Bab 27 - Tangis Pertama Putri Axia

2.5K 250 1
                                    

Menyapu dan mengepel lantai setiap bangunan dengan mengambil air sendiri di sumur tentu saja bukanlah pekerjaan yang mudah. Meski di kehidupan sebelumnya aku adalah seorang pembunuh bayaran berbakat dan dijuluki sebagai pembunuh bayaran bengis dengan seribu wajah dan profesi, akan tetapi melakukan hal remeh seperti ini sangatlah sulit terlebih jiwaku terperangkap dalam raga seorang putri yang sangat lemah dan tidak berdaya.

Pekerjaan yang seharusnya mampu ku kerjakan dengan mudah kini ku kerjakan dengan susah payah. Melihat kondisiku yang sangat lemah dan rapuh seperti ini sungguh membuatku ingin menangis di sela-sela aku mengepel lantai istana bagian dalam kerajaan Huang terdahulu dengan kedua tanganku.

Rasa kesal yang kurasakan karna kaisar Axuan yang mempermainkan dan memanfaatkan ku sungguh tak bisa ku maafkan, selain itu aku pun merutuki diri sendiri karna dengan bodoh dan mudahnya tertipu dengan perkataan kaisar Axuan. Entah karna aku telah percaya padanya, atau karna sisa-sisa kebodohan dan sifat baik putri Axia kini melekat pada jiwa sehingga aku dengan mudahnya menerima tawaran kaisar Axuan. Meskipun aku sadar aku juga salah, akan tetapi aku terus mengomel dan memaki kaisar Axuan.

"Pria brengsek!".

"Saudara laki-laki sialan!".

"Akan ku pastikan ketika kekuatanku kembali, aku akan memukulmu, Gege!" Teriakku kesal.

Feng yang sedari tadi memantau perkembangan pekerjaan yang kulakukan hanya mampu menggelengkan kepalanya melihat tingkah ku. Mungkin Feng mulai terbiasa dengan perubahan sikapku, atau mungkin kaisar Axuan telah memberitahukan orang-orang kepercayaannya bahwa aku bukanlah sosok putri Huang Axia yang mereka kenal dahulu. Feng terus mengamati ku hingga seorang prajurit khusus yang berusia masih remaja menghampiri Feng dan memberitahukan jika sekarang sudah waktunya aku pulang.

"Yang mulia" panggil Feng yang entah sejak kapan sudah berdiri di belakangku.

"Sudah saatnya anda kembali ke istana sekarang" kata Feng mengingatkan.

"Tapi pekerjaanku belum selesai" jawabku.

"Anda bisa melanjutkannya besok" balas Feng yang ku balas gelengan tegas.

"Tidak! Aku tidak akan pulang jika pekerjaanku belum selesai" jawabku bersikukuh.

Di kehidupanku sebelumnya aku selalu menuntaskan pekerjaanku, sebab tugas dan pekerjaan yang diberikan padaku adalah tanggung jawabku. Aku tidak ingin melakukan pekerjaan setengah-setengah, sebab aku sadar pekerjaanku akan kian banyak jika tidak menyelesaikannya.

Selain itu sebelum menjadi seorang pembunuh bayaran terkenal bahkan menjadi sasaran kejahatan orang lain dengan menjadikanku sebuah buronan dengan hadiah fantastis, aku telah di didik sejak kecil mengenai bagaimana harus bertanggung jawab atas tugas dan amanat yang di berikan padaku, sehingga meski tubuhku saat ini lelah, perutku terasa sakit karna lapar, badanku yang telah bercucuran dengan keringat dan mengeluarkan bau asam, aku akan tetap menyelesaikan pekerjaanku meski aku harus pulang larut.

Selain itu tentu saja aku merasa tidak enak dengan para prajurit pemula lainnya. Jika aku pulang lebih dulu, mereka pasti akan beranggapan jika aku diperlakukan istimewa sedangkan mereka diperlakukan berbeda. Aku ingin menunjukan pada mereka jika tidak ada namanya diskriminasi antara aku dan mereka. Meski saat ini aku adalah seorang putri kerajaan Huang, bagiku sekarang derajat kami sama.

Feng yang melihat kekukuhan ku hanya mampu menghela nafas pasrah. Ia lalu berjalan meninggalkanku dan menghampiri prajurit khusus berusia remaja yang masih setia menunggu.

"Yang mulia putri tidak ingin pulang hingga pekerjaannya selesai. Tolong sampaikan hal ini kepada Chou" kata Feng yang dengan patuh dilaksanakan prajurit khusus remaja tersebut.

Sepeninggalan prajurit remaja tersebut, Feng lantas kembali menghampiriku dan mengambil kain lap dan membantuku untuk mengepel bangunan istana dalam yang besar dan luas. Meski saat ini ada enam prajurit khusus berstatus pemula lainnya, tapi untuk membersihkan lantai secara manual seperti ini tentu saja akan memakan banyak waktu.

"Feng apa yang kau lakukan?" Tanyaku pada Feng yang mulai mengepel dengan cara mendorong kain lap dengan kedua tangan memegang kain lap dan kedua kakinya pun mulai berlari sehingga terjadi sebuah dorongan.

"Tentu saja membantu anda" jawab Feng di sela-sela mengepelnya.

"Bukankah Chou tidak mengizinkan mu membantuku?" Tanyaku khawatir jika Chou tiba-tiba datang dan memarahi kami.

"Chou memang tidak mengizinkan pengawal ini untuk membantu anda, ia hanya meminta hamba untuk mengamati pekerjaan anda" kata Feng  berhenti dan membilas kain lapnya dengan air yang mulai kecoklatan di dalam ember.

Feng lantas berdiri mengangkat ember tersebut dan berkata "tapi perintah itu hanya berlaku tadi. Jam latihan anda sudah selesai saat prajurit remaja yang tadi datang menemui hamba dan memberitahukan bahwa anda boleh pulang, itu berarti perintah Chou sudah tidak berlaku dan apa yang anda lakukan saat ini hanyalah bentuk dari tanggung jawab" jeda Feng yang saat ini membuang air kotor ke halaman.

"Melihat anda tampak kelelahan hamba tidak tega, terlebih anda adalah tanggung jawab hamba. Kaisar Axuan berpesan untuk selalu menjaga anda, dan salah satu bentuk penjagaan yang kulakukan adalah tidak membiarkan Anda terlalu lelah" tambah Feng lantas pergi mengambil air bersih yang baru.

Mendengar jawaban Feng entah mengapa aku merasa sedih, dan tanpa kusadari air mataku mengalir membasahi pipi. Ku seka air mataku yang kian deras, namun pada akhirnya tangis ku kian pecah. Aku tak tahu mengapa aku menangis. Entah karna faktor kelelahan, atau karna jawaban Feng yang begitu menyentuh hati.

Para prajurit khusus pemula yang berada satu ruangan denganku lantas menghampiri. Mereka mulai khawatir dan menanyakan alasan aku menangis. Mendapat pertanyaan mereka, aku hanya bisa menggelengkan kepalaku pertanda tidak tahu. Mendapati responku tentu saja membuat para prajurit khusus berstatus pemula itu bingung.

Feng yang baru saja kembali mengambil air bersih lantas membuang ember berisi air yang di bawahnya hingga air yang berada dalam ember pun tumpah. Dengan khawatir pengawal pribadi ku itu menghampiriku dan jongkok di hadapanku.

"Ada apa ini? Mengapa yang mulia putri menangis?" Tanya Feng pada para prajurit khusus pemula tersebut.

Para prajurit khusus tersebut lantas menggeleng sebagai pertanda mereka pun tidak tahu alasan mengapa aku menangis.

"Setelah anda pergi, yang mulia putri tiba-tiba menangis. Kami tidak tahu alasan yang mulia putri menangis. Saat kami menanyai yang mulia putri alasannya, yang mulia hanya menjawab dengan gelengan" Jawab salah satu prajurit bertubuh tinggi tegap dan sedikit berisi.

"Apakah penjelasan yang kamu katakan dapat dipercaya?" Tanya Feng dengan tatapan menyelidik.

"Hamba siap mendapat hukum mati jika hamba berbohong!" Tegasnya.

Feng yang mendapat jawaban tersebut lantas menatap prajurit khusus pemula itu dengan tatapan dalam. Feng berusaha menelusuri mata prajurit khusus itu seraya mencari kebohongan dari tatapannya, sayang Feng tidak menemukannya.

Feng lantas mendesah dan kembali menoleh padaku yang kini segugukan. Feng pun dengan sabar bertanya "Yang mulia ada apa? Mengapa anda menangis?".

"Aku tidak tahu, tiba-tiba saja air mataku mengalir dan tangis ku pun pecah" jawabku jujur.

Feng tentu saja bingung tapi dengan cepat memintaku untuk berhenti menangis sebab Feng takut akan terjadi kesalahpahaman. Mereka takut kaisar Axuan memarahi mereka karna membuat adik kesayangannya menangis.

Mendengar permintaan Feng tentu saja aku melakukannya dengan cepat. Aku juga sadar jika yang kulakukan saat ini bisa memicu kesalahpahaman. Dengan susah payah aku berusaha membuat diriku tenang, butuh beberapa menit hingga aku akhirnya bisa tenang sepenuhnya. Entah apa penyebab mengapa aku menangis, yang kutahu ini adalah tangis pertamaku sebagai putri Axia dari kerajaan Huang.

Assassin Reincarnated Into a Princess (On-goin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang