udah terlanjur. Keluarga udah terlanjur kenal sama anak nggak jelas itu. Prestasi? Halah! Saya nggak butuh semua itu!"

Reni masih memegangi pipi sambil menatap lantai marmer. Ini bukan sekali dua kali. Ia sudah terbiasa menerima kemarahan Fayiz.

KLAK!

Sontak perhatian tertuju pada sumber suara. Ada seseorang mengintip di celah pintu.

"Siapa?" sahut Fayiz.

Decitan pintu terdengar. Perlahan pintu itu terbuka. Menampakan sosok gadis dengan kulit pucat dan rambut pendek. Dia Ginda.

"Sayang kamu belum tidur?" sahut Reni. Ia bangkit menghampiri Ginda di ambang pintu.

"Kenapa sayang? Nggak bisa tidur ya? Yuk Mama temenin," seruduk Reni. Ia tak mau Ginda terbawa saat Fayiz marah.

"Pa...." sahut Ginda. Ia menatap sedih raut Fayiz.

"Tidurlah," ujar Fayiz. Semarah apapun, Fayiz tetap mereda jika dihadapkan dengan anak kesayangannya--Ginda.

Ginda masih jejak di tempat. Rangkulan Reni tidak mempengaruhi langkahnya sama sekali.

"Pa... ini bukan salah Kak Ge. Yang salah itu meraka. Jangan salahin Kak Ge sama Mama. Ya?"

"Ginda sayang. Udah yuk tidur," bujuk Reni.

"Nggak Ma! Ginda nggak akan tidur sebelum Papa bilang 'Ya'," kekeuh Ginda.

Terdengar helaan nafas. Sudah saatnya Fayiz menurunkan egonya, "Ya. Papa nggak menyalahkan mereka."

Raut ceria tercetak di wajah pucat itu. Senyum beserta deret gigi rapih terlihat senada.

"Makasih Pa. Ginda sayang banget sama Papa," peikik Ginda seraya berlari memeluk Papanya.

Di satu sisi, Gea sedang mematung di suatu tempat. Sambil menggenggam botol mineral yang diambilnya dari dapur tadi.

Perlahan air matanya luruh. Dadanya sesak mendengar lontaran kalimat dari bibir Fayiz yang tidak sengaja Gea dengar.

Senyumnya mengembang pilu. Menghapus jejak air mata. Ternyata istilah darah lebih kental dari air berlaku nyata untuk Gea.

----###----

Sapaan hangat terlontar dari beberapa mulut saat seseorang tengah berlari-lari kecil. Marathon pagi yang sering Saga lakukan sebelum memulai aktivitas.

Jam delapan nanti Saga akan menghadiri kelas. Ia memutuskan kembali setelah dua kali mengitari komplek.

Tertangkap tubuh mungil Gea tengah membuka gerbang. Seperti biasa gadis itu berangkat sekolah.

Saga memandangi kepergian Gea dengan seulas senyum. Kemudian suara cempreng dari dalam mengalihkan fokusnya.

"Sagaaa!"

"Sarapan!"

"Iya Ma."

Buru-buru Saga masuk ke dalam. Ia akan sekalian bersiap. Berangkat lebih awal akan lebih baik ketimbang terlambat.

Mobil Saga melaju ringan. Melewati jalan biasa yang sering ia lewati. Penglihatannya menangkap sosok familiar. Ia menekan gas agar cepat sampai pada sosok itu.

NOT REAL (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang