Chapter 8 : Student Council

148 11 32
                                    

"Annoying is when you have to handle things that you shouldn't be part of..."

---------------------------------------------

Gita P.O.V.

"Git masih ngelembur aj lu ?"

Aku menghentikan ketikan jari pada laptop sekolah ini ketika Eli selesai berbicara. Jam sudah menunjukkan pukul 18:20, sepertinya aku kembali larut dalam pekerjaan organisasi sekolah ini.

"Gak sadar gue..."

"Untung gue cek, kebiasaan ah lu. Jangan sering-sering dah"

"Ya gimana si, tanggung jawab gue yang bagian ini"

Sebetulnya tidak juga, ini bukan pekerjaan yang seharusnya aku kerjakan. Tapi memang standarku yang agak tinggi. Aku ingin proposal ini rapi dan perfect.

"Balik yuk ah, gue mo nonton music show di laptop. Grup favorit gue tampil ni hari ini"

Aku mengangguk setuju. Diikuti suara punggung pegal aku berjalan bersama Eli menuju parkiran motor. Untunglah aku bisa nebeng di Eli hari ini.

"Eh Git lu persiapan pemilihan ketos baru gimana ? Udah ada pasangan ?"

Jujur saja, kalau Eli tidak bertanya mungkin aku tidak akan ingat. Sebentar lagi akan dilakukan pemilihan pengurus baru dan demisioner kepengurusan lama. Nampaknya tahun ini aku akan menjadi calon tunggal. Bukan hanya tak ada lawan, aku sendiri juga tak ada kawan. Wakil saja tak ada.

"Lu gamau li jadi wakil gue ?"

"Yeh elu, kan gue mau jadi ketua klub vokal."

Benar juga, aku lupa kalau Eli memang sudah punya niat untuk mendaftarkan diri sebagai ketua klub itu. Muthe pasti akan fokus menjadi ketua klub menari. Dey sudah dilantik menjadi salah satu pembina pramuka. Hesh...

"Ajakin Vino gih" celetuk Eli tiba-tiba.

"Sekip," jawabku tegas.

"Kagak berubah ya dia hahaha"

"Lebih cepet nunggu dia lulus daripada berubah asli,"

Aku tak membenci Vino, aku berteman cukup baik dengannya. Dia aslinya orang yang baik dan peduli, parasnya juga tak buruk. Tapi memang topik wanita yang selalu ia bahas itu perlu sedikit dipoles.

"Ato lu mau tau gak yang ada di kepala gue siapa yang cocok ?"

"Sampe lu sebut Dio, gue tarik ni stang motor lu"

"Yakali anjir mantan lu, si itu aja siapa si namanya... ? Yonat ya ?"

Diam mewarnai pemberhentian lampu merah itu. Aku memasang wajah datar mendengar nama itu. Sungguh pilihan yang tidak tepat.

"Kenapa ? Gue denger dia ngalahin Pak Slamet, berarti dia pinter kan ? Plus tadinya dia anak SMA Garuda kalo gak salah, itu sekolah elit juga lho"

"Dia...duh gimana ya..."

"Berandalan ? Enggak juga ah menurut gue, anaknya tetep ikut kelas biasa selain kelasnya Pak Slamet. Gue sering denger respon positif dari guru-guru kalo nama dia disebut, padahal baru sebulan dia di sini."

"Bukan masalah itu...gue tuh gimana ya kalo sama dia.."

Aku tak ingin mengatakan firasat buruk yang kurasakan pada Yonat. Terakhir kali aku mengatakan hal seperti ini, Eli hanya tertawa terbahak-bahak. Lagipula aku belum bisa membuktikan niat buruknya itu.

"Jangan-jangan...Lu suka sama dia ?"

"Ha ?"

"Paham kok, emang lumayan si dia. Tinggi, anak basket, pinter, motoran lagi wihh syurgawi sekali~"

=/= LoveWhere stories live. Discover now