Racing

9.8K 1K 12
                                    

Lavid menahan napas sejenak dan menoleh ke kiri, kanan, dan belakang untuk memastikam tidak ada salah satu kakaknya di manapun.

Ia menghembuskan nafasnya pelan dan berjalan mengendap-endap menuju pintu keluar rumah. Keadaan sekitar yang remang-remang membuatnya harus hati-hati agar tidak menyenggol sesuatu.
Ia terus komat-kamit tanpa suara berharap agar kedua kakaknya itu tidak terbangun dari tidur lelap mereka. Keringat dingin merembesi dahinya saat tangannya sudah memegang knop pintu yang sudah ia buka kunciannya.

Dengan perlahan ia menarik knop pintu agar terbuka. Ia menoleh lagi ke sekitar untuk memastikan keadaan, kemudian keluar saat dirasa sudah aman. Ia menutup kembali pintu berwarna hitam itu dengan hati-hati.

"Yes! Berhasil!" Pekiknya dengan suara tertahan.

Lavid segera berlari menjauhi rumah, tanpa menyadari seseorang yang melihatnya dari balkon lantai dua.

"Hmmm, naughty lil baby boy." Gumamnya dengan smirk tipis.

•••

Suana ramai menghiasi jalanan sepi kendaraan yang akan menjadi tempat ajang balap liar itu.

Disana juga ada Lavid yang sudah siap dengan motor milik Agus. Anak itu tersenyum pongah pada orang yang akan menjadi lawan balapnya.

Sedangkan orang yang akan menjadi lawan Lavid itu menatap datar pada Lavid.

"Ready?" Tanya Gavriel pada keduanya.

Kedua peserta balap liar itu mengangguk dan mulai memakai helm mereka, kemudian menghidupkan motor masing-masing.
Gavriel mulai menghitung mundur, lalu motor keduanya melaju cepat saat bendera hitam sudah dijatuhkan oleh Gavriel.

Lavid mengendarai motornya seperti orang kesetanan. Badannya memang kecil, tapi jangan pernah meragukan apapun yang ia lakukan.

Hanya butuh waktu sekitar 34 menit untuk Lavid sampai ke garis finish, sedangkan orang yang menjadi lawan Lavid selisih dua menit darinya.

Sorakan dari para penonton bergema menyerukan nama Lavid. Sedangkan si empunya tersenyum bangga sambil melayangkan flying kiss.

"Nih." Cowok yang menjadi lawan Lavid menyerahkan sebuah amplop berisi uang taruhan sesuai yang dijanjikan.

"Thanks, Bro." Lavid menerima amplop berwarna coklat itu dan memasukannya ke dalam saku jaket.

"Btw, nama lu siapa? Sorry, gue lupa." Ucap Lavid menatap seksama cowok tinggi di depannya.

"Galandra Ferdinand." Jawabnya singkat.
"Oh, nama gue Lavid Barlian Garesta. Panggil aja Lavid, hehe. Eum, kita bisa temenan, kan?"

Entah dorongan dari mana, kepala Gala mengangguk begitu saja. Padahal dirinya orang yang cukup sukar dalam menjalin kedekatan dengan orang asing.
"Woi, traktir di resto Bang Abriel sabi, nih." Seloroh Agus merangkul leher Lavid.

Lavid mengacungkan jempolnya mantap. Saat Lavid hendak berbicara sesuatu, suara berat seseorang lebih dulu membungkan perkataan Lavid.

"Sudah puas, Baby?"

Lavid meneguk ludahnya kasar dan berbalik badan ke arah jam 5, di sana ada Havid dan David yang menatap tajam padanya.

"B-bang." Lavid gugup dan cepat-cepat bersembunyi di balik tubuh besar Gala.

Havid berjalan mendekat ke arah Lavid. Lavid meremas lengan Gala saat Havid sudah berdiri tepat di depan Gala.

Gala yang seakan mengerti sesuatu, segara menyingkir dari hadapan Lavid. Lavid bergerak cemas dan menunduk sambil berdoa agar dirinya baik-baik saja hari ini.

"Masuk mobil!" Suruh Havid yang tak bisa dibantah oleh Lavid.

Setelah Lavid sudah masuk ke dalam mobil bersama David, Havid berbalik menatap Gavriel dan Agus.

"Agus, lebih baik kau pulang sebelum kuadukan pada Neva. Dan kau Gavriel, kau juga harus pulang sebelum aku memanggil Abriel agar menyeretmu dari sini." Peringat Havid.

Agus dan Gavriel menurut.

Jika mungkin Gavriel masih bisa sedikit aman dari Abriel, berbeda cerita dengan Agus.

Meski Neva seorang cewek, tapi dia tak akan pernah tanggung-tanggung memberikan hukuman pada adik nakalnya itu.

Setelah itu para penonton balap liar membubarkan diri. Havid menyusul Lavid dan David ke dalam mobil.

Setelah itu mobil melaju membelah jalanan kota Jakarta yang lengang di waktu dini hari.

Havid fokus menyetir mobil yang hanya diisi suara isakan Lavid. Sementara David duduk menyender pada kursi mobil dengan mata tertutup, mencoba meredam amarahnya.

Lavid And His Brothers (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang