Bosan

9.5K 932 2
                                    

"Njir, bosen."

Lavid berguling-guling abstrak di atas kasur kamar yang ditempatinya. Ponselnya disita oleh David dan ia juga tidak bisa bertemu dengan kedua temannya.

Dia merasa bosan. Mengajak Arval untuk jalan-jalan, pasti cowok itu tidak akan mau. Bukan takut jika Lavid mencoba kabur, ia hanya sedang sibuk dengan kegiatan editornya.

"Pengen nongki bareng Gavriel sama Agus." Gumam Lavid lemas.

Malam-malam seperti ini memang biasanya ia nongki bareng Agus dan Gavriel ke angkringan. Itupun harus meminta izin pada Havid atau David dengan batasan waktu 1½ jam.

"Ugh, laper."

Lavid turun dari kasur, berjalan keluar kamar lalu turun ke lantai bawah untuk menuju dapur. Sampai di dapur, cowok manis itu membuka lemari dan menenemukan makanan sisa pagi tadi. Ia pun memanaskannnya dan setelahnya memakannya dengan lahap.

Selesai makan dan mencuci piring bekas makannya, Lavid memutuskan untuk pergi ke ruang kerja Arval.

Sekedar informasi, Arval bekerja sebagai editor majalah harian. Sebenarnya itu hanya sampingan saja, karena pekerjaan sesungguhnya adalah sebagai agen rahasia dari kantor International Spy Service (ISS) yang berpusat di Oxford.

Yang tahu profesi aslinya hanya David dan Havid, tidak dengan Lavid. Anak satu itu jika sudah mengetahui hal yang luar biasa atau sesuatu yang dianggapnya keren, maka mulut embernya akan langsung beraksi.

Perlahan tapi pasti, tangan Lavid mulai mendorong pintu berwarna coklat pucat itu. Dapat dilihatnya Arval yang masih serius berkutat dengan deretan kalimat dan gambar di komputernya.

"Bang, bosen." Adu Lavid.

Arval berhenti mengedit sesuatu di komputernya dan berbalik menatap Lavid yang berdiri di dekat pintu.

"Sini," panggil Arval yang langsung dituruti oleh Lavid.

"Mau main game?"

Mata Lavid langsung berbinar senang.
"Ada?" Tanyanya antusias.

"Hm." Dehem Arval sebagai jawaban.

Cowok itu berdiri dari kursinya dan berjalan ke arah pintu berwarna maroon di ruangan itu. Lavid mengekor di belakang dan ikut masuk setelah Arval membuka pintu.

Binar di mata Lavid semakin melebar melihat seperangkat alat gaming yang lengkap. Mulai dari komputer, konsol, CD game, layar LCD 50 inch, kursi gaming, headphone, dan beberapa kelengkapan lainnya.

"Woah," gumam kagum Lavid yang menggoreskan senyum tipis di wajah Arval.

"Ini beneran boleh Lavid mainin?" Tanya Lavid antusias yang dijawab anggukan dari Arval.

Lavid langsung menuju ke arah karpet yang terhampar di depan layar LCD 50 inch. Tangannya yang sudah gatal sejak tadi langsung meraih konsol yang tergelak di karpet berbulu itu.

"Mau main game apa?" Tanya Arval dengan membawa sekardus CD game.

"Harder War Of Knights, ada?"

Arval mengangguk pelan dengan tangannya yang mulai sibuk menelusuri kotak CD di dalam kardus. Ia menarik kotak CD bersampul hitam dan memberikannya pada Lavid.

"Itu game versi 2013, hanya bisa dimainkan single player." Ucap Arval.

"Nothing," sahut Lavid ringan.

Ia mulai memasukkan CD ke dalam tempat yang sudah disediakan dan menekan tombol play. Dalam hatinya Lavid begitu memuji sedikit keberuntungannya menginap di rumah Arval. Ia belum pernah bermain game di depan layar sebesar ini, rasanya sungguh mendebarkan.

Beberapa detik setelahnya Lavid sudah asyik dengan video game-nya. Arval memutuskan untuk keluar dari gaming room dan melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda.

"Kapan-kapan minta Bang David desain gaming room kayak gini, ah." Gumam Lavid di sela-sela bermainnya.

Jika ia sudah punya gaming room seperti ini, ia akan langsung menyombong pada kedua temannya itu. Pasti menyenangkan.

Lavid And His Brothers (END)Where stories live. Discover now