Bab 40 - Proses Pembuatan Meriam (1)

1.8K 210 1
                                    

Setelah berperan menjadi sosok antagonis di hadapan ratusan pandai besi, aku kini tengah menatap pantulan wajahku di sebuah cermin yang tingginya sama persis tinggi tubuhku.

Aku menatap wajahku dari pantulan cermin, memutar tubuhku seraya berpikir bahwa sosok mungil, tubuh kurus, wajah pucat dan tampak tirus ini sangat tidak cocok menjadi gadis yang jahat. Ia terlalu lemah dan rapuh sehingga seseorang akan berpikir bahwa aku hanya berlindung di balik kaisar Axuan yang menjagaku serta kekuasaan yang ku miliki sehingga aku bisa bersikap seenaknya.

"Jika tubuhku sekurus ini, semua orang akan berpikir jika aku kuat berkat kekuasaan yang ku miliki, bukan karna kekuatan diri sendiri" gumamku menatap pantulan wajah dan badanku di cermin.

Jika seperti ini para pandai besi akan menaruh rasa dendam padaku mengingat apa yang telah ku lakukan beberapa waktu lalu. Aku tentu saja tidak ingin membuat kaisar Axuan khawatir.

"Andai saja kekuatan yang ku miliki dari kehidupanku sebelumnya kembali seperti saat aku membanting Chou tanpa sadar, mungkin aku bisa menjaga diriku sendiri di saat para prajurit kerajaan dan prajurit khusus sibuk bekerja sembari berlatih" kataku berandai.

Aku lantas berjalan menuju peraduan, membaringkan tubuhku dan tidur terlentang sembari menatap langit-langit kelambu berwarna merah muda.

"Kekuatanku tampaknya di akan kembali jika tubuh yang ku tempati selemah ini" kataku lemah.

"Apakah tidak ada harapan aku kembali menjadi diriku seperti di kehidupanku sebelumnya? Sungguh sangat di sayangkan jika bakat ku dari kehidupan sebelumnya harus terpendam karna tubuh lemah ini yang tidak mampu menampung semua bakat dan kekuatanku" tambah ku terdengar putus asa.

"Yang mulia apakah anda ini tidur sekarang?"

Pertanyaan Yiyi berhasil membuatku terkejut, aku dengan cepat menoleh kesamping di mana Yiyi tengah berdiri di samping peraduanku dengan wajah lelah. Melihat Yiyi yang tampak kelelahan, aku pun mengangguk meski sebenarnya aku belum hendak tidur.

Aku sadar semua bawahan ku tidak akan mendahuluiku beristirahat. Sebab hal itu adalah hal yang lancang. Maka dari itu sebagai junjungan mereka aku harus mengambil inisiatif terlebih dahulu.

'arghhtt' geram ku dalam hati.

Aku sungguh tidak tahu dengan diriku, sebelumnya aku bersikap layaknya seorang iblis kejam yang dengan mudah melenyapkan nyawa pandai besi yang memberontak. Sekarang aku bersikap layaknya malaikat yang begitu peduli dan kasihan dengan para bawahan ku.

"Jika begitu hamba dan dayang lainnya akan mematikan beberapa lilin di kamar anda yang mulia" kata Yiyi.

Setelah sebagian lilin dan penerang lainnya di matikan, Yiyi menghampiriku dan menurunkan kelambu tempat tidurku sebelum akhirnya pamit sembari mengucapkan selamat tidur. Selepas kepergian Yiyi aku pun mendesah seraya memunggungi pintu kamar yang di tutup rapat.

"Sudahlah, aku terlalu banyak berpikir" putus ku.

"Sekarang aku hanya perlu tidur, sebab besok adalah hari dimana proses pembuatan meriam akan di mulai"

*****

Langit masih teramat gelap. udara pagi hari yang berembus terasa sangat dingin. Suasana pagi ini masi di selimuti kabut tebal, namun hal itu tak lantas memudarkan semangat para prajurit kerajaan Huang yang saat ini kembali berolahraga pagi.

Mulai hari ini jadwal lari akan lebih awal dari sebelumnya sehingga ketika kami pulang nanti, langit masih cerah dan matahari telah berada di puncak singgasananya. Seperti biasa, kami awali pagi dengan pemanasan sebelum memutuskan keluar istana dengan menyanyikan lagu penyemangat.

Selepas berlari, kami beristirahat dan memutuskan untuk makan sebelum pulang. Setelah rutinitas yang kesekian kalinya terulang dengan suasana dan bersama orang-orang berbeda, kami pun memutuskan kembali di istana.

Sesampai di istana tentu saja aku meminta para prajurit untuk duduk sambil meluruskan kakinya agar otot-otot mereka tidak terlalu sakit. Setelah itu kami pun bubar dan aku langsung memutuskan menuju kerajaan Huang lama untuk memulai memberi pengarahan dan instruksi cara pembuatan meriam kepada para pandai besi.

"Yang mulia kemana kita akan pergi?" Tanya Chou yang saat ini masih menggantikan posisi Feng yang masih sakit.

"Ben Gong ingin ke markas prajurit khusus. Ben Gong ingin memberi materi mengenai pembuatan senjata baru pada para pandai besi. Yang mulia kaisar telah menyiapkan alat peraga yang memudahkan Ben Gong untuk menjelaskan nanti" jawabku melangkah berjalan mendahului Chou.

Setelah melewati air terjun dan terus melangkah masuk hingga mencapai jalan buntu dalam gua. Chou membuka pintu dengan menekan tombol yang dapat membuka pintu dari dinding. Keamanan kerajaan Huang terdahulu begitu canggih, aku bahkan tidak tahu dari mana mereka mendapat ide membuat pintu rahasia seperti itu bahkan membuat keamanan yang kuat. Padahal jika di ingat-ingat pada masa leluhur kerajaan Huang belum memiliki banyak pengetahuan mengenai teknologi modern.

Saat tiba di aula utama kerajaan Huang terdahulu yang digunakan sebagai tempat pertemuan dan rapat untukku dan para pandai besi hari ini, aku terlebih dahulu mengambil nafas dan membuangnya beberapa kali.

Chou yang melihat apa yang kulakukan tentu saja bingung, ia pun memberanikan diri bertanya "Yang mulia putri, apa yang anda lakukan?".

"Ben Gong sedang menyiapkan diri menjadi sosok antagonis" jawab ku yang semakin membuat Chou bingung.

"Antagonis?" Tanya Chou menggaruk kepalanya yang tidak gatal karna bingung dengan kata baru yang di dengarnya.

"Antagonis adalah sebuah kata yang menggambarkan sisi kejam dan jahat seseorang. Ben Gong membaca sebuah buku yang menjelaskan tentang antagonis itu" jawabku sembari berbohong bawah aku membaca buku sehingga tahu istilah tersebut agar Chou tidak curiga. Sebab jujur saja terlalu larut dengan suasana kehidupan yang ku jalani, aku kerap kali sering lupa dan kadang tak sengaja keceplosan.

"Oh seperti itu" balas Chou mengangguk mengerti.

Setelah berhasil menenangkan dan menyiapkan diri, aku pun meminta seorang prajurit penjaga pintu masuk utama aula kerajaan Huang terdahulu mengumumkan kedatanganku. Setelah pengumuman kedatanganku dikumandangkan, pintu pun di buka dan aku pun melangkah masuk dengan kepala terangkat seraya menggambarkan keanggunan dan kedudukan ku.

Semua orang yang berada dalam aula lantas memberi hormat, aku terus berjalan menuju singgasana dan melewati mereka yang masih menunduk. Sesampai pada singgasana, aku pun memerintahkan mereka bangun.

Aku memandang para pandai besi dari segala penjuru. Aula utama kerajaan Huang terisi penuh. Raut wajah yang mereka perlihatkan tampak tertekan, ada pula yang bahkan menunjukkan ketidaksukaannya padaku dengan terang-terangan setelah insiden pemaksaan yang ku lakukan.

Aku tentu saja tidak peduli. Lambat lain mereka semua akan luluh setelah aku mengajarkan banyak hal baru pada mereka. Bukan hanya menguntungkan mereka tapi menguntungkan pihak kerajaan Huang juga. Maka pertama-tama yang harus ku lakukan untuk meredakan kemarahan dan kebencian mereka, aku akan menunjukan bakat dan kualitas ku dalam penjelasan pembuatan meriam kali ini.

Assassin Reincarnated Into a Princess (On-goin)Where stories live. Discover now