26. Yang Sebenarnya

1.6K 216 49
                                    

Happy reading ....

Memang hanya sebuah cerita, tapi sebuah rasa
itu tak akan hilang seperti yang seharusnya.



—  L O S E  —


.





.





.





.









Kini, Sena sudah berada di apartemen. Setelah pulang dari rumah sakit waktu itu semuanya masih kacau. Sena masih belum bisa menerima semuanya. Berakhir dengan ia yang mendiami semua orang.

Mereka memang sudah pulang ke apartemen, tapi mereka sangat sulit mengajak Sena berbicara. Barangkali kekecewaan itu masih memenuhi hati cowok itu hingga tak mudah luluh dengan apa pun.

Di antara semuanya, Nata tentu yang paling susah untuk mendekati Sena. Sudah berulang kali minta maaf atas kebohongan yang telah ia ciptakan, nyatanya masih tidak mendapatkan tanggapan apa pun dari Sena.

Sikap cowok itu semakin dingin dan lebih suka menyendiri. Seperti malam ini, Sena masih tak mau ikut bergabung ke meja makan kala Nata memanggilnya berulang kali.

Cowok itu masih asik berdiri di balkon kamarnya sambil memandang langit hitam di atasnya. Bahkan Sena pun sampai tak menyadari jika Nata kini sudah ikut berdiri di sampingnya.

“Sen, gue tahu lo bosen dengar hal ini.Tapi tolong maafin gue,” ucapnya.

Tanpa menoleh pun jelas Sena tahu suara siapa itu. Ia masih diam, membiarkan Nata berbicara kembali.

“Kita semua memang udah bohong sama lo. Mengubah identitas lo. Tapi lo juga harus tahu, gue, Papa, dan Mama lakuin hal ini juga demi kebaikan lo saat itu.”

Mendengar hal itu tak ayal membuat Sena terkekeh pelan. Ia menolah ke samping, menatap tajam sosok Nata yang kini tengah menundukkan kepala.

“Kebaikan? Kebaikan supaya gue nggak ingat sama diri gue sendiri, gitu?”

“Egois tahu nggak! Kalian semua egois! Lo tahu?” Sena menjeda kalimatnya sejenak, sambil memejamkan matanya.

“Walaupun waktu itu dokter bilang gue nggak akan bisa ingat semua tentang masa lalu gue, tapi setiap harinya gue selalu berharap untuk bisa ingat semuanya.”

“Tapi apa yang kalian semua lakukan? Pantes gue nggak bisa ingat sama masa lalu gue karena selama ini, gue ternyata hidup dengan identitas palsu.”

Napas cowok itu memburu bersamaan dengan luapan emosi yang begitu terlihat. “Dan mirisnya lagi, keluarga gue sendiri yang memalsukan semuanya.”

Meskipun menerima semua amarah yang Sena salurkan, tapi ada hal yang Nata tak setuju dengan pendapat saudaranya itu. “Gue tahu, gue tahu kalau tindakan ini keterlaluan. Tapi lo juga harus ngerti posisi kita waktu itu.”

“Kita semua sayang sama lo, Sen. Kita nggak mau lo kesakitan lebih banyak lagi Cuma untuk mengigat masa lalu lo.”

Hal itu rupanya justru semakin membangkitkan emosi Sena. Walaupun sedikit mengerti akan maksud Nata, tapi ia tetap tak terima. Kedua telapak tangannya mengepal di sisi tubuh dengan sorot mata tajam yang tak lepas dari pandangan Nata.

L O S ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang