Bab 106 - Percobaan Kedua (2)

993 123 3
                                    

Terlalu lama berpikir membuat lantas merasa lapar. Merasa bahwa aku tak mampu berkonsentrasi dengan perut lapar aku pun memutuskan untuk makan terlebih dahulu. Makanan yang sangat ingin ku makan saat ini mumpung berada diluar istana adalah mie ayam.

Sejak hari terakhir pesta pernikahan permaisuri Zhang Mei dengan kaisar Zhang Fei, aku sudah sangat ingin makan mie ayam. Rasa inginku tak mampu terealisasikan sebab kerajaan Yong dari kekaisaran Yuan tiba-tiba saja menyerang kerajaan Huang. Meski sebelumnya aku telah memprediksi hal tersebut, tetap saja aku harus turun tangan bagaimana pun ini adalah kali pertamanya prajurit kerajaan Huang menggunakan senjata meriam yang telah kamu siapkan dalam kurung waktu sebulan penuh.

"Saat ini Ben Gong merasa lapar. Ben Gong ingin makan terlebih dahulu sebelum memutuskan ingin pergi ke hutan mana" kataku memberi jawaban atas pertanyaan Feng sebelumnya.

Feng yang mendengar jawabanku dalam beberapa detik sempat terkejut. Iya berpikir bahwa aku telah menentukan hutan mana yang akan kami tuju sejak aku meminta izin pada kaisar Axuan. Namun sayangnya aku belum memikirkannya sama sekali.

"Anda ingin makan di mana yang mulia?" Tanya Feng setelah berhasil menarik kesadarannya.

"Ben Gong ingin makan mie ayam yang pernah kamu rekomendasikan" jawabku cepat.

Feng dengan patuh menjalankan perintah. Iya pun memerintahkan kudanya untuk jalan ke depan dan mulai memberitahukan pada prajurit bagian depan mengenai lokasi tempat yang akan kami tuju pertama kali. Tanpa banyak protes para prajurit yang mengawal ku mengikuti arahan Feng hingga kita tiba di sebuah pohon beringin besar yang mungkin telah berusia puluhan tahun. Di bawah pohon beringin yang teduh terdapat sebuah gerobak kecil. Tidak jauh dari gerobak itu  berada, terdapat beberapa meja dan kursi panjang yang di tata begitu rapi dibawah pohon beringin.

Aku pun turun dari kereta ketika kereta yang ku tumpangi berhenti. Feng dengan sigap membantuku turun. Perlakuan Feng tentu saja menarik perhatian pelanggan yang tengah menikmati semangkuk mie ayam pesanan mereka. Terlebih kereta dan prajurit yang datang bersama ku begitu mencolok sehingga mau tak mau kita menjadi pusat perhatian para pelanggan.

"Yang mulia putri Huang Axia" Seru salah satu pelanggan tampak terkejut menyadari identitas ku.

Seketika semua pelanggan mie ayam tersebut terkejut. Mereka dengan cepat memberi hormat padaku dan hal ini membuatku merasa lelah. Alasan mengapa aku ingin keluar tanpa di kawal adalah karena orang-orang yang bertemu denganku akan merasa sungkan dan menjaga jarak. Padahal jika bisa berbaur dengan banyak orang, ada banyak pelajaran yang bisa kita dapatkan dari pengalaman orang-orang yang kita temui.

"Bangunlah" perintahku pada mereka.

"Ben Gong kemari ingin makan. Bersikap santai lah dan anggap Ben Gong seperti pelanggan biasa pada umumnya" pintaku yang tentu saja sulit di kabulkan mereka.

Tampak dari raut wajah dan gerak gerik mereka menampakkan keengganan. Hal itu tentu saja aku sadari. Memang permintaan yang ku utarakan sangat mustahil mereka lakukan, tapi aku tidak ingin mereka makan sambil merasakan rasa tidak nyaman akan keberadaan ku. Menyadari hal itu aku lantas memanggil Feng.

"Hamba yang mulia" jawab Feng saat aku memanggilnya.

"Pesankan mie ayam untuk Ben Gong. Ben Gong akan makan di atas kereta saja" putus ku pada akhirnya memilih untuk mengalah.

Feng mengangguk cepat dan mulai memesankan mie ayam untukku. Tentu saja Feng tidak hanya memesankan mie ayam untukku, tetapi juga untuk dirinya dan para prajurit lain yang ikut bersamaku.

Setelah memastikan Feng telah memesan, aku berbalik dan berjalan menuju keretaku.  Tampak jelas para pelanggan yang tengah menikmati mie ayam mereka menunjukkan rasa bersalah karena tak mampu memenuhi keinginanku. Aku tidak peduli dengan perasaan atau mimik wajah yang mereka tunjukkan, memberi mereka ruang untuk merasa nyaman bagiku sudah sangat cukup.

Seharusnya jika aku ingin egois, aku bisa saja meminta mereka pergi. Namun aku tidak setega itu. Sisi baik Huang Axia yang asli masih ada pada diriku. Sejak aku mengisi raganya, semua perasaanku di kehidupanku sebelumnya ditekan cukup hebat hingga aku tak mampu menjadi diriku seutuhnya.

Beberapa menit berlalu dan aku mulai merasa bosan menunggu terlebih lagi perutku sedari tadi meronta karena terus menerus mencium aroma harum dari mie ayam yang tengah di jual. Wajar saja aku harus menunggu lama mengingat mie ayam yang di jual sangat enak terlebih lagi ada pelanggan lain sebelum aku. Hal itulah yang mengharuskan ku mengantri dan menunggu seperti ini.

Tak berselang berapa lama aku melihat Feng berjalan membawa nampan berisi dua mangkuk mie ayam beserta dengan botol sambal dan kecap dari balik jendela kereta. Aku dengan semangat menyambut nampan yang Feng sodorkan dan tanpa menunggu waktu yang lama aku pun mulai menyantapnya.

Menyantap mie dengan kuah yang sedikit tentu saja akan terasa serak di bagian tenggorokan. Namun saat memakan mie ayam yang disajikan di hadapanku, rasanya sangat berbeda. Entah mengapa tekstur mienya sangat lembut dan mudah di telan. Apakah karena bantuan minyak?

Tunggu dulu!

Setahuku mie ayam menggunakan sedikit minyak. Seakan mendapatkan pencerahan, aku lantas bergegas menghabiskan makananku dan mulai berpikir untuk menanyai penjual mie ayam tersebut mengenai tekstur minyak yang ku rasakan pada mie ayamnya. Aku ingin tahu dari mana mereka mendapatkan pengetahuan mengenai cara pembuatan minyak dalam mie ayam mereka.

Berjam-jam waktu yang ku butuhkan untuk menunggu hingga pelanggan mie ayam pulang. Setelah mereka semua pulang dengan perasaan canggung karena kehadiran ku, aku pun meminta Feng untuk memanggil penjual mie ayam tersebut.

"Yang mulia putri.. ini tuan Lao Yu, penjual mie ayam yang jualannya sempat anda makan" kata Feng berhasil membawa pria muda yang tampak masih berusia sekitar 27 tahun.

"Hormat hamba pa-pada yang mulia putri Huang Axia" kata Lao Yu tampak ketakutan.

"Kau tidak perlu takut. Ben Gong tidak akan memarahi mu. Ben Gong memanggilmu kemari hanya ingin menanyakan sesuatu" kataku berusaha menenangkan Lao Yu bagaimana pun aku memanggilnya bukan untuk menghakiminya.

"Hal apa yang hendak anda tanyakan, yang mulia?" Tanya Lao Yu.

"Ben Gong ingin tahu, dari mana kau bisa membuat minyak dalam mie ayam mu?" Tanyaku langsung pada intinya.

"Anda hanya ingin menanyakan hal itu yang mulia?" Tanya Lao Yu yang entah kenapa menampakkan raut wajah lega.

"Apa yang salah dengan itu?" Tanyaku bingung.

"Mohon maafkan hamba yang mulia" kata Lao Yu meminta maaf apabila menyinggung putri kerajaan Huang, ia lalu melanjutkan sebuah kalimat yang membuatku berbinar senang.

"Di desa hamba. Tepatnya di desa Sun Yi. Pembuatan minyak bukan lagi sebuah rahasia. Pendapatan desa kami berasal dari produksi minyak dan juga mie" tambah Lao Yu.

Mendengar jawaban Lao Yu aku tentu saja tidak mampu menahan rasa senang yang kurasakan. Dengan ia melakukan perjalanan ke desa Sun Yi untuk mendapatkan minyak, makan percobaan keduaku dalam membuat sabun tampaknya akan berhasil.

Assassin Reincarnated Into a Princess (On-goin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang