26. Lemah

9.1K 1.1K 40
                                    

"Lo apain Gea semalem?!" tanya ketus Tia ketika Gafino baru saja datang. Menaruh tas saja belum.

"Nggak diapa-apa-in kok," saut Gafino menautkan kedua alis.

"Tsk! Kok pulang dari hangout sama lo mata Gea bengap? Pasti lo buat nangis kan?!"

Ah, Gafino baru ingat. Semalam Gea kan nangis.

"Ahaha, mungkin karena..., emb, kelilipan debu. Iya! Kelilipan debu," jawab Gafino semangat. Ketahuan sekali kalau dia bohong.

"Emang gue percaya! Udah jelas-jelas itu habis nangis! Ngaku nggak lo!" tekan Tia seakan ingin menerjang Gafino.

"I-iya-iya, semalam Gea nangis. Puas?!" kesal Gafino. Mereka seperti Kakak adik yang sedang bertengkar.

"Lo apain? Kok bisa nangis?" tanya Tia bersedekap tangan dengan dagu mengangkat ke atas.

"Nggak di apa-apa-in Kak. Sumpah! Tanya aja sama Gea."

"Dia nggak mau ngomong! Semalam langsung tidur. Udah sih bilang aja! Atau seminggu ke depan gue suruh jaga depan biar dikerumuni emak-emak lagi. Mau?!"

"Demi apapun jangan Kak! Oke, emh..., tapi jangan ketawa ya?!"

"Iya."

"Aku ngelamar Gea tapi dia bilang pingin pacaran aja. Katanya masih terlalu dini buat nikah," gerutu Gafino. Tak lekang raut kecewa itu masih tercetak jelaa mengingat setelah drama semalam justru dihadiahi dengan keputusan sepihak Gea.

"Mph..., Buhaaahahaa. Gilaa! Hahaha,' tawa Tia sambil menepuk-nepuk pundak Gafino.

"Haduh dek, ya jelaslah Gea bilang kayak gitu. Dia baru 17 tahun kemarin. Lo jadi keliatan kayak kebelet kawin dah. Hahaha," tawanya masih terpingkal-pingkal. Mengabaikan raut Gafino yang tampak kesal.

"Ya tapi kan aku mau serius sama dia. Aku ngelamar Gea karena aku serius. Emangnya Kakak, pacaran terus tapi nggak dihalal-halal-in," dengus Gafino.

Seketika Tia diam. "Mulut lo nyeyes juga ya!"

"Ehem..., jadi sekarang kalian pacaran?" tanya Tia mengalihkan topik. Karena tidak baik melanjutkan perdebatan tadi.

"Nggak."

"Ha? Gimana? Kok gua nggak mudeng."

"Kita nggak pacaran. Tapi berkomitmen. Selagi nunggu Gea siap aku bakal cari modal untuk nikah sama kehidupan baru nanti. Sedikit demi sedikit, kalau ada rejeki kita bakal bangun rumah kita sendiri," senyum Gafino mengembang. Menatap kunci kontrakan yang ia taruh di meja.

Hal itu membuat Tia ikut mengembangkan senyum. "Jalan mu nggak mudah. Tapi Kakak selalu berdoa yang terbaik untuk kalian berdua. Semangat!" tepuk Tia pada pundak Gafino sampai si pemilik memekik sakit karena sangking kuatnya.

----###----

Mungkin saat ini semesta sedang ingin bercanda pada Gea. Kejadian waktu itu masih terpatri jelas dalam ingatan. Bahkan rasa sakitnya pun masih terasa.

Namun, langit ingin Gea menjadi wanita tangguh. Bangkit lebih cepat dari siapa pun dengan menghadirkan tiga orang yang menjadi penyebab luka menganga ini di hadapannya.

Tangan Gea masih bergetar sambil memegangi kenop pintu. Menatap takut pada wajah Fayiz. Walaupun manik laki-laki paruh baya itu tidak bertemu tatap dengannya. Tetap saja membuat memori peristiwa malam itu terputar kembali.

"Gea?" saut Reni. Seketika membuyarkan fokus Gea.

"Benar, kamu tinggal di sini ternyata," wajah Reni tampak lega memandang teduh raut wajah Gea.

NOT REAL (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang