13. Hal Yang Janggal

1.4K 179 23
                                    

Please, don't be a silent reader.

Happy reading ....

Terkadang, hidup memang tidak sesuai dengan
apa yang kamu inginkan, tapi mencoba
bertahan adalah sebuah keyakinan.



—  L O S E —


.

.


.

.




Sudah 10 menit berlalu dan sejak tadi Sena hanya bungkam. Cowok itu bersandar lemah pada sandaran sofa sambil memejamkan matanya. Sehingga Kean pun tak berani mengganggunya. Apalagi, wajah muram itu masih tercipta di wajah Sena.

Ingin sekali Kean bertanya lebih lanjut, tapi ia lebih memilih untuk menunggu sahabatnya itu sendiri bercerita. Agaknya hal itu akan terasa lebih baik.

Sedang Sena sendiri masih memikirkan kejadian tadi yang tak pernah ia duga sebelumnya. Tentang wajah Angkasa yang tak ada bedanya dengan dirinya sendiri. Tentang ibunya Skala yang ngotot mengatakan kalau ia adalah Angkasa.

Yang terakhir, bayangan anak kecil itu. Sebenarnya ini yang begitu menyita pikiran Sena. Bagaimana bisa ingatan itu ada di kepalanya? Jelas sekali anak kecil dalam bayangannya itu menyebut dirinya Angkasa.

“Kean .... ”

“Ya?” Kean menoleh ke samping, menatap wajah Sena yang masih belum membuka matanya. Menunggu kalimat selanjutnya yang akan sahabatnya itu katakan.

“Kalau menurut lo, mungkin nggak sih gue punya saudara kembar?”

Saudara kembar? Walau tak mengerti ke arah mana ucapan Sena, Kean tetap menjawab, “Mungkin aja. Semuanya bisa terjadi di hidup ini. Lo tahu nggak sih, dunia ini penuh dengan kepalsuan dan kebohongan?”

Sena mengangguk kaku. “Lo benar. Tapi ada satu hal yang masih gue nggak ngerti.”

Menghentikan ucapannya sejenak, Sena menarik napasnya dalam-dalam. Sedang, Kean sendiri masih menjadi pendengar yang baik.

“Baru gue sadari kalau gue ngerasa kaya udah kenal lama sama Skala. Skala selalu buat gue nyaman saat di dekatnya. Hidup gue emang udah bahagia saat ini. Tapi kehadiran Skala seakan menambal kekosongan di hati gue, Ke.”

“Dan soal Angkasa, adiknya Skala kenapa mukanya mirip banget sama gue?” Sena menggeleng pelan, menatap penuh pada sosok sang sahabat. “Bukan mirip lagi, tapi sama.”

Kean menghela napas, ia tak tahu mengapa Sena membicarakan hal ini padanya. “Soal foto yang Skala tunjukin waktu itu?”

“Bukan.” Cowok itu menggeleng. “Tadi gue ke rumahnya. Dan di sana banyak foto Angkasa yang terpajang. Mukanya nggak ada bedanya sama gue.”

Mendengar hal itu, seketika membuat badan Kean menegak dengan sempurna. “Bukanya tadi lo mau ke rumah ibu kandung lo, ‘kan? Kok jadi ke rumah Skala?”

Sena mendesah lelah. “Mungkin, Mama gue udah pindah dari sana. Rumah itu justru sekarang Skala dan keluarganya yang menempati.”

“Skala?” ulang Kean.

Sena hanya mengangguk mengiyakan. Sungguh dirinya lelah dengan semuanya. Semakin ia berpikir, semakin Sena memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang tak masuk akal.

Bahkan sempat terlintas di pikirannya, apa ia adalah Angkasa? Mengingat Sena sama sekali tak mengingat masa lalunya. Tapi itu tidak mungkin, ia adalah Sena.

L O S ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang